Makanya bikin garasi yang agak luas. Mau mengeluarkan motor aja setengah mati," ujar Arya, mengeluh garasinya masih belum dibangun
"Kamu cuma bisa menyuruh tapi nggak mau bantuin Ayah bangun garasi!" bentak Ayahnya. Namun Arya membalasnya dengan tawa.
"Udah, Pah. Masih pagi kok teriak-teriak. Kamu berangkat aja, Nak," kata ibunya menengahkan suaminya dan Arya
Setelah bersalaman dengan ibu dan ayahnya, Arya menerima uang bekal. Dan melajukan motornya, meninggalkan rumah.
Hari ini adalah hari kedua ospek tahun ini atau bisa dikatakan puncak acara ospek. Sesuai dengan jadwal yang Arya lihat, hari ini para panitia dan mahasiswa baru menghabiskan waktu di kampus hanya untuk bersenang-senang selama seharian penuh.
Meski hari ini hanya bersenang-senang, panitia tetap menentukan dress code bagi mahasiswa baru. Sekarang Arya menggunakan kaos oblong biru dongker, celana kain panjang berwarna hitam, dan menggunakan sepatu bebas. Sedangkan bagi perempuan dress code sama dengan laki-laki hanya saja bagi mereka yang berhijab, harus menggunakan hijab berwarna kuning kunyit.
Berpakaian seperti itu Arya merasa lebih santai, seakan hari ini ia akan bermain seharian penuh bersama teman barunya. Terbawa suasana, Arya melajukan motornya semakin kencang dan langsung menuju kampus. Kebetulan semalam tak ada temannya memberi pesan pada Arya untuk berangkat bareng, termasuk Salsa. Mungkin setelah Arya protes dengan Zia, saat itu juga Zia langsung memberitahukan pada Salsa, entah melalui apa.
Terbawa suasana, Arya benar-benar menikmati angin di pagi itu. Sudah lama ia tak merasakan sensasi angin segar setelah ia sibuk dengan waktu tidurnya.
Melewati gerbang kampus, Arya melihat sekelilingnya. Dan dugaan ibunya benar, meski gerbang telah di buka namun hanya ada beberapa mahasiswa baru yang telah datang. Sedangkan di suatu sudut halaman, para panitia telah bergerombol sambil melakukan briefing kegiatan hari ini.
Memarkirkan motornya di depan gedung fakultasnya, Arya bingung harus menunggu dimana. Akhirnya ia memutuskan menunggu Zia dan kawan-kawan di atas motornya sambil membaca komik digital di ponselnya.
Menunggu cukup lama, matahari menunjukkan batang hidungnya, Arya yang masih keasyikan membaca komik digital, mendadak ada seseorang yang menepuk bahunya. Arya terperanjat dan langsung membalikkan badannya. Orang itu tak lain ternyata teman kelompoknya, Fahrizul.
"Yak, ngapain duduk di motor? Lagi nunggu siapa?"
"Oalah, Zul. Baru datang kok udah bikin orang jantungan." Arya sedikit kesal, hari ini baru berjalan 5 jam, ia telah dikagetkan dua orang. "Aku nunggu teman SMA-ku sih. Kamu sendiri juga baru datang?"
"Sebenarnya udah dari tadi. Tapi aku sarapan dulu di warung depan kampus. Kamu tadi datang ke kampus aku tahu, lo."
"Terus kenapa tadi nggak manggil? Tahu gitu mending nemanin kamu sarapan daripada di sini sendirian."
"Rencananya sih memang mau manggil. Tapi kebetulan pas mulutku lagi mengunyah makanan. Kan nggak mungkin aku teriak-teriak manggil. Hahaha!" Fahrizul tertawa lantang disaat kampus sudah mulai ramai.
"Halah banyak alasan."
Fahmi yang baru datang dan mendengar tawanya, langsung menghampiri mereka berdua.
"Hei, Yak, Zul." Fahmi menyapa singkat. "Halaman udah mulai penuh tuh pas aku lewat. Ayo kumpul di sana sekarang. Siapa tahu teman-teman yang lain udah pada datang."
Fahrizul lupa jika ia ketua kelompok. Sesuai peraturan, ketua kelompok harus datang lebih awal dari teman-temannya selama ospek. Kemudian Fahrizul langsung berlari menuju halaman, diikuti Arya dan Fahmi. Zia yang melihat Arya berlari hanya memiringkan kepala.
Mengikuti Fahrizul, Arya dan Fahmi berlari di belakangnya, mencari barisan mereka. Setelah berdesak-desakan, melewati dan menyenggol beberapa mahasiswa baru, akhirnya mereka menemui kelompok 93 yang telah menunggu kedatangan ketua.
"Kau darimana saja? Jangan seenaknya meninggalkan tugasmu sebagai ketua. Beruntung masih sempat," kata Guesty, salah satu anggota kelompok 93. Bisa dibilang ia wakil ketua dalam kelompok Arya.
"Hahaha. Maafkan aku, aku pikir masih ada waktu untuk berbicara dengan teman-temannya Arya," balas Fahrizul, memberi alasan. Namun tak diterima baik oleh Guesty.
"Bukankah itu tugasmu sebagai wakil ketua, menggantikan peran ketua ketika sedang sibuk." Fahmi menyela pembicaraan mereka, membela Fahrizul.
"Sibuk, katamu? Berbicara dan bergurau dengan temannya di saat anggota kelompok menunggu kedatangannya seperti itu kau bilang sibuk?" bukannya mereda, amarah Guesty semakin melonjak.
"Sudahlah. Tak perlu dibahas. Maafkan ketua kita yang bodoh ini," kata Arya meredam emosinya.
"Lo, Yak!" Fahrizul seketika kecewa, temannya tak membela dirinya. Arya pun mengedipkan mata, memberi tanda jika terus dilanjutkan, amarahnya semakin menjadi.
Fahrizul pun menghela napas, menerima nasibnya, meminta maaf pada Guesty dan anggota kelompoknya.
…
Setelah sarapan, para pembawa acara mencairkan suasana dengan sedikit permainan teka-teki untuk menunggu persiapan di halaman Fakultas Pendidikan. Berbeda dengan hari sebelumnya yang penuh perkenalan. Hari kedua bisa dibilang hari untuk panitia dan mahasiswa baru bersenang-senang seharian.
Setelah semua persiapan di halaman Fakultas Pendidikan selesai, pembawa acara memberi mereka arahan.
"Baik, adik-adik. Sesuai jadwal ospek tahun ini, hari ini kita tak perlu berkumpul di tempat yang terpisah-pisah seperti kemarin dan mendengarkan materi-materi dari bapak dan ibu dosen," kata pembawa acara itu dengan nada lucu, menghibur para mahasiswa baru.
"Acara hari ini full tak ada kegiatan pelajaran atau materi. Kalian akan bersenang-senang dari pagi sampai sore. Jika perlu sampai kalian puas juga tak masalah. Acaranya akan diadakan di halaman Fakultas Pendidikan. Kalian tak lupa membawa kertas abu-abu itu, kan? Kalian gunakan itu untuk acara nanti," kata pembawa acara itu.
"Sekarang kalian bikin dua baris memanjang ke belakang. Di mulai dari kelompok paling utara."
Kemudian para mahasiswa baru mulai bangun dari tempatnya, menghadap utara dan membentuk dua barisan. Arya bersebelahan dengan Fahrizul.
"Ngomong-ngomong acara seperti apa ya nantinya. Kau tak sabar, kan, Yak?" tanya Fahrizul pada Arya.
"Entahlah. Aku hanya ingin menikmati ospek ini tanpa terkena hukuman apapun. jika tidak aku tak bisa menikmati ospek ini," balas Arya, napasnya cukup berat.
"Hahaha. Kau terlalu kaku, Yak," kata Fahrizul sembari menepuk bahunya. "Justru ketika kau terkena hukuman, kenangan ospek akan semakin melekat di pikiranmu. Aku juga begitu saat SMA. Bahkan aku hampir berkelahi dengan kakak panitia saat itu," Fahrizul tertawa keras, mengingat kejadian ospek di sekolahnya.
"Haa? Sebodoh itukah kau dulu sampai berkelahi dengan kakak kelas?"
"Ada kesalahan saat itu. Aku cuma tak suka cara membuat keputusan seenaknya. Kau tahu, masa dulu ospek memang jauh lebih keras. Salah dikit dijatuhi hukuman, kakak kelas bertingkah seenaknya sendiri, saat ditegur malah marah-marah gak jelas—"
"Jadi…" kata Arya memotong cerita Fahrizul.
"Jadi nikmati saja ospek ini," kata Fahrizul sambil mengacak-acak rambut Arya.
"Sialan!"