Ara merasakan kepalanya pusing yang sangat luar biasa. Dia sadar jika semalam dia memang terlalu banyak minum dengan Dena.
Tidak disangka jika mereka berdua sanggup minum begitu banyak. Banyak sekali beban yang ada di dalam hidup mereka sehingga mereka berdua melampiaskan dengan minuman dan mabuk bersama.
"Den, bangun! Jangan lupa hari ini kita ada kelas nanti siang." Ucap Ara sambil menepuk tangan yang melingkar di perutnya.
"Ayo bangun, Dena!" Ucap Ara sekali lagi dengan matanya yang masih terpejam.
Ada rasa kesal kepada Dena karena sahabatnya itu tidak mau bangun padahal mereka ada jadwal kuliah nanti siang.
"Heem...."
Mata Ara langsung membelalak lebar saat mendengar suara laki-laki. Dia terkejut karena semalam dia hanya bersama dengan Dena dan tidak ada laki-laki diantara mereka berdua.
Dengan perlahan Ara menolehkan kepalanya, jantungnya berdebar cukup kencang karena dia tidak tahu siapa yang sedang tidur di sebelahnya.
"Jie Rui?!" Pekik Ara sambil duduk dengan cepat.
"Awh!" Ara memegangi kepalanya yang terasa berat dan berputar-putar. Mabuk semalam membuatnya tersiksa pagi ini.
"Kenapa kamu berisik sekali sih? Aku masih ingin tidur." Ucap Jie Rui kesal.
"Kenapa kami di sini? Kemana Dena?" Tanya Ara dengan suara bergetar.
Jie Rui membuka matanya dengan kesal. Dia sama sekali tidak menyangka jika Ara secerewet ini.
"Kamu bisa diam tidak sih? Kepalaku pusing mendengar pertanyaan kamu yang banyak itu."
Ara menutup mulutnya rapat-rapat. Perasaan takut saat mendengar ucapan Jie Rui yang dingin.
"Teman kamu semalam aku titipkan kepada Wang Zeming. Aku tidak tahu dia membawanya kemana." Jawab Jie Rui akhirnya.
Ara tidak mengatakan apa-apa lagi setelah mendengar jawaban Jie Rui. Pikirannya hanya satu. Keberadaan Dena saat ini lebih penting dari segalanya untuk saat ini.
Ara mencari dimana tasnya berada. Matanya berkeliling tetapi tidak menemukan apa yang dia inginkan.
Ara membuka pintu dan keluar dari kamar yang semalam dia tempati. Mencari tasnya di ruang tamu dan seluruh ruangan tetapi dia tidak menemukan apapun.
Ara berlari lagi ke dalam kamar dengan cepat. Satu-satunya orang yang mengetahui keberadaan tasnya adalah Jie Rui sehingga mau tidak mau dia harus membangunkan Jie Rui lagi.
"Rui...." Panggil Ara dengan suara lirih.
Ara masih takut dengan Jie Rui meski pria itu mengatakan kalau mereka berdua akan menjalani hubungan ini dari awal lagi tapi keraguan Ara masih terlalu kuat.
"Rui...." Panggil Ara sekali lagi. Ara memberanikan diri menggoyangkan tangan Rui yang digunakan pria itu untuk menutupi matanya.
"Apa? Kamu tidak bisa ya meninggalkan aku tidur sebentar? Aku masih ingin tidur."
"Maaf. Aku hanya ingin tahu, tas ku ada di mana?" Tanya Ara lirih.
"Tas kamu ada di dalam kamarku. Oh iya, kalau kamu masuk ke dalam kamarku sekalian bersihkan belas muntahan kamu semalam."
Ara melotot. Dia muntah di kamar Jie Rui? Dengan cepat Ara berlari ke kamar Jie Rui sedangkan Jie Rui kembali melanjutkan tidurnya.
Harum tubuh Ara membuat Jie Rui betah berbaring di atas ranjang dengan menggunakan bantal bekas yang Ara pakai semalam.
Ara terkejut dengan pemandangan yang dia lihat kali ini. Kamar Jie Rui sangat berantakan dengan bau muntahan yang sangat menyengat.
Ara mengabaikan bau muntahan itu dan mencari tasnya. Ara ingin segera menghubungi Dena karena dia khawatir dengan keadaan sahabatnya itu.
"Kenapa tidak dijawab? Kamu ada dimana?" Tanya Ara pada dirinya sendiri setelah tidak ada respon dari ponsel Dena.
Ara meletakkan ponselnya lalu bergegas membersihkan kamar Jie Rui. Wajah Ara memerah menebak apa yang sudah mereka lakukan semalaman.
"Fokus Ara. Jangan memikirkan yang iya-iya." Ucap Ara sambil menepuk pipinya sendiri. Menyadarkan dirinya sendiri untuk segera sadar dan kembali melanjutkan semua pekerjaan membersihkan kamar Jie Rui.
Ara mulai membersihkan kamar Jie Rui. Membawa sprei yang terkena muntahannya dan dia masukkan ke dalam mesin cuci.
Sambil menunggu sprei selesai dicuci, Ara mengambil alat pel. Dia ingin melihat kamar Jie Rui kembali bersih dan sebisa mungkin tidak meninggalkan bekas perbuatannya.
Ara tersenyum senang saat pekerjaannya sudah rapi. Kamar Jie Rui sudah tidak bau dengan muntahan tetapi sekarang sudah harum dan juga bersih.
"Aku harus segera kembali nanti Dena mencari ku." Ucap Ara sambil mengemasi barang-barang yang baru saja dia gunakan untuk membersihkan kamar Jie Rui.
Ara berjalan dengan cepat dan melakukan semua yang baru saja dia ucapkan. Ara memilih segera pergi dari apartemen Jie Rui, dia merasa malu karena semalam mereka tidur bersama.
Ara keluar dengan cepat dari dalam apartemen Jie Rui tanpa membangunkan pria itu terlebih dahulu. Ara merasa malu jika membayangkan apa yang sudah mereka lakukan semalam.
Ara tidak tahu lagi bagaimana dia menghadai Jie Rui nanti. Mengingat Ara yang sudah muntah di kamar Jie Rui membuat pikiran Ara benar-benar kacau.
Kenapa Ara bisa berada di dalam kamar Jie Rui dan muntah di sana? Kapan dia bertemu dengan Jie Rui dan kenapa dia bisa kembali ke apartemen Jie Rui? Ara sempat bingung tapi sekarang yang menjadi tujuannya hanya satu, menghilang dari hadapan Jie Rui secepatnya.
Ara memanggil taksi online, dia tidak tau lagi harus melakukan apa. Bertemu dengan satpam apartemen yang memang mengenalnya saja wajah Ara sudah memerah karena malu.
Ponsel Ara berdering. Dena menghubunginya. Melihat siapa yang menghubunginya, Ara segera menggeser tombol di layar ponselnya yang berwarna hijau, menjawab panggilan dari Dena.
"Iya, Den. Kamu dimana? Tanya Ara langsung.
"Jemput aku di alamat yang baru saja aku kirimkan ke ponsel kamu. Cepat."
"Oke. Aku ke sana. Aku sudah ada di dalam taksi."
Ara menutup panggilan dan melihat alamat yang dikirimkan oleh Dena kepadanya. Alamat ini tidak terlalu jauh dari tempatnya sekarang dan juga sejalan jadi Ara langsung memberitahu kepada supir untuk segera menuju alamat Dena.
Ara takut ada sesuatu yang terjadi pada sahabatnya itu. Semalam mereka berdua mabuk dan tadi Ara sempat mendengar dari Jie Rui jika Dena bersama dengan Wang Zeming. Amankah Dena bersama pria play boy itu?
Di dalam hati Ara terus menerus berdoa. Semoga Dena baik-baik saja. Dia merasa bersalah karena semalam dia yang mengajak Dena minum sampai mabuk. Seandainya mereka tidak mabuk semuanya akan baik-baik saja.
"Pak, bisa lebih cepat sedikit? Teman saya sudah menunggu lama."
"Baik, Nona."
Perasaan Ara benar-benar buruk. Dia tidak tahu bagaimana keadaan Dena. Suara Dena tadi membuatnya merasa ada sesuatu hal yang ditakutkan terjadi.
Mata Ara melihat Dena di depan lobby. Ara membuka kaca mobil dan melambaikan tangannya kepada Dena.
Dena yang melihat Ara langsung lari ke arah Ara dan membuka pintu mobil dengan cepat. Tanpa aba-aba Dena memeluk tubuh Ara dan air matanya menetes.
"Aku tidur dengannya."