Ara selesai dengan kelasnya. Pusing sisa dari mabuknya semalam masih sangat dia rasakan membuat Ara ingin secepat mungkin memejamkan matanya saat ini.
"Den, kamu sudah tidak pusing?" Tanya Ara setelah mereka berdua keluar dari dalam kelas.
"Tidak. Aku minum pereda mabuk yang disiapkan Wang Zeming di meja. Sekarang aku baik-baik saja." Jawab Dena santai dan Ara menghentikan langkah kakinya.
"Dia menyiapkan semua itu untuk kamu? So sweet sekali?"
"Jangan memikirkan sesuatu yang tidak-tidak. Aku tahu di kepala kecilmu itu sudah ada sesuatu yang tidak aku sukai."
"Apa itu yang tidak kamu sukai?"
Dena mendengus. Ara benar-benar membuatnya tidak bisa berkutik. Temannya ini pintar sekali membuatnya merasa salah tingkah tetapi saat diajak bicara serius selalu tidak bisa diandalkan.
"Aku pagi tadi belum makan. Sekarang kita makan dulu sebelum ke tempat kerja kamu. Aku bisa mati saat diperjalanan kalau kamu tidak memberikan aku makanan." Ucap Dena dengan wajah memelas.
"Ck, bukannya kamu sendiri yang tidak mau makan tadi? Perutku masih terasa penuh."
"Itu perut kamu, bukan perut aku."
Dena menarik tangan Ara kembali ke kantin. Dia yang masih syok tadi pagi menolak makanan yang ditawarkan oleh Ara pagi tadi tapi ternyata perutnya tidak bisa diajak kompromi. Dia merasa lapar sekarang setelah memeras otak di dalam kelas tadi.
Mau tidak mau Ara menuruti apa yang Dena inginkan, dia tidak mau nanti selama diperjalanan ke cafe tempatnya bekerja, Dena terus meracau dan menyalahkan dia karena tidak makan dulu sebelum pergi.
Dena bisa tahan semuanya tapi dia paling tidak tahan lapar. Makanan dan perut kenyang adalah tujuan pertama dalam hidupnya jadi jangan pernah macam-macam dengan Dena jika wanita itu dalam keadaan lapar.
Ara dan Dena masuk ke dalam kantin, keduanya menyiapkan kartu yang biasanya digunakan untuk sistem pembayaran di kantin kampus mereka.
Suasana kantin yang selalu ramai di jak istirahat membuat mereka berdua mendesah pasrah. Pasalnya mereka harus menunggu dengan sabar karena mahasiswa lain sudah banyak yang mengantri makanan di depan counter makanan.
"Kamu mau makan sekalian?" Tanya Dena kepada Ara.
"Sekalian aja nanti biar bisa kuat saat bekerja."
"Oke kalau begitu,"
Mereka berdua kembali menunggu giliran sambil memainkan ponsel masing-masing. Keduanya asik membahas apa yang mereka lihat sampai-sampai mereka tidak menyadari kalau sudah ada dua orang yang mereka hindari sejak pagi.
"Kamu lihat dia? Dia tampan sekali dan juga pintar dance. Aku menyukai setiap gerakannya, dia membantuku belajar selama ini." Ucap Ara tuba-tiba sambil menunjukkan ponselnya kepada Dena.
Ara terlihat senang setelah melihat foto profil idolanya. Sejak awal Ara menjadikan idolanya ini sebagai dasar dia belajar dance.
"Iya, tapi dia tidak hanya bisa dance. Dia juga pintar menyanyi, memangnya kamu bisa menyanyi?"
"Ish, kamu ini kenapa suka sekali menjatuhkan aku seperti ini?"
"Karena kamu ketinggian. Sudah tahu kalau mau suka seperti apapun kamu tidak akan pernah bisa bersama dengan pria itu, masih saja senang lihat dia."
"Kan memang aku dan dia itu tidak dalam lingkup yang sama. Kalau aku bisa menjadi tunangannya, itu yang mustahil."
"Nah itu, kamu sudah tahu."
Ara menggulir bola matanya. Kesal dengan apa yang dikatakan oleh Dena meskipun apa yang dikatakan oleh Dena memang benar.
"Memangnya siapa idola Ara?"
Ara dan Dena melotot sambil berpandangan. Suara seseorang yang bertanya kepada mereka berdua terdengar seperti suara orang yang sedang dihindari oleh Ara.
Ara dan Dena menoleh secara perlahan dan berdoa di dalam hati mereka, berharap orang yang baru saja bertanya bukan orang yang sengaja mereka hindari.
"Jie Rui?"
"Wang Zeming?"
***
Tenggorokan Ara dan Dena terasa ada yang menyumbat. Keduanya terasa sangat sulit menelan makanan yang ada di depan mereka.
Tatapan Jie Rui dan Wang Zeming membuat mereka berdua terasa seperti terdakwa yang sedang menunggu hukuman mati.
"Kenapa tidak dimakan makanannya?" Tanya Jie Rui dengan nada dingin.
"Aku masih kenyang," Jawab Ara dengan suara bergetar.
Ara dan Dena tidak hanya merasa malu dengan dua orang yang ad adi depannya. Mereka juga merasa salah tingkah karena penghuni kantin menatap ke arah mereka dengan pandangan bertanya-tanya.
"Kalau sudah kenyang kenapa kamu membeli makanan itu? Cepat habiskan! Jangan menyisakan makanan sedikitpun."
Ara menatap ke arah Jie Rui dengan kesal. Ara lupa jika dia sedang menghindari Jie Rui setelah mendengar perintah pria itu.
Selama Ara dan Jie Rui bertunangan, baru beberapa hari ini pria itu banyak bicara. Biasanya mereka hanya bertatapan saja karena Jie Rui tidak pernah membiarkan Ara dekat dengannya.
"Kenapa sekarang kamu banyak ngatur? Aku mau melakukan apapun itu urusanku." Protes Ara tidak terima.
"Karena kamu tunangan ku."
"Tunangan?"
Ara dan Dena melotot terlebih Wang Zeming. Wang Zeming baru pertama kali mendengar tentang pertunangan Ara dengan Jie Rui setelah bertahun-tahun berteman dengan Jie Rui.
"Kalian berdua sudah bertunangan?" Tanya Wang Zeming tidak percaya.
"Iya."
"Tidak."
Jawaban Ara membuat Jie Rui melotot tidak suka. Jie Rui merasa kalau Ara memang sengaja menolak kembali menjalani semuanya dari awal lagi padahal Ara sudah menyetujui jika mereka akan memulainya dari awal.
"Kenapa kamu menjawab tidak? Mana cincin kamu?" Tanya Jie Rui marah saat melihat jari Ara tidak lagi tersemat cincin yang pernah dia pakaikan.
"Aku melepasnya dan lula dimana aku meletakkannya." Jawab Ara santai.
Ara kembali memasukkan makanannya ke dalam mulut dengan kesal. Dia mengabaikan mahasiswi lainnya karena kesal dengan sika semena-mena Jie Rui yang kembali terlihat.
"Tunggu dulu. Kamu selama ini sudah bertunangan dengan Ara? Benar begitu, Rui?" Tanya Wang Zeming memastikan.
"Heem," Jawab Jie Rui dan disambut dengan putaran mata Ara.
"Kalau kamu bertunangan dengan dia, kenapa selama ini kamu melayani Cheng Ling dan kamu mengabaikan tunangan kamu sendiri di depan umum bahkan sahabat-sahabat kamu tidak ada yang mengetahuinya?"
"Untuk apa aku memperkenalkan dia? Hubungan kami tidak sebaik itu dan bukan kewajiban untukku memperkenalkan dia ke lingkup kehidupanku."
"Gak usah berbelit-belit. Bicara saja kalau kamu memang tidak menyukai dan menolak pertunangan ini meskipun pertunangan ini sudah disepakati sejak kita kecil. Ngomong gitu saja apa susahnya sih?" Sahut Ara santai.
Hati Ara terasa ada sesuatu yang menindihnya, terasa sakit dan sesak saat dia mengatakan tentang kenyataan dibalik sifat Jie Rui kepadanya selama pertunangannya.
"Menolak pertunangan? Jadi kalian berdua tidan ada yang saling mencintai? Lalu sekarang hubungan kalian bagaimana?"
"Kami memutuskan untuk berpisah dengan baik-baik. Dia bisa kembali mengejar cinta pertamanya, Cheng Ling."
"Kamu ikhlas dia melakukan itu?" Tanya Wang Zeming penasaran.
"Mau apa lagi? Ikhlas ataupun tidak itu bukan sesuatu yang penting dalam hidupku saat ini. Aku sudah mencoba bertahan selama tahunan, bukan hanya hitungan hari. Aku rasa hatiku sudah membeku sejak lama."