" Pokoknya aku tidak akan pernah melepaskannya, dia milikku, dan akan selalu jadi milikku walaupun kau menentangnya sekalipun, " jawab Damian.
Plak....
Wanita itu menampar pipi sebelah kiri Damian.
Pemuda itu hanya terdiam menatap tajam sekaligus dingin kepada wanita dihadapannya itu.
Melihat pipi Damian memerah karena tamparannya, seketika wanita itu pun merasa bersalah.
"Dami maaf, aku tidak bermaksud untuk.... . "
"Lupakan, " ucap Damian lalu hendak beranjak pergi namun wanita itu menahan lengannya.
" Dami hentikan mengusik wanita itu, cukup sudah papa mengekangnya selama kita di Amerika dengan mengirim beberapa pengawal untuk mematai juga mengawasinya apa kau tidak kasihan padanya?"
"Aku dengannya sudah memiliki perjanjian tentu saja kami harus menepatinya, kau tahu aku tidak pernah melanggar apapun yang sudah diriku janjikan, selamanya dia wanita milikku yang akan aku nikahi nantinya" tegas Damian.
" Tapi Dami, apakah wanita itu memiliki prinsip yang sama denganmu?, yang ku lihat dia gadis baik yang hanya ingin menolong dan membantumu saja tidak lebih, tapi yang kamu dan ayah lakukan malah mengikatnya dengan perjanjian tak masuk akal itu!"
"Aku tidak peduli, " ucap Damian dingin.
"Damian please dengarkan kakak, kalau wanita itu benar menyukai dan mencintaimu aku maupun mama pasti akan turut mendukung, tapi...., "
"Akan kubuat dia mencintaiku, " potong Damian.
"Oke kau memang adik yang keras kepala, sekarang aku punya 1 pertanyaan untukmu, apa kau mencintai wanita bernama Lidza itu?" tanya wanita itu yang tak lain kakak Damian bernama Hazel.
Mendengar pertanyaan itu Damian terdiam sejenak, ia berpikir selama ini dia tidak tahu apa maksud mencintai itu karena saat ia membuat perjanjian dengan wanita bernama Lidza ia telah menutup hatinya dan tidak ingin berinteraksi lebih dengan wanita-wanita disekelilingnya semua hanya dianggap teman bahkan ia sedikitpun tidak menghiraukan gadis-gadis yang mencoba mendekatinya, baginya hanya Lidza lah yang pantas untuk dekat juga mendampinginya, yang berarti ia tidak pernah merasakan yang namanya jatuh cinta.
"Dami apa kau mencintai Lidza?" Hazel kembali mengulang pertanyaannya.
" Aku tidak tahu. " jawab Damian singkat.
Hazel hanya tersenyum kecut mendengar jawaban adik satu-satunya itu.
" Kau tahu arti dari jawabanmu itu Dami?"
"Kak sebenarnya apa yang ingin kau katakan, jangan menyuruhku menjawab pertanyaanmu, karena sungguh aku tidak paham maksudmu itu, " ucap Damian jengkel.
"Yang kau lakukan saat ini hanyalah sebuah obsesi karena dialah wanita pertama yang memperhatikanmu juga memotivasi mu untuk kembali ke kodratmu sebagai pria, mungkin itu bukan karena kau mencintainya melainkan hanya ingin memiliki nya saja. Kau mungkin menganggap dirinya sosok kakak yang kamu inginkan juga kagumi, karena dulu aku sebagai seorang kakak begitu cuek dan tidak peduli padamu, " Hazel menjelaskan.
"Maksudmu aku hanya haus kasih sayang dari seorang saudara sepertimu sehingga aku begitu terobsesi karena perhatiannya yang begitu memotivasiku untuk berubah?" tanya Damian.
"Mungkin, " Hazel menganggukkan kepalanya.
Damian pun kembali terdiam dirinya mulai merasa ragu, mungkinkah yang diucapkan kakaknya itu benar apakah perasaan rindu dan sayangnya selama ini hanya karena dirinya bahagia akhirnya ada seseorang selain keluarga nya yang begitu perhatian juga menyayanginya disaat ia memang kurang mendapatkan hal itu karena kesibukan ke dua orang tuanya juga ke tidak pedulian Hazel kakaknya. Damian segera menepis pikirannya itu lalu memutuskan kembali ke prinsipnya, tak peduli itu cinta atau bukan yang terpenting dirinya dan Lidza sudah terikat dengan perjanjian itu.
"Aku pulang kak, " pamit Damian.
"Dami apa kau tetap ingin melanjutkan hubungan tak masuk akal itu?"
"Aku sudah dewasa, biarkan aku mengurus urusanku sendiri, jangan pernah ikut campur, " tegas Damian berlalu pergi.
"Tapi Dami.... . "
Damian sudah berjalan menjauh, ia tidak ingin mendengarkan ocehan kakaknya itu baginya apa yang sudah menjadi miliknya sebisa mungkin harus dipertahankan walaupun dia tidak tahu apakah itu hanya sebuah obsesi atau cinta ia akan berusaha untuk mencintai dan dicintai.
Hazel yang melihat kekeras kepalaan adiknya itu hanya bisa menghembuskan nafas kasar.
"Sulit sekali menyadarkan Damian juga papa. Kalau wanita itu sampai mengetahui mengapa selama ini tidak ada satu priapun mendekatinya karena ulah papa, apakah dia akan membenci adik dan ayahku itu, " gumamnya.
Sosok cantik dan kaya raya itupun menatap nanar pintu apartemen wanita malang yang telah berurusan dengan keluarganya itu, tak lama ia pun berbalik pergi meninggalkan apartemen tersebut.
Sedangkan didalam apartemen setelah membersihkan dirinya dan berganti pakaian tidur Lidza segera merebahkan tubuhnya diatas kasur netranya menatap langit-langit, saat ini pikirannya benar-benar sedang dipenuhi dengan kejadian kecupan singkat bocah SMA itu.
"Dasar bocah g*la sint**g bisa-bisanya dia..., " Lidza tidak menyelesaikan ucapannya, pipinya kembali merona merah.
"Sadar Lidza sadar, astaga ibu anakmu ini sepertinya harus segera mendapatkan pacar, kalau tidak aku bisa benar-benar menerima bocah itu menjadi kekasihku karena tidak ada pilihan lain, entah mengapa setiap ada seorang pria yang mendekatiku ataupun menyatakan cintanya padaku sebelum aku menjawab, mereka tiba-tiba mengabaikanku bahkan ada yang seolah hilang ditelan bumi." keluh Lidza.
"Beginikah rasanya dicium seorang pria, aku sungguh....ish, " Lidza segera menenggelam kan wajahnya di bantal ada rasa suka sekaligus malu.
" Ya ampun baru juga pipi yang dicium, gimana kalau..., " Lidza menyentuh bibir dengan jarinya lalu tersipu malu.
"Au ah.... malu... malu ish, dasar jomblo sejati begini nih, mending tidur, " gumamnya lagi.
Lidza memaksakan untuk menutup matanya, awalnya sulit namun akhirnya ia terlelap karena memang tubuhnya sudah lelah dengan aktivitas seharian ditambah pertemuan tak terduga dengan Damian bocah yang sempat dilupakannya.
Sinar sang fajar menyeruak masuk diantara celah jendela berhasil mengusik ketenangan pemuda tampan sejuta pesona dari tidurnya, matanya mengerjap beberapa kali hingga akhirnya terbuka dengan kesadaran penuh.
Damian pun segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, lalu bersiap-siap untuk berangkat sekolah hari ini ujian kelulusan sudah dimulai.
Setelah selesai berpakaian seragam putih abu, Damian melangkah keluar kamar lalu menuruni anak tangga segera menuju meja makan disitu papa mama juga Hazel kakanya sudah menunggu dirinya.
"Pagi pa ma, " sapa Damian lalu duduk di sebelah Hazel kakaknya.
"Pagi, " jawab Elon.
"Pagi sayang, hari ini mama dan Mia memasak makanan kesukaanmu karena kau akan mengikuti ujian jadi harus makan banyak biar bisa konsentrasi saat ujian nanti, " ucap Barbara dengan senyuman.
"Terimakasih ma, " ucap Damian singkat lalu duduk di sebelah Hazel tanpa menyapanya begitu juga sebaliknya.
Elon melihat ketegangan diantara putra dan putrinya itu, ia pun menatap keduanya.
"Dami Hazel ada apa?" tanyanya
Elon melihat Hazel yang tertunduk diam, sedangkan Damian memasukkan sesuap nasi kedalam mulutnya dengan wajah datar.
"Apa yang terjadi dengan kalian berdua, apa ada masalah?" tanya Elon lagi.
Tapi tetap tidak mendapat jawaban dari keduanya, ia hanya bisa menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Oke papa tidak akan bertanya lagi, kalian berdua sudah dewasa jadi kalau ada masalah selesaikan dengan kepala dingin, " ucap Elon akhirnya menyerah.
"O ya Dami, bagaimana pertemuanmu dengan Lidza kemarin?" tanya Elon.
Belum sempat Damian menjawab, Barbara menyelanya dengan rentetan pertanyaan.
"Apa!!, kemarin kau bertemu dengan wanita itu Dami, apa dia mengingatmu lalu apa yang kalian lakukan semalam?, pantas saja kau pulang cukup malam. "
"Aku menagih perjanjian itu dan aku memintanya menjadi pacarku. " jawab Damian .
"Lalu ia tidak mau mengakui malah mengatakan ke orang lain kau itu adiknya, " Hazel menyela.
" Benar itu Damian?" tanya Barbara.
Pria itu hanya terdiam.
Elon menatap dengan iba putranya, ia tahu penderitaan yang dialami Damian saat melakukan pengobatan dan penyembuhan trauma nya itu, beberapa kali Damian hampir menyerah karena ternyata teman laki-lakinya di Amerika tidak jauh berbeda, mereka memusuhi bahkan suka meledek perawakan Damian yang terbilang kecil saat itu, sehingga ia hanya merasa nyaman bermain dengan teman-teman wanita, namun karena perjanjian itu ia memutuskan untuk menyendiri dan hanya fokus belajar karena takut keinginan untuk menjadi seorang wanita didalam dirinya muncul kembali, segala bela diri bahkan olahraga pria yang bisa membentuk tubuhnya yang atletis juga berotot rutin dilakukannya demi menjadi seorang pria dewasa yang disukai sang kakak pujaannya itu, siapa sangka wanita itu ternyata menolak putranya itu.
"Dami tinggalkan wanita itu, ibu sudah mendapatkan seorang gadis yang sepantaran denganmu, tentunya lebih cocok daripada wanita yang jauh lebih tua, " ucap Barbara tiba-tiba.
"Apa maksudmu ma?" tanya Elon.
"Kemarin aku ada bertemu dengan teman lamaku Sidney pa, ia sedang bersama putrinya bernama Sierra kebetulan ia sekelas dengan putra kita katanya, ia mengaku begitu menyukai Damian hanya saja putra kita ini tidak pernah menanggapinya. Bagaimana kalau kamu pacaran dengan Sierra saja anaknya cantik, ramah, dan sopan loh, " Barbara tersenyum.
"Tidak!!, sampai kapanpun aku tetap mengingini kak Lidza untuk jadi pacarku juga istriku nanti, " tegas Damian lalu segera beranjak pergi.
"Dami... Damian, mama belum selesai bicara!!" Teriak Barbara marah.
"Pa lihat betapa keras kepalanya anak itu, memangnya apa kelebihan wanita bernama Lidza itu, sehingga Damian begitu terobsesi dengannya!" ucap Barbara dengan raut wajah kesal.
"Lidza gadis cantik dan juga baik papa setuju dengan keputusan Damian, papa berangkat dulu ma, " ucap Elon berdiri menghampiri lalu mengecup istrinya lembut dan melangkah pergi.
Barbara tercengang mendengar pernyataan Elon suaminya itu, lalu ia menatap Hazel putrinya.
"Hazel ini tidak bisa dibiarkan kita harus segera menjauhkan wanita itu dari adikmu, biarpun perjanjian itu yang bisa memotivasi Damian untuk berjuang dalam menyembuhkan kelainan juga traumanya, cukup berikan dia uang berapapun yang wanita miskin itu minta untuk membalas pertolongan nya. O ya apa kau sudah mulai menjalankan rencana yang kita buat?" tanya Barbara.
" Iya, " jawab Hazel singkat.
"Rencana itu harus berhasil, mama serahkan padamu, " Barbara menunjukan seringai di bibirnya.
Bersambung....
Suka itu ? Tambahkan ke perpustakaan!
Hadiah Anda adalah motivasi untuk kreasi saya.
Beri saya lebih banyak motivasi! Punya ide tentang ceritaku? Beri komentar dan beri tahu saya.