Setelah penyataan Damian yang membuat syok semua mahkluk hidup yang berada di ruangan tempat Lidza dirawat, Dareanto pun segera menarik lengan keponakannya itu keluar lalu menuju ruangannya, namun sebelum itu dia menyempatkan diri untuk menyuruh para dokter yang mengikuti nya kembali keruangan masing-masing, termasuk para pengawal yang di bawa Damian disuruhnya pergi, sehingga sekarang dalam ruangan itu hanya tersisa 3 pasien, beberapa perawat dan kerabat yang menunggu termasuk Lidza dan Naomi.
Tak lama terdengar bisikan-bisikan bahkan celetukan yang tidak mengenakan di telinga Lidza dari para pasien, dan kerabat yg bertugas menunggui masing-masing pasien, sedangkan para perawat hanya terdiam dalam pikiran masing-masing tanpa berani mengungkapkannya dikarenakan yang digosipkan itu adalah anak dari salah satu pemilik rumah sakit ini.
Peraturan yang ketat di rumah sakit milik keluarga Warren itu membuat mereka tidak akan berani leluasa bergosip ria kecuali mereka mau kehilangan pekerjaannya dan dibuat hidup segan mati tak mau oleh keluarga dari ibu Damian yaitu Barbara Warren.
"Dilihat dari pakaiannya wanita itu seperti pegawai kantoran, apa gak salah pacaran sama anak SMA ckckck dunia memang sudah menuju akhir zaman sepertinya, " cibir seorang ibu salah satu pasien yang berada 1 ruangan dengan Lidza.
-Siapa juga yang mau pacaran sama tuh bocah, kalau bukan karena perjanjian s*alan itu udah pasti ku tolak mentah-mentah, kayaknya mulut tuh bocah lain kali ku sumpel aja kali ya pake lap pel biar gak umbar-umbar kemana-mana. (batin Lidza berteriak kesal)
"Jadi inget sama salah satu ar**s yang juga pernah menjalin hubungan dengan pria lebih muda 15th ada juga yang terpaut 20th, kalau dilihat sih usia mereka berdua sepertinya tidak terpaut terlalu jauh lihat wajahnya masih mungil gitu cantik lagi, masih cocok lah, " akhirnya ada salah satu pasien yang membela.
-Hehehe, ternyata punya wajah mungil n imut gini ada gunanya juga ya tapi tetep aja gak boleh, wah bu jangan ngejerumusin saya juga dong tetep dari segi usia kita ini memang tidak bisa bersanding. (batin Lidza lagi).
Wanita yang sedang dibicarakan itu hanya bisa mengumpat juga berbicara dalam hati, karena untuk mengungkapkannya Lidza tak berani, ia harus berusaha sebisa mungkin untuk tidak memicu keributan apapun yang akan berakibat buruk pada pekerjaannya nanti, karena wanita itu sangat membutuhkan pekerjaannya saat ini untuk mengumpulkan pundi-pundi uang.
"Maaf ya bu ibu, temen saya ini pasti punya alasan sendiri, lagian zaman sekarang mah bebas bu asalkan ke duanya suka dan cinta apalagi kalau kedua orang tua mereka setuju gak masalah sampe ke pelaminan juga, " tiba-tiba Naomi yang sempet syok akhirnya buka suara.
"Ih sorry ya kalau saya yang jadi ibu dari anak SMA itu sampai kapanpun gak bakalan restuinlah, sama aja kita nikahin adik laki-laki sama kakak perempuannya, cocokan juga sama putri saya ini masih muda, cantik, seumuran lagi," jawab sang ibu salah satu pasien, yang memang saat pertama kali melihat Damian masuk ke ruangan itu sudah terpesona dengan ketampanannya bersama sang putri tercintanya itu. Eh ternyata ada udang dibalik bakwan ya bu.
"Lah situ emang ibunya tuh bocah apa kok nyolot bener bu!, lagian temen saya ini masih muda usianya baru 25 tahun dan jauh lebih cantik kali daripada anak situ, " jawab Naomi gak kalah nyolot.
"Apa!!! maksudmu putriku jelek?" Sang ibu yang sedang menemani putrinya itupun berdiri melotot sembari bertolak pinggang.
Naomi tak mau kalah ia pun hendak maju menghampiri ibu itu namun seseorang menarik lengannya kebelakang.
"Maaf ini rumah sakit, tolong kalau kalian ingin bertengkar sebaiknya keluar ruangan karena mengganggu pasien lainnya, " akhirnya salah satu perawat berusaha melerai mereka.
Naomi pun kembali ke sisi ranjang Lidza, sedangkan ibu itu kembali duduk disamping putrinya.
"Dasar anak zaman sekarang memang kurang didikan, tidak tahu sopan santun sama orang tua, " gerutu ibu itu.
Mendengar gerutuan ibu itu, Naomi hendak membalas ucapannya namun Lidza keburu menyela lalu menarik lengannya.
"Na udah ini dirumah sakit, aku sudah baik-baik saja lebih baik kita pulang aja ya?" ucap Lidza sembari menggenggam lengan sahabat terbaiknya itu.
Naomi pun hanya bisa mengangguk pelan dan menahan kekesalannya.
-Daripada makin panjang lalu diusir pihak rumah sakit lebih baik tidak membalas perkataan ibu nyolot satu itu gak kelar-kelar nanti, secara tuh di atas bibirnya ada tahi lalat cukup besar pasti bawel banget. Jangan-jangan tuh putrinya sakit gegaran diocehin tiap hari kali sama emaknya yang mulutnya bak mercon. (batin Naomi).
"Suster saya sudah merasa sehat, apakah saya boleh pulang sekarang?" tanya Lidza ke perawat yang berusaha melerai tadi.
"Dokter bilang anda sudah bisa pulang, cairan infus juga sudah masuk keseluruh tubuh anda, wajah anda juga sudah tidak pucat lagi, tapi tetap harus diistirahatkan dirumah biar cepat pulih ya mba, " ucap perawat itu ramah sembari mencabut selang infus yang berada di lengan Lidza.
"Aku keluar urus pembayaran dulu ya Dza, " ucap Naomi.
"Na..., " panggil Lidza.
Naomi pun menghentikan langkahnya yang hendak keluar ruangan.
"Ada apa Dza? " tanya Naomi.
"Ini bawa atmku untuk membayar biaya perawatan ku dirumah sakit ini, " ucapnya sembari menyodorkan sebuah kartu.
"Gak usah Dza kamu dapet kompensasi dari pak Moren, berhubung kejadian kamu pingsannya di kantor katanya itu sudah jadi tanggung jawab beliau selaku pimpinan perusahaan, asisten Berto tadi meneleponku sebelum kamu sadar. Baik banget kan pimpinan tampan kita itu, ah aku jadi makin ingin mendekatinya pasti sangat bahagia memiliki kekasih seperti pak Moren ya Dza?" Naomi tersenyum genit sekaligus bahagia entah khayalan apa yang ada dibenaknya saat ini.
"Huh gadis sekarang centilnya luar biasa, pake ngehayal mau dapetin seorang pimpinan perusahaan lagi emang ada yang minat sama wanita bar-bar kayak gitu," celetuk seseorang, yang tak lain dan tak bukan si ibu bertahi lalat diatas bibirnya itu, ternyata dari tadi ia kepo dan terus mencuri dengar pembicaraan keduanya.
"Yaelah nih ibu satu, mulutnya kudu di ruqiyah sepertinya biar gak suka nyinyirin orang terus, untung diriku ini wanita sabar nan elegan," gumam Naomi sembari mengurut dadanya dengan telapak tangan kanannya berusaha meredam emosinya.
-Hello yang tadi adu mulut bahkan hampir berantem sama tuh ibu siapa ya? untung saja seorang perawat segera melerainya kalau tidak di jamin nih ruangan bakalan terserang gempa karena ulahnya.(batin Lidza)
Lidza melirik temannya itu sekilas lalu menggeleng pelan kepalanya, dia heran dengan tingkah sobat satunya itu dan berpikir kalau sampai ada seorang pria yang bertahan dengan segala ke absurdan juga ke bar-baran sobatnya itu, fix pria itu sudah pasti juga memiliki keanehan didalam dirinya yang tidak beda jauh dengan Naomi.
*****
Di sebuah ruang kepala dokter rumah sakit.
"Damian mengapa kau mengakui wanita itu pacarmu dihadapan semua dokter, pasien, juga perawat diruangan itu? apa kau tahu kalau perbuatanmu ini sangat merusak nama keluarga Warren!" ucap Dareanto.
"Maksud paman??"
"Dami, papa dan mamamu sudah menceritakan semua tentang perjanjian kau bersama wanita bernama Lidza itu, dia memang sangat berjasa dalam penyembuhanmu paman juga sangat bersyukur wanita itu peduli denganmu, hanya saja apa kau tidak berpikir mungkin saja wanita itu sengaja mendekatimu dan ingin memanfaatkanmu karena dia tahu kau satu-satunya putra penerus keluarga Bonaventura, memang kelihatan seolah dia tulus tapi hati orang siapa yang tahu!"
"Langsung saja ke intinya paman, apa maksud dari perkataan paman?"
"Jauhi dia Dami, dari segi usia bahkan derajat wanita itu tidak setara denganmu, hidup keluarganya sangat miskin!"
"Aku tidak peduli akan hal itu paman, aku bisa membiayai hidupnya dan seluruh keluarganya, memang sudah seharusnya seorang pria yang menanggung itu semua. "
"Kau ini... hah," Dareanto menghembuskan nafasnya.
"Apa kau tahu kalau wanita itu membiayai kuliahnya dengan menggadaikan pembe....! "
Tok... tok... tok
Terdengar suara ketukan pintu, memotong pembicaraan Dareanto.
"Masuk, " ucap Dareanto.
Tak lama seorang perawat wanita pun masuk,
"Maaf tuan, waktunya anda pergi memeriksa tuan Dorf Lauders dirumahnya, barusan asisten nya menelepon kondisinya agak sedikit lemah, " ucap perawat bernama Vita.
"Oh ya tentu saja, aku akan segera pergi memeriksanya, tolong persiapkan alat-alat yang kuperlukan Vita. "
"Baik tuan, " perawat Vita pun segera masuk ke ruangan dan segera memasukkan segala peralatan kedokteran yang diperlukan kedalam 1 tas milik kepala rumah sakit.
"Dorf Lauders yang dimaksud, apakah pemilik perusahaan Lauders Company yang terkenal itu, termasuk pemegang saham terbesar ke 2 rumah sakit ini setelah ayah?"
"Betul sekali Dami, maka dari itu paman yang harus turun tangan sendiri untuk menangani penyakitnya, kita akan berbicara lagi nanti paman harus berangkat sekarang. O ya sebaiknya kau segera pulang menenangkan ibumu, setelah tadi paman meneleponnya bercerita tentang pengakuanmu didepan beberapa dokter, juga perawat sepertinya ibumu cukup syok, pulanglah segera menemuinya!" ucap Dareanto lalu segera melangkahkan kakinya keluar ruangan.
Tak lama setelah pamannya pergi, Dami pun segera beranjak pergi keluar ruangan itu melewati lorong dan menuju kamar yang ditempati Lidza tadi namun saat masuk sang kakak tercintanya itu sudah tidak ada diruangannya.
Melihat Damian yang sedang bingung mencari-cari Lidza, si ibu bertahi lalat diatas bibirnya itupun segera menghampirinya.
"Nak kamu sedang mencari wanita muda itu ya?" tanyanya dengan seramah mungkin.
Damian segera menatap ibu itu dengan tatapan dingin namun memukau membuat ibu itu tertegun.
"Ya, apa anda tahu dimana dia?" ucapnya dengan nada so cool.
"Oo itu saya tidak melihatnya karena keluar sebentar, tapi putri saya pasti tahu mari nak kesini perkenalkan ini putri saya bernama Cherry kalian satu sekolah loh karena seragammu sama dengan milik putriku, " ucap ibu itu.
Damian segera ikut menghampiri ranjang yang diarahkan, saat melihat Damian datang sang gadis yang terbaring segera duduk dan berusaha memperlihatkan senyuman manisnya, ia mencoba menenangkan perasaannya. Saat ini jantungnya sedang melompat-lompat seolah mau keluar.
"Kak Dami apa kabar?" ucapnya tiba-tiba.
Kedua alis Damian mengerut, gadis itu ternyata mengenalnya siapakah dia???
Bersambung.....
Suka itu ? Tambahkan ke perpustakaan!
Hadiah Anda adalah motivasi untuk kreasi saya.
Beri saya lebih banyak motivasi! Punya ide tentang ceritaku? Beri komentar dan beri tahu saya.