" Dami maaf ka.. ka-lung i-tu..., "
Tok... tok... tok
Terdengar ketukan dari pintu apartemen wanita itu.
Lidza pun akhirnya bisa bernafas lega, akhirnya dia punya alasan untuk menghindari pertanyaan tentang kalung itu.
" Seperti nya ada tamu aku buka pintu dulu ya," ucap wanita itu bergegas pergi meninggalkan Damian.
Cklek...
Saat Lidza membuka pintu terlihat sosok wanita muda yang memiliki wajah cantik dan postur tubuh ideal bak model sedang berdiri sembari membawa puding dikedua tangannya.
" Hey tetangga aku ingin memberikan puding ini, perkenalkan namaku Yuri baru pindah ke sebelah apartemenmu semoga kita bisa bertetangga dengan baik, " ucapnya ramah sembari tersenyum manis.
-Cantik sekali wanita ini sepertinya sepantaran denganku, benarkah dia tetangga baruku? kelihatan dari penampilannya seperti putri orang berada, tapi kenapa bisa pindah ke apartemen murah ini, atau mungkin....., ah sudahlah bukan urusanku. (batin Lidza).
"Hello tetangga hellooo..., " ucap Yuri menyadarkan Lidza dari lamunannya.
" Eh iya hey saya Lidza. "
" Boleh aku masuk, tanganku cukup pegal memegang puding ini, " ucap Yuri.
" Oo iya maaf, silakan masuk Yuri, " Lidza mempersilakan tetangga barunya itu untuk masuk.
Yuri pun segera masuk kedalam, dan saat itu juga tatapannya bertemu dengan tatapan Damian, ke duanya tidak saling berbicara namun saling memberikan tatapan dingin.
Lidza menyadari hal itu,
" Apa kalian saling mengenal?" tanya Lidza heran.
" Oh tidak, siapa pemuda tampan ini apakah dia... . "
" Adik... adik saya, " Lidza menimpali dengan berbohong, ia takut kalau disangka berbuat hal yang iya iya karena hanya berdua dengan seorang pria, apalagi bocah SMA di dalam apartemennya.
Yuri kembali menatap Damian satu alisnya terangkat.
" Benarkah?" Yuri memberikan tatapan seolah bertanya kepada pemuda dihadapannya itu.
Damian hanya terdiam menatap tajam Yuri, ia menunjukkan wajah coolnya yang malah terlihat sangat tampan dimata Lidza.
-Keren banget nih bocah. Astaga Lidza sadar woi sadar, emang nih bocah gak bisa dianggap remeh pesonanya bikin aku hampir kehilangan akal sehat kalau terus memandangnya. (batin Lidza).
"Maaf Yuri aku tidak punya sofa ataupun kursi, jadi duduk di karpet tidak apa-apakan ya?" tanya Lidza.
-Seumur-umur aku tidak pernah duduk di lantai, miskin amat sih nih cewe tapi apartemennya cukup rapi biarpun hanya ada beberapa benda. (batin Yuri).
Yuri hanya diam tidak menjawab, netranya terus berkeliling melihat seluruh isi ruangan tetangganya itu.
" Yuri.... . " panggil Lidza
Wanita itupun segera tersadar saat mendengar Lidza memanggilnya.
" Eh iya maaf, kamarmu sungguh rapi ya, " ucap Yuri, iapun segera melangkah mendekati meja kecil untuk duduk disebrang Damian lalu menaruh puding diatas meja itu.
" Hello ganteng perkenalkan namaku Yuri, " ucapnya.
Namun pria itu tidak membalas sapaannya melainkan membuang mukanya.
Lidza melihat hal itu segera melangkah dan turut duduk.
" Namanya Damian, dia memang pendiam terutama dengan orang yang baru ia kenal, jadi maaf ya Yuri, " ucap Lidza.
" Oo It's ok, itu sudah biasa, " ucap Yuri.
" Hah sudah biasa, maksudnya?" Lidza tidak mengerti apa maksud dari kata-kata tetangga barunya itu.
" Ah maksudku sudah biasa kalau pria tampan tuh memang seperti itu dengan wanita yang baru dikenalnya, " Yuri tergagap.
-Ish hampir saja, nih mulut ampun dah. (batin Yuri).
" O ya, berarti adikmu ini tinggal bersamamu disini?" tanya Yuri.
" Tentu saja tidak, ia akan pulang nanti kembali kerumahnya mana mungkin kami ber....," ucap Lidza terpotong lalu dirinya tersadar hampir keceplosan.
" Loh kok kembali kerumahnya, memang kalian punya apartemen masing-masing?" Yuri kembali bertanya.
" Bukan begitu kami.... ."
" Bukan urusan mu!" ucap Damian ketus memotong ucapan Lidza.
" Wow, adikmu ini cukup galak juga ya, " Yuri memberikan tatapan tajam ke Damian begitupun sebaliknya.
Lidza meringis ngeri menyaksikan tatapan ke duanya seolah mengeluarkan aliran listrik berkekuatan tinggi.
-Ada apa dengan ke dua orang ini?, baru bertemu saja seolah sudah mengibarkan bendera perang. (batin Lidza).
Merasa suasana disekitarnya mulai membeku karena sifat dan tatapan dingin pria juga wanita dihadapannya, Lidza pun berinisiatif mencairkan suasana.
" Ahahaha mari kita makan puding bersama-sama, sebentar aku ambilkan sendok dan piring, " Lidza hendak beranjak.
" Tidak Perlu!!!" ucap keduanya serempak membuat Lidza kaget setengah mati sehingga ia kembali meletakkan bok*ngnya diatas karpet.
" Baiklah sepertinya aku harus segera kembali ke apartemenku karena masih banyak yang perlu aku rapikan lagipula adikmu ini sepertinya tidak menyukaiku berada disini, " ucap Yuri akhirnya lalu beranjak dari duduknya.
" Maaf atas perlakuan Damian ya Yuri, O ya kalau kau butuh bantuan tidak perlu sungkan meminta bantuan kepadaku, kuharap kita bisa menjadi tetangga yang baik, " Lidza turut beranjak dan mengikuti Yuri yang sudah melangkahkan kakinya menuju pintu.
" Tidak apa-apa, aku berterima kasih atas tawaran bantuanmu tapi aku bisa merapikannya sendiri karena hanya sedikit barang, " Yuri tersenyum.
Lidza pun menemani Yuri sampai kedepan pintunya.
" Bye and good night tetangga, " ucap Yuri.
Setelah dilihat tetangganya itu sudah masuk kedalam unit apartemennya, Lidza pun menutup pintunya lalu kembali kedalam.
Saat dilihatnya Damian masih duduk setia ditempatnya semula, Lidza menghampirinya lalu duduk persis di sebrang pria itu.
" Dami apa kamu mengenal Yuri?" tanya Lidza.
" Tidak, " ucap Damian singkat.
" Lalu mengapa aku melihatnya seolah kalian sudah saling mengenal lama?" Lidza menatap curiga.
" Kak apa kau malu memiliki pacar sepertiku?" tanya Damian mengalihkan pembicaraan, tatapannya begitu dingin tidak ada kelembutan seperti saat pertama bertemu dengannya tadi.
" Loh kok kamu bisa bertanya seperti itu?" Lidza mulai merasa gugup.
" Karena kakak tadi memperkenalkanku dengan mengatakan kalau aku ini adikmu, bukan pacarmu!" jawab pria itu, terlihat kekesalan diwajahnya.
" Maaf Dami aku... . "
" Kak kau tahu bagaimana aku menjalani hidupku setelah kita bertemu dan membuat janji itu?, aku selalu menjaga diriku juga hatiku hanya untuk kakak seorang, aku melewati pengobatan demi pengobatan yang cukup menyakitkan hanya supaya aku bisa menjadi seorang pria yang pantas untuk dirimu tanpa dibayangi trauma masa laluku, " ucap Damian merasakan sakit saat mengingat perjuangannya selama 8 tahun ini, namun wanita dihadapannya ini seolah malu memperkenalkan dirinya sebagai pacar.
" Aku selalu mengingat dan merindukanmu setiap melihat perjanjian yang terpampang di kamarku, setiap hari diriku menahan sakit fisik karena pengobatan dan sakit dalam hati karena harus menahan rinduku padamu, " ucapnya lagi.
Damian beranjak lalu menghampiri Lidza dengan menekuk lututnya, ia mencengkram lembut pundak wanita itu dan memutarnya, sehingga saat ini mereka sudah saling berhadapan jarak keduanya cukup dekat.
Netra Damian memancarkan kelembutan, ada perasaan yang membuncah dalam hati Lidza ia cukup terharu mendengar perkataan juga tatapan lembut bocah tampan dihadapannya itu.
"Kak boleh aku menciummu, "
" A-apa!" Lidza terbelalak kaget.
" Dami i-itu..., " Lidza tergagap.
Cup..
Tanpa menunggu jawaban dari wanita dihadapannya, Damian sudah mendaratkan bibirnya tepat di pipi Lidza.
Wanita itu lemas tak berdaya, selama ini tidak ada seorang pria manapun menciumnya walaupun hanya sekedar di pipi ataupun di dahinya kecuali ayahnya saat ia masih balita, karena memang ia jomblo sejati.
" Dami kau.... . "
" I miss you so much baby, " ucap Damian tersenyum memperlihatkan lesung pipitnya.
Lidza tercengang mendengar perkataan juga senyum sejuta pesona bocah SMA itu, ia memegang dadanya karena seketika jantungnya bertalu-talu, rona merah di pipinya pun muncul.
" Aku pulang ya kak, good night, "
Damian beranjak pergi meninggalkan Lidza yang masih terduduk lemas tak percaya, sejenak wanita itu kehilangan akal sehatnya karena kecupan spontan dari bocah itu.
" Astaga naga, oh jantung kau sungguh mengkhianatiku, " gumam Lidza masih belum sadar kalau Damian sudah melangkah pergi ke arah pintu.
Wanita itu baru tersadar saat mendengar tutupan pintu apartemennya.
" Eh Dami..., " Lidza melihat sekeliling ruangannya dan baru tersadar kalau Damian sudah tidak ada.
" Dasar bocah semprul, udah main cup.. cup eh ngilang begitu aja dasar tuy*l, " ucap Lidza kesal.
Damian berbelok hendak menuju lift, namun seorang wanita cantik menghadang langkahnya.
" Kau sungguh pria bodoh Dami, wanita itu saja tidak mau mengakui engkau sebagai kekasihnya, apa kau yakin akan hidup dengan wanita itu seumur hidupmu?" geram sang wanita, terlihat ke tidak senangan di wajahnya.
" Pokoknya aku tidak akan pernah melepaskannya, dia milikku, dan akan selalu jadi milikku walaupun kau menentangnya sekalipun, " jawab Damian.
Plak....
Wanita itu menampar pipi sebelah kiri Damian.
Bersambung....