Tubuh wanita itu membeku ditempat, wajah cantiknya berubah pucat pasi.
" Dia kem-ba-li, dan ber-hasil me-nemukanku" gumamnya.
"Kak mengapa kau tidak memberitahukanku atau keluargaku kalau sudah tidak bekerja di salon itu, saat kutanya pemilik salon ia mengatakan tidak mengetahui kau kerja dan pindah kemana karena sejak kepergianmu dari salonnya sudah tidak mendengar kabar tentangmu ataupun berkomunikasi dengannya, bukankah kau ponakan miss Jane mengapa dia tidak bisa mengetahui keberadaanmu?!" Tanya Damian mengerutkan alisnya sedikit curiga.
-Tentu saja miss Jane melakukan itu untuk melindungiku supaya keluargamu tidak mencariku, kepergianku dari salonnya memang untuk menjauh juga menghindari keluarga Bonaventura terutama dirimu, namun ternyata benar yang dikatakan miss Jane bagaimana pun diriku bersembunyi kalian pasti akan menemukanku, sungguh keluarga mengerikan. (batin Lidza).
"Kak, apa kau sengaja menghindariku?!" tatapan Damian berubah tajam.
-Nih anak hebat juga intuisi nya, jangan sampai diriku membuatnya marah atau keluarga Bonaventura akan membuatku dan keluargaku juga miss Jane sengsara. (batin Lidza).
" Hahaha, maaf Dami waktu itu aku ingin memberitahumu namun dirimu juga keluargamu tiba-tiba pergi ke Amerika, aku saja baru mengetahuinya saat tuan Rayen mengunjungiku di salon miss Jane, ditambah aku juga tidak memiliki nomer ponselmu, " Lidza mengelak.
" Lalu mengapa kau tidak menghubungi papa, pasti kau diberi kartu nama olehnya?" tanya pria itu masih dengan tatapan curiga.
" Maaf aku lupa menaruh kartu nama tuan Elon dimana, " ucapannya terbata-bata.
Tatapan Damian yang tajam pun akhirnya berubah lembut.
"Kak boleh aku memelukmu sekarang, " ucap Damian.
Mata Lidza terbelalak kaget,
-Enak aja main peluk-peluk situ waras. (batin Lidza).
Tatapan mata pria itu begitu memelas seolah memohon untuk Lidza mengizinkannya.
-S**l apakah aku bisa menolak! bukankah kalau aku menolak, bocah ini bakal kecewa lalu bagaimana kalau dia memberitahu papanya entah bagaimana nasib aku dan keluargaku. (batin Lidza).
"Kak... . "
Akhirnya setelah beberapa menit berpikir Lidza pun menganggukan kepalanya dengan sangat terpaksa, wanita itu takut menyinggung keluarga Bonaventura karena kalau sampai itu terjadi entah apa yang akan mereka lakukan kepada dirinya juga keluarga nya dan miss Jane.
Pria itu tersenyum dengan begitu manisnya samar lesung pipinya sungguh memukau, tak bisa dipungkiri bocah dihadapannya ini memang sangat tampan, ditambah bibir merah alaminya membuat kaum hawa ingin segera mengecup bibir merah seksi itu.
-Astaga Lidza sadar pria didepanmu ini masih bocah euy, mungkin ini efek kelamaan menjomblo. (batin Lidza).
Damian perlahan berjalan menghampiri wanita itu lalu berhenti tepat didepan Lidza yang berjarak hanya beberapa cm saja, wanita itu menyadari tinggi bocah usia 10 tahun dulu kini sudah jauh melebihi tingginya bahkan kalau diukur tinggi wanita itu hanya sepundak bocah SMA itu.
grepp...
Ditengah lamunannya Lidza merasakan pelukan yang begitu hangat, dan lembut dari pria dihadapannya ini.
"Aku sangat merindukanmu kak."
Tubuh wanita itu menegang wajahnya merona merah mendengar ucapan Damian, hati jomblowati mana yang tak senang mendengar ucapan rindu dari seorang pria muda tampan menawan juga konglomerat seperti pria dihadapannya ini, namun dalam hati wanita itu sedikitpun tidak ada kerinduan dalam dirinya ia malah sempat melupakan perjanjian itu kalau saja Damian tidak datang menemuinya hari ini mungkin dirinya sudah tidak ingat kalau Damian itu ada karena mereka hanya bertemu sekali saat pria itu berusia 10 tahun. Wanita itu segera menepis pikiran melanglang buananya itu.
Lidza sadar beberapa pasang mata di taman itu mulai memperhatikan dan menatap mereka begitu intens, karena takut disangka ada hubungan tak wajar dengan bocah SMA, wanita itu segera berusaha melepaskan diri dari pelukan Damian.
" Dami, ini di taman masih banyak orang berlalu lalang aku tidak mau timbul gosip yang tidak mengenakan nantinya, " Lidza mendorong bocah itu menjauh.
" Kak boleh aku mampir ke apartemenmu?"
"What!!! bu-at a-pa kau ingin mam-pir ke apartemenku?" tanya wanita itu sedikit tercengang.
"Aku masih ingin bersama kakak."
Wanita itu benar-benar tidak abis pikir dengan perkataan maupun perbuatan bocah didepannya ini, apa dia gak sadar baru anak SMA apa tidak risih main masuk ke apartemen seorang wanita dewasa.
" Akukan pacar kakak tak masalah kan seorang pacar masuk dan main ke apartemen wanitanya, " ucapnya lagi sedikit lantang.
"Astaga Dami, bicaranya bisa pelan dikit kagak ayo cepetan ikut aku, " ucap Lidza buru-buru menarik lengan Damian dengan wajah kesal.
Wanita itu terpaksa membawa bocah SMA itu ke dalam apartemennya dengan tergesa-gesa, karena saat di taman semua mata mulai memandang aneh keduanya karena ucapan lantang Damian yang mengatakan kalau mereka berpacaran, entah itu disengaja atau tidak namun hal itu berhasil membuat Damian saat ini sudah berada didalam apartemen wanita itu.
Apartemen yang ditinggali Lidza sangat kecil tipe studio, memiliki 1 kamar mandi lalu ruang tamu, dapur, dan kasur ada di satu ruangan. Tidak banyak barang didalamnya biarpun terlihat kumuh, namun karena Lidza suka kebersihan tempatnya cukup rapi dan terawat.
-S****n nih bocah, mau taruh dimana mukaku mereka semua pasti berpikir aku ini wanita penyuka berondong. (batin Lidza).
"Duduklah disitu Damian, maaf aku tidak memiliki sofa ataupun kursi, aku ambilkan minum untukmu sebentar, " Lidza mempersilakan Damian duduk di atas karpet yang hanya terdapat 1 meja kecil, biasa ia gunakan untuk belajar maupun makan.
Damian pun duduk diatas karpet, kedua lengannya ia taruh diatas meja kecil itu sambil memperhatikan Lidza yang sedang membuka kulkas kecil dan mengambil sebotol air mineral dingin.
Tak lama Lidza pun menghampiri Damian, lalu menaruh botol air mineral itu diatas meja berikut cemilan.
"Damian apa maumu sebenarnya?, kau sengajakan mengaku pacarku dengan lantang supaya aku segera membawamu masuk kedalam apartemenku, oke kau berhasil!" ucapnya kesal sembari duduk berhadapan dengan Damian posisi mereka hanya terhalang meja kecil.
Damian tersenyum lucu, baginya wanita dihadapannya ini sungguh menggemaskan apalagi kalau sedang kesal bibir pink tipis nya itu akan maju beberapa centi seolah minta di kecup.
"Aku ingin menagih perjanjian kita, " ucap Damian serius.
"Perjanjian yang mana maksudmu?" Lidza pura-pura lupa.
" Kak, benarkah kau melupakan perjanjian yang kita buat dulu?, selama ini aku berjuang melawan traumaku dan berusaha menjadi seorang pria seperti yang kau inginkan, disaat aku hampir menyerah surat perjanjian itulah yang bisa membuatku bertahan hingga aku berhasil, namun dengan mudahnya kau lupakan hal itu, " ucap Damian, terpancar kekecewaan dari wajah dan perkataannya.
Wanita itu melihat kesedihan juga kekecewaan yang mendalam dari tatapan Damian, sehingga kebimbangan melingkupinya apakah ia harus melaksanakan perjanjian yang sudah dibuatnya itu dengan berpacaran dengan pria dihadapannya ini.
Kalau dihitung saat pertemuan mereka pria itu berusia 10 tahun, saat ini 8 tahun telah berlalu sejak pertemuan mereka yang pertama juga terakhir, berarti usianya saat ini sekitar 18 tahun.
-Astaga tidak mungkin aku berpacaran dengan bocah berusia 18 tahun bisa abis diriku di tertawakan Naomi dan lainnya, tidak bisa tidak bisa. (batin Lidza).
"Ehem, begini Damian kamu kan saat ini masih SMA sebaiknya fokus terlebih dahulu dengan sekolahmu, karena aku tahu kamu ini adalah penerus keluarga Bonaventura, aku tidak mau disalahkan orang tuamu kalau dirimu sampai tidak fokus belajar karena berpacaran denganku, " Lidza memberi alasan.
"Sebelum aku datang menemui kakak, kedua orang tuaku sudah menyetujuinya lagipula sebentar lagi aku lulus SMA dan akan melanjutkan kuliahku sekaligus magang di perusahaan papa, setelah lulus kuliah aku ditetapkan untuk menggantikan papa dan saat itu tiba aku akan menikahi kakak, " ucap Damian serius.
-Beh Muke gi*e nih bocah baru SMA pikirannya udah kelewat dewasa, emang dikira menikah segampang itukah baginya, gak inget umur kita berdua sangat jauh yang ada bisa abis dibully aku. Orang tuanya juga aneh masa kasih izin anak laki-lakinya pacaran sama perempuan yang jauh lebih tua, emang sultan tuh pikirannya beda ya sama manusia normal. (batin Lidza).
"Dami sebaiknya kamu pikirkan pendidikanmu dulu apalagi kamu adalah calon penerus perusahaan Bonaventura, untuk perjanjian itu bagaimana kalau kita batalkan saja supaya kamu bisa fokus pada pendidikanmu, siapa tahu pas kuliah kamu bisa mendapatkan gadis yang masih muda atau sepantaran denganmu, aku tidak keberatan kok, " ucap Lidza seramah mungkin.
Jauh di dalam hatinya wanita itu sedang berusaha membujuk Damian supaya ia bisa terlepas dari perjanjian yang menjeratnya itu, sembari menenangkan dirinya yang sebenarnya takut menyinggung putra keluarga kaya didepannya.
"Jadi kakak ingin mengingkari perjanjian itu, " Damian menatap tajam wanita dihadapannya itu bagai sebilah pedang.
Lidza merasakan tatapan Damian berubah bagai ingin mencabik-cabik dirinya.
" Mak-sud-ku be-gi-ni..., "
" Tidak akan pernah!!! kakak sudah membuat perjanjian denganku yang berarti kakak milikku sepenuhnya, begitu juga sebaliknya aku milikmu, " ucap Damian penuh penekanan.
" Tapi Dami..., "
"Cukup kak, jangan paksa aku melakukan hal yang membuatmu menyesal, aku tidak akan pernah melepaskanmu!!!" tegas Damian.
Mendengar ucapan Damian, Lidza pun kembali mengingat perkataan juga kekhawatiran miss Jane dulu, sontak wajah Lidza memucat timbul kengerian dalam hatinya.
~~Ingat saat ini ye sedang berurusan bukan dengan keluarga biasa tapi keluarga terkemuka juga tersohor, apa kau tidak tahu kalau keluarga itu sudah mengklaim sesuatu itu miliknya mereka tidak akan pernah melepaskan nya atau membiarkan orang lain mengambil juga memiliki nya, akika yakin sifat itu pasti menurun juga ke putranya Damian~~
-Perkataan dan kekhawatiran miss Jane tepat sekali, itu berarti apakah aku tidak bisa terlepas dari perjanjian itu, ya Tuhan. (batin Lidza).
Melihat reaksi wanita dihadapannya yang ketakutan, Damianpun tersadar kalau perkataannya itu cukup kasar dan pasti menakuti wanita itu, ia pun berusaha menetralisir perasaannya yang sempat tersulut emosi, Damian tidak ingin melukai bahkan menyakiti calon pacarnya ini di awal pertemuan mereka setelah 8 tahun berpisah.
" Kak dimana kalung yang aku berikan? bukankah asisten Ray sudah memberitahu kakak untuk selalu memakainya supaya aku bisa mengenali kakak saat kita bertemu, untung saja selama kita di Amerika papa mengirim beberapa pengawalnya untuk terus mengawasimu sehingga aku tahu tempat tinggal dan wajah kakak, " ucap Damian mengalihkan pembicaraan dengan nada suara yang sudah mulai tenang.
"Apa!!! tunggu sebentar jadi selama ini tuan Elon mengawasiku biarpun kalian berada di Amerika?" tanya Lidza.
" Ya, papa berjanji akan selalu melindungi kakak sampai aku kembali ke Indonesia, dan mampu menjaga kakak. Sekarang aku sudah dewasa saat ini melindungimu sudah menjadi tugas utamaku, " Damian tersenyum.
-Melindungi apa kamu tuh masih bocah SMA berusia 18 tahun yang terlalu dewasa sebelum waktunya, sadar gak sih. (batin Lidza).
Wanita itu mengumpat kesal dalam hatinya, ternyata selama 8 tahun ia dimata-matai oleh keluarga Bonaventura, pantas saja Damian segera menemukan dirinya juga tempat tinggalnya.
"Si*l..., " gumam wanita itu.
" Kak, barusan kau mengatakan apa?" tanya Damian karena seperti nya ia mendengar wanita dihadapannya samar-samar mengatakan sesuatu.
"Hahaha tidak aku tidak mengatakan apapun, O ya tadi kamu menanyakan apa ya?" Lidza mencoba mengalihkan pembicaraan.
" Kalung yang kuberikan kak, mengapa kau tidak memakainya?" Damian mengulang pertanyaannya.
-Kalung..., Astaga aku lupa kalau kalung itu sudah aku gadaikan untuk menambah biaya kuliahku untuk beberapa semester, dan saat ini aku masih harus mencicilnya. (batin Lidza).
Wanita itu tertunduk tidak berani menatap Damian, hatinya begitu getir bercampur rasa bersalah entah apa yang akan dilakukan bocah itu kalau mengetahui kalung pemberiannya tidak ada pada dirinya melainkan di pegadaian.
Awalnya Lidza ingin menyimpan dan mengembalikannya nanti saat bertemu Damian, namun karena saat itu uang yang dimilikinya tidak cukup untuk membiayai kuliahnya akhirnya ia memutuskan untuk menggadaikannya dan akan segera menebusnya dengan cara mencicil sedikit demi sedikit karena ternyata harga kalung itu tidak main-main sehingga sampai sekarang ia masih harus terus mencicilnya, biarpun gajinya cukup lumayan namun tidak bisa ia berikan seluruhnya masih ada ibu juga adiknya yang harus dikirimkan uang setiap bulan ditambah biaya sekolah adiknya yang cukup menguras tabungan, hingga sampai saat ini kalung itu belum dapat ditebusnya.
" Kak lihat aku, kenapa kau tidak memakai kalung pemberianku apa kau menyimpannya?" tanya Damian penasaran.
Setelah pergumulan di hatinya yang cukup memakan waktu, Lidzapun menarik nafas panjang lalu memberanikan diri menatap Damian dengan mata berkaca-kaca, sehingga membuat bocah SMA itu mengerutkan alisnya heran.
" Dami maaf ka.. ka-lung i-tu..., "
Bersambung....
Suka itu ? Tambahkan ke perpustakaan!
Hadiah Anda adalah motivasi untuk kreasi saya.
Beri saya lebih banyak motivasi! Punya ide tentang ceritaku? Beri komentar dan beri tahu saya.