Lidza barulah pulang kerja dan kembali ke apartemen sederhananya, saat berjalan tiba-tiba ia terpeleset genangan air membuat dirinya hilang keseimbangan.
Bruuuk....
Wanita itu merasakan sebuah tangan yang cukup kuat menahan dan merangkul pinggangnya sehingga dirinya terselamatkan dari insiden bok*ng nya mencium lantai yang bisa membuatnya keseleo nanti.
"Terimakasih hampir saja aku jatuh, " ucap Lidza lalu berbalik menatap seseorang yang telah menolongnya itu.
Wanita itu terperangah saat netranya menatap sepasang mata tampan dan memukau.
-Demi apapun pemuda ini sangat tampan. (batin Lidza).
Tak lama wanita itu pun tersadar dari ke terpesonaannya saat melihat pakaian putih abu yang melekat ditubuh atletis pemuda itu.
-Yah bocah SMA ternyata, kalau sepantaran bakal ku gebet nih cowo. Astaga Lidza sadar woi dasar cewe haus belaian maklum diriku ini kan sang jomblo ngenes. (batin Lidza berkata).
"Terimakasih ya de kau telah menolong kakak ceroboh ini, " Lidza memberikan senyuman manisnya bak gula.
Pemuda itu terperangah sejenak melihat senyum wanita dihadapannya itu, lalu ia membalas dengan senyuman yang tak kalah manisnya ditambah lesung pipinya yang menambah nilai plus.
Kaki Lidza hampir lemas dibuatnya, pemuda yang menolongnya ini amat sangat menawan ditambah tubuhnya yang proposional sudah pasti bakalan bikin kaum hawa merem melek melihatnya termasuk Lidza.
"Ehem, kakak permisi dulu ya de sekali lagi terimakasih."
Lidza segera pergi meninggalkan pemuda itu tanpa menunggu jawaban darinya, ia takut jantungnya yang tiba-tiba berdangdut ria itu terdengar bocah itu, dirinya serasa ingin pingsan kalau terus berada di dekat pemuda tampan tingkat dewa itu.
Namun pemuda itu terus mengikutinya sampai masuk kedalam lift dan berdiri tepat disamping nya kecanggungan pun terjadi diantara ke duanya, untuk memecah kecanggungan akhirnya Lidza mencoba berbasa basi bagaimanapun pemuda disampingnya ini telah menolongnya tadi.
" Eh kamu tinggal di apartemen ini juga ya?" tanya wanita itu ramah.
Pemuda itu tidak menjawab melainkan hanya berdiam diri, namun netranya menatap kearah tubuh wanita itu seolah sedang mencari sesuatu dan Lidza menyadari itu buru-buru ia menutup kedua dadanya dengan menyilangkan tangannya wajahnya berubah menjadi tidak ramah.
" Dasar bocah mesum ngapain kamu lihat-lihat!!!" bentak Lidza tiba-tiba, membuat pemuda itu sedikit kaget dan segera mengalihkan tatapannya ke samping.
" Saya memang berterima kasih atas bantuan kamu tadi tapi bukan berarti kamu boleh bersikap seperti itu kepada wanita dewasa seperti saya, inget kamu tuh masih bocah SMA sekolah yang pinter jauhkan pikiran-pikiran kotor biar nanti dewasa kamu bisa berguna bagi bangsa dan negara, " ucap wanita itu ketus.
Bocah SMA itu ingin menjawab namun pintu lift sudah terbuka bahkan wanita itu segera berlalu pergi keluar lift dengan wajah kesal sembari berlari kecil.
" Tunggu, " akhirnya pemuda itu mengeluarkan suara lalu mengikuti wanita itu.
Sadar kalau ternyata bocah SMA itu masih terus mengikutinya, Lidza menjadi takut ia segera mempercepat langkahnya hendak berlari namun kesulitan karena sepatu heels yang dipakainya.
" Si*lan nih sepatu bikin susah aja, " wanita itu segera membuka sepatunya setelah berhasil ia pun berlari kencang sembari memeluk sepatu di dadanya.
Pria itu cukup tertinggal jauh, karena memang pemuda itu mengejarnya hanya dengan berjalan santai.
Sesampainya didepan apartemennya, wanita itu segera menjatuhkan sepatunya lalu ia membuka tas untuk mengambil kuncinya setelah berhasil memasukkan ke lubang kunci, pintupun terbuka wanita itu masuk kedalam dengan terburu-buru tak lama ia teringat sepatunya masih tertinggal diluar segera ia membuka pintunya kembali sembari menatap ujung koridor siapa tahu bocah itu sudah mendekat namun ternyata sosok itu hanya menatapnya dari kejauhan tak lama bocah itupun berbalik pergi. Lidza menghembuskan nafas lega lalu menggapai sepatunya kembali masuk kedalam apartemennya tidak lupa ia mengunci pintu lalu memasang gerendel dan kunci rantai.
"Syukurlah pelajaran olahraga disekolah dulu ternyata sangat bermanfaat, untung waktu sekolah dulu aku ini juara lari 100 meter hehehe, " ucapnya bangga.
Apartemen yang di huni Lidza memang apartemen sudah tua dan termurah di kota Jakarta sistem keamanannya juga masih kurang pintupun masih menggunakan kunci biasa, saat ini ia memang belum mampu menyewa apartemen elit yang tingkat keamanan nya mutakhir.
"Setelah Vira menyelesaikan sekolahnya, aku harus segera mengumpulkan uang untuk bisa menyewa apartemen elit yang keamanannya terjamin, " gumamnya.
"Ish, badanku lengket dan berkeringat sekali akibat lari maraton barusan, aku harus segera mandi, " ucapnya sembari mencium aroma ketiaknya kanan kiri.
" Uweeek, kecut banget kayak belimbing wuluh, " ucapnya lagi dan segera masuk kamar mandi.
Selesai mandi dan berganti baju, terdengar bunyi keroncong dari perut wanita itu.
"Bocah itu udah pergi kali ya, pengen keluar takut tapi perutku sudah meronta-ronta minta makan, ah bodo amatlah malam begini biasa udah pada pulang kerja semua jadi kalau terjadi sesuatu tinggal teriak pasti pada keluar, " ucapnya meyakinkan dirinya.
Akhirnya Lidza pun memberanikan diri keluar apartemennya ia melangkah dengan hati-hati, netra nya memandang sekeliling ternyata tidak ada seseorang atau sesuatu yang mencurigakan, ia pun bernafas lega dan berjalan santai.
"Aman, " gumamnya.
Wanita itu terus melangkah keluar ke sebrang jalan untuk mencari makan di penjaja kaki lima depan apartemennya, setiap malam selalu ramai dikarenakan terdapat berbagai jajanan yang terbilang murah meriah sesuai dengan kondisi keuangan penghuni apartemen itu.
" Pak baso satu ya," ucap Lidza.
"Oke neng bentar ya, " jawab penjual bakso.
Tak lama semangkok baso pedas nikmat dengan potongan cabe rawit dan daging didalamnya ditambah asap yang mengepul itu pun tiba, membuat perut Lidza semakin meronta, tanpa menunggu lama lagi Lidza segera meniup lalu memasukkan sebuah baso ke dalam mulutnya.
"Malam dingin begini memang cocok makan baso hangat seperti ini, nikmat apa yang kau dustakan guys, " gumamnya.
Lidza begitu menikmati jajanan pengganjal perutnya itu dan tak menyadari ada satu sosok yang mendekati nya.
Wanita itupun menyeruput kuah baso dengan keringat bercucuran, lalu memasukkan pentolan baso terakhir nya.
" Jadilah pacarku, " ucap sosok itu sembari telapak tangan kirinya menyentuh pundak wanita itu.
Lidza kaget - sekagetnya, sampai pentolan baso terakhirnya loncat keluar dari mulutnya.
" Uhuk... uhuk... uhuk, min-ta mi-num pak, " ucap Lidza terbata-bata ia merasakan lehernya tercekat pedasnya rawit setan.
" Ini neng cepetan minum, " penjual bakso segera memberikan gelas berisi air teh kehadapan Lidza, wanita itu segera menyambar gelas itu dan langsung meneguknya sampai tandas.
"Terimakasih pak, " ucap Lidza sembari memberikan gelas ke penjual bakso itu.
" Sama-sama neng, " jawab bapak penjual baso itu lalu ia kembali melayani pembelinya yang sudah mengantri.
Lidza merasakan tatapan aneh dari para pembeli lainnya, ia pun segera tersadar lalu membalikkan badannya, dan langsung memberikan tatapan tajam ke arah pemuda yang sedang terdiam berdiri disebelahnya.
" Apa kau bilang tadi?" tanyanya ketus.
Merasa wanita dihadapannya sudah tidak apa-apa, pria itupun mengulang penyataannya tadi.
"Jadilah pacarku, " ucapnya.
Pria itu kembali memberikan senyuman manis nan memukaunya, membuat para jomblowati berteriak histeris.
Lidza terbelalak kaget untuk ke 2x nya ternyata ia tidak salah dengar, pria eh bukan tapi bocah SMA didepannya ini benar-benar meminta ia untuk menjadi pacarnya, buru-buru ia bangkit dan membayar basonya setelah itu tangannya menarik pemuda yang menembaknya ditempat umum itu lalu membawanya ke sebuah taman kecil samping apartemennya.
Setelah sampai wanita itu melepaskan genggaman tangannya.
" Apa kau ini bocah gila, baru saja kita bertemu tadi sore namun kau sudah memintaku menjadi pacarmu, dengar ya de memang kuakui wajahku dan tubuhku ini masih seperti gadis 17 tahun sehingga banyak yang salah paham, namun asal kau tau saat ini aku sudah berusia 25 tahun, " ucap Lidza pede.
Dahi pemuda itu berkerut heran, apakah benar wanita dihadapannya ini adalah wanita yang sama dengan yang ia temui dulu, setelah di pikir-pikir memang begitulah dia tipe wanita terlalu pede dan percaya diri tapi karena itulah dia menyukainya. Wanita dihadapannya inilah yang dulu pertama kali menyukainya selain orang tua juga kakaknya, lalu wanita itu juga yang menjadi spirit untuk dirinya berubah dan berusaha keras menghilangkan traumanya di Amerika dialah Damian Bonaventura. Lidza Damaries telah menjadi salah satu impian Damian dari sejak mereka berdua membuat perjanjian.
Namun Lidza belum menyadari hal itu karena bocah kecil dulu dengan sekarang begitu jauh berbeda, hanya ketampanan nya saja yang memang sudah terlihat dari ia kecil.
Wanita itu masih terus mengoceh tanpa berhenti, akhirnya pemuda itupun buka suara.
"Kak apa kau telah melupakanku, mengapa kau tidak memakai kalung pemberian ku itu?!"
Deg...
Mendengar ucapan pemuda itu seketika pikiran Lidza kembali ke masa lalu dimana ia bertemu pertama kali dan membuat perjanjian tidak masuk akal dengan seorang anak kecil berusia 10 tahun saat itu.
" Apa-kah kau anak ke-cil itu," ucap Lidza tergagap.
" Iya kak, aku Damian masih ingatkah?"
Tubuh wanita itu membeku ditempat, wajah cantiknya berubah pucat pasi.
" Dia kem-ba-li, dan ber-hasil me-nemukanku" gumamnya.
Bersambung....
Suka itu ? Tambahkan ke perpustakaan!
Hadiah Anda adalah motivasi untuk kreasi saya.
Beri saya lebih banyak motivasi! Punya ide tentang ceritaku? Beri komentar dan beri tahu saya.