Di sebuah rumah yang sangat besar bak istana.
"Damian." teriak seorang gadis cantik.
"Iya kak, biasa aja kali panggil nya, gak usah teriak-teriak nanti pita suara nya bisa putus kata mama," ucap seorang anak kecil.
"Liat nih, inikan mini dress yang baru kakak beli kemarin, pasti kamu yang mainin sampai kotor gini, iya kan ngaku ayo?"
" Hehehe, maaf kak tadi aku kekamar cari kakak tapi tidak ada, terus liat ada sebuah kotak, saat aku buka tiba-tiba aku ingin mencobanya, cantik banget dressnya kak aku suka, nanti belikan Dami dress kayak gitu juga ya, cuma cari yang seukuranku," pinta anak kecil itu dengan senyuman sumringah.
"Astaga Dami, mana bisa kakak beliin dress buat kamu, kamu itukan anak laki, aneh - aneh aja deh. "
" Aku pengen jadi seorang wanita aja, aku lebih suka berteman dengan anak perempuan, anak laki-laki itu jahat," ucap anak kecil itu dengan ketus.
"Kau ini memang menyebalkan, semua baju, sampai make up dan parfum kakak kau pakai semua. "
Damian Bonaventura (10 tahun) dan Hazel Bonaventura(17 Tahun) adalah anak dari
seorang pembisnis, juga investor, bernama Elon Bonaventura, juga memiliki ibu bernama Barbara Warren yang memiliki sebuah butik cukup terkenal, bisnis ke duanya menyebar di dalam maupun luar negeri.
Setelah perdebatan panjang dengan adiknya, Hazel pun menyalakan TV reality show kids, biarpun usianya sudah beranjak 17 tahun, ia sangat suka sekali menonton acara kids itu, baginya sangat lucu melihat anak para artis bermain saling berebut, berlomba, ada yang menangis, ngambek, marah, tertawa dsb.
Namun dia melupakan sesuatu kalau adiknya sedang bersama nya.
Tiba-tiba Damian menangkupkan kedua tangan nya ditelinga, lalu menangis histeris.
" Hiks... hiks aku benci mereka aku benci. " teriaknya.
" Astaga. "
Hazel terlonjak kaget, buru-buru ia mematikan TV-nya namun terlambat, Damian terlanjur melihatnya.
" Papa... mama cepat kemari, Dami... Dam maafkan kakak, Pa ma cepetan," teriak gadis itu panik.
Tak lama muncul dengan tergesa seorang pria dan wanita paruh baya, segera menghampiri putra kecilnya itu, wajah putranya begitu pucat, tubuhnya bergetar dan berkeringat.
" Mia cepat ambil obat Damian segera!" printah Barbara kepada baby sitter putranya yang biasa dipanggil Mia.
"Sayang ini mama sama papa, tidak apa-apa kami ada disini, " Sang ibu memeluk dan membelai lembut punggung putranya itu.
" A...aku tidak mau mati ma, mereka jahat, mereka semua anak laki-laki jahat, aku benci mereka benci!" ucap Damian di sela tangisnya.
" Iya sayang mama papa tahu, tenanglah mereka semua tidak ada, ini dirumah kita, " ucap Elon ayahnya.
Tubuh anak itu terus bergetar ketakutan.
Tak lama muncul lah Mia dengan membawa sebotol obat yang berisi beberapa campuran tablet, juga air putih.
Barbara segera mengambil lalu membuka tutup botol itu.
" Pa tolong kamu pegangi Damian, aku akan memberikan obatnya. "
Elon pun menahan tubuh dan kedua tangan anaknya yang terus meronta-ronta, Barbara segera memasukan paksa obat ke dalam mulut putra kecilnya itu, selesai meminum obatnya Damian pun mulai tenang dan berhenti meronta, nafasnya berangsur-angsur normal, Elon pun menggendong putranya lalu membawa masuk kedalam kamar, Barbara juga Hazel mengikuti dibelakang, Elon meletakkan tubuh putra kecilnya diatas kasur dengan perlahan.
" Gimana sudah membaik nak?" tanya Elon.
Damian mengangguk kan kepalanya, setelah memastikan putranya baik-baik saja Elon pun menyingkir dari kasur. Barbara segera duduk di samping Damian dan membelai lembut pucak kepala putranya itu.
"Sekarang kamu tidur ya sayang," ucap Barbara.
Tak lama Damian pun tertidur.
" Pa...ma maafin Hazel, tadi aku kelupaan menyetel TV yang berisi anak-anak yang sedang bertanding, lalu ada yang tercebur kedalam kolam, " ucap Hazel penuh penyesalan.
" Lain kali kalau ingin menonton acara reality show anak-anak di kamar mu saja ya sayang, kamu kan tau Dami memiliki trauma masa lalu," ucap Barbara lembut.
" Iya ma," Hazel menganggukkan kepalanya.
" Sebaiknya kamu kembali ke kamar untuk beristirahat , besok kan sekolah," ucap Elon.
" Baik, papa mama aku kekamar dulu ya, " ucap Hazel lalu melangkah pergi.
" Pa, seperti nya kita harus segera membawa Damian bertemu kembali dengan dokter psikolog Mark di Amrik, aku sungguh tidak sanggup terus menyaksikan Damian tersiksa karena trauma masa lalunya, aku memang tak pantas menjadi seorang ibu, betapa kesepian nya Hazel dan juga Damian selama ini, harusnya saat pariwisata sekolah aku pergi menemaninya, namun aku malah sibuk dengan pembukaan cabang butikku di Inggris, hiks... hiks, " ucap Barbara meneteskan air mata.
" Sudahlah ma, jangan terus menyalahkan dirimu, bukan kau saja yang bersalah aku juga sebagai seorang papa terlalu sibuk dengan bisnisku, dan jarang berada dirumah tak pernah sekalipun kita pergi liburan bersama anak-anak, setelah kejadian itu aku sungguh menyesalinya, andaikan waktu bisa diputar. Menyesal saat ini juga percuma yang terpenting sekarang kita fokus menjaga anak-anak kita terutama Damian, " ucap Elon sembari duduk disamping Barbara, dan menggenggam erat telapak tangan istrinya.
" Kita sudah melakukan berbagai cara untuk menyembuhkan nya selama 3 tahun ini, semua dokter hebat dan ternama sudah kita datangi, mereka semua berkata hanya Damian sendirilah yang bisa menyembuhkan trauma nya, kalau dalam diri Damian tidak ada kemauan untuk sembuh, itu akan sulit, dan bisa memperparah keadaan nya. "
Elon meraup wajahnya dengan kasar, ia sungguh sangat frustasi saat ini.
"Sekarang yang kita hadapi bukan hanya trauma nya saja, tapi Damian saat ini mulai menyimpang, trauma nya itu membuat dia terobsesi ingin menjadi anak perempuan, kalau saja ada seseorang yang bisa menyembuhkan trauma Damian, dan bisa membuatnya kembali normal, aku pasti akan memberikan dan melakukan apapun yang diinginkan orang itu, " ucap Elon lagi sembari menatap lekat wajah putra kecilnya.
*Flashback On*
Damian yang berusia 7 tahun sedang mengikuti karyawisata sekolahnya ke pantai Carita bersama baby sitter nya, wajahnya begitu murung, karena seperti biasa kedua orang tuanya sibuk dengan bisnis nya masing-masing bahkan jarang pulang kerumah, ia sangatlah sedih sekaligus iri, semua temannya ditemani oleh ibu atau ayah mereka bahkan ada juga yang ke dua orang tuanya turut ikut.
Sesampainya di pantai Carita hari sudah siang, semua mengelar tikarnya dan membuka bekal makan siang nya masing-masing, Mia membuka dan menyusun nya diatas tikar yang mereka duduki, namun Damian hanya terdiam menatap makanan didepan matanya biarpun semua menu adalah kesukaannya, entah kenapa saat ini dia tidak nafsu makan.
"Loh kok cuma diliatin, ayo dimakan ini mba bawain semua kesukaan tuan kecil loh. "
"Aku gak pengen makan mba. "
" Tuan kecil harus makan, tadi pagi kan cuma makan roti dan susu jangan sampai sakit dan lemes, setelah makan ikut main sama teman-teman disana, mba suapin ya, coba aaaaa mulutnya dibuka, " ucap Mia.
"Gak usah bi, biar aku makan sendiri aja nanti teman-teman bisa mengejek ku kalau mereka melihatku makan disuapin," ucap Damian.
Damian segera memakan abis lauk pauk kesukaan nya, begitu selesai Damian segera bangkit berdiri.
" Mba aku main dulu disana sama teman-teman ya, " ucapnya.
"Iya tuan kecil, tapi hati-hati ya main dipinggir pantai aja, jangan main air ombak lagi tinggi anginnya juga kencang, mba mau beresin sekaligus cuci peralatan
bekas makan dulu ya disitu. "
" Oke . "
Damian pun segera menyusul teman-teman lelaki sekelasnya, yang sedang bermain bola.
" Aku boleh ikutan main bola gak, sama kalian?" tanya Damian.
" Tidak boleh, jumlah kita sudah pas, kalau mau kamu jadi pemain cadangan aja , " ucap Aldo teman sekelas Damian.
" Aldo biarin aja Damian ikut main, kebetulan aku udah capek nih mau istirahat dulu, " Ucap Jerry juga salah satu teman sekelas Damian.
" Ya udah kamu boleh ikut, gantiin Jerry, " ucap Aldo.
Wajah Damian pun yang tadinya murung, berubah ceria.
Permainan pun dimulai, saking semangatnya Damian mengiring bola dengan semangat 45, karena terbiasa main bola sendirian dirumah, ia mengiring bola kesana kemari tanpa mengoper dan mempedulikan teman lainnya.
"Damian oper... oper ke aku, " ucap Aldo
Namun tidak dipeduli kannya, begitu juga teriakan-teriakan temen yang lainnya, yang meminta mengoper bola ke arah mereka juga tidak dihiraukan nya, akhirnya Aldo pun habis kesabaran nya, ia segera berlari menghampiri lalu mendorong Damian hingga jatuh terjungkal kepasir.
Damian pun merasa tidak terima didorong oleh Aldo, ia balik menyerang Aldo akhirnya mereka pun berantem.
"Kalau gak bisa main bola jangan sok-sok an ikut, emang disini cuma kamu yang main, " ucap Aldo sembari mendorong Damian.
Karena kesal Damian pun mengambil bola yang tadi dimainkannya dan melemparnya ke laut, akhirnya bola itupun terbawa arus laut.
Aldo sangat marah kepada Damian karena itu bola kesayangan nya, papanya membelikan untuknya saat sedang bertugas ke Barcelona.
"Beraninya kamu membuang bola ke sayanganku, cepat ambil gak?" Aldo kembali mendorong tubuh Damian hingga jatuh terlengkup.
Anak-anak lainnya juga merasa geram, akhirnya mereka semua termasuk Aldo menendang dan menginjak-injak tubuh Damian.
Dug
bug
jduk
Damian pun menahan sakit, ia berusaha menahan air matanya supaya tidak jatuh.
Karena jarak mereka bermain cukup jauh dari tempat para orang tua dan guru duduk, kebanyakan para orang tua sedang sibuk berbincang tentang segala hal, dan para guru sedang sibuk mempersiapkan acara, tidak ada yang mengetahuinya.
Jerry yang merasa kasihan dengan Damian, ia segera berlari untuk memanggil para guru.
Ternyata teman-temannya itu tidak puas hanya dengan menendang dan memukul nya, mereka beramai-ramai menyeret tubuh Damian menjauh dari pandangan guru juga orang tua mereka, setelah itu mereka mengangkat tubuh Damian lalu melempar nya kedalam air.
Byuuuur
"Hahaha, rasain kau, " ucap Aldo
Semua ikut tertawa.
Tubuh Damian mulai tertarik arus, yang awalnya kakinya masih bisa berpijak mulai terseret, ke yang lebih dalam.
" To... to... long hmpft ".
Melihat tubuh Damian yang timbul tenggelam terbawa arus, tawa mereka pun terhenti wajah mereka semua berubah pucat, mereka takut sekaligus bingung tidak tau apa yang harus dilakukan.
Untung disaat itu Jerry dan juga beberapa guru sudah tiba, salah satu dari mereka pun segera melompat ke dalam air, guru itu segera menarik Damian yang sudah pingsan lalu membawanya keluar dari air dan merebahkan nya diatas pasir, guru tersebut segera mengecek pernapasan juga denyut nadi Damian, lalu melakukan CPR, dan memberikan nafas buatan, tak lama Damian pun menyemburkan air dari dalam mulutnya.
"Uhuk...uhuk... . "
Petugas ambulance pun datang, mengangkat dan menaruh Damian ke bankar.
Saat itu adalah pengalaman yang paling menakutkan bagi Damian, karena seringnya Damian histeris di sekolah, akhirnya Elon dan Barbarapun memindahkan Damian ke sekolah lainnya dengan terus dipantau 2 pengawal juga baby sitter nya, setelah kejadian naas itu Damian hanya bermain dengan teman wanitanya.
Karena trauma, dan pergaulan nya yang hanya dengan teman wanita, Akhirnya Damian jadi terobsesi untuk menjadi seorang wanita.
*Flashback Off*