Chereads / THE BIG BOSS BRONDONG / Chapter 14 - Rencana Nona Sirine

Chapter 14 - Rencana Nona Sirine

14.

Rencana Nona Sirine

~Dunia itu berputar. Ada kalanya yang sebenarnya paling kuat akan menjadi yang paling lemah. Dan sebaliknya. ~

Alex.

copyright©irma karameena the novel & the quotes

***

Suara-suara burung bernyanyi. Awan-awan pagi melesat di atas langit. Begitu juga rentetan para pekerja dan anak-anak sekolah menunggu bus di jalan raya. Hidup yang ramai ini telah memberikan berbagai cerita. Tak peduli itu pahit, Pupus mencoba terus menjelang hari-harinya setiap pagi. Setiap pagi pula, Bus itu mengantarkannya pada sebuah cerita lika-liku kisah remaja di depan pintu sekolah. Setiap pagi, teriakan asistan sopir terdengar "Jalan Pemuda! Pemuda! Sebentar lagi sampai!" dan pasti Pupus turun ketika mendengar suara itu.

Saat langkah kakinya turun dari bus, kisah baru dimulai setiap paginya. Apapun itu Pupus siap menghadapinya. Setiap mata memandangnya adalah sudut pandang berbeda. setiap sapaan yang datang hanyalah basa-basi antar sesama. Namun, kenyataannya, begini:

"Jadi, Pupus sekarang menjadi Office girl?" ujar Kartika.

"Ssssttt.. jangan keras-keras, dia nanti marah. Kalian tahu kan bagaimana dia kalau marah?" kata Tasya.

"Lo tau dari mana?" tanya Adilla.

"Gue liat sendiri," kata Tasya.

Pagi itu, Pupus berjalan menuju kelas. Dia terlihat sangat mengantuk. Tadi malam dia harus belajar sampai larut. Badannya juga pegal-pegal. Pupus masuk ke kelas dengan wajah lelah. Tak seperti biasanya.

"Hai," Pupus menyapa ketiga temannya yang sudah datang lebih dulu.

Tasya menyeringai, "gak usah sok-sokan keren deh."

Pupus mengernyitkan dahi, "maksudnya apa nih? Pagi-pagi ngajak ribut."

"Mikir aja sendiri," kata Kartika sewot.

"Kalian marah karena aku jarang ngumpul?" tanya Pupus.

Adilla menertawakannya dan berkacak pinggang, "kami sudah tahu semuanya, Pus! Kamu berbohong kan tinggal di penthouse?"

Wajah Pupus merasa tertampar seperti disambar geledek. Kali ini, tamat riwayat Pupus di geng Salmon Sosialita.

"Dan...," jari telunjuk Tasya menjulur di depan wajahnya, "kau hanya office girl! Hahaha."

Ketiga temannya itu tertawa sangat puas. Apa itu yang namanya teman?

"Kau tahu kan, Pus? Geng kita itu geng Salmon Sosialita... Menurutmu kau pantas ada diantara kami sekarang?" ujar Kartika dengan nada merendahkannya.

Kantuk Pupus langsung hilang. Hatinya remuk redam. Seolah-olah mereka melemparkan kotoran yang sangat bau di mukanya.

"Kau ingin kami mengumumkannya?!" kata Adilla dengan mengancam, "hei... guys!!!!"

Pupus langsung membungkam mulut Adilla dengan tangannya. Lalu Pupus mendorong Adilla sampai tersungkur.

"Awas kau ya! Macam-macam padaku," katanya menendang betis Adilla, "kau pikir aku takut padamu! Ingat ya kalian bertiga! Aku nggak peduli dengan geng Salmon kek, geng hiu kek, atau geng ikan teri apapun! Aku gak peduli lagi!"

Pupus keluar dari kelas dan menangis di toilet sendirian. Kompetisi pemilihan ketua osis belum selesai. Satu-satunya tim suksesnya saat ini hanya anggota osisnya dulu itu. Bagaimana pun dia harus menang dan menjadi ketua osis lagi. Setidaknya dia bisa menabung sebanyak-banyaknya untuk biaya kuliah nanti.

Saat dia keluar dari toilet dia menemukan selembaran pamflet. Ada profile Alex. Dan di luar sana beberapa membawa poster Alex ke sana- ke mari. Seluruh sekolah penuh dengan kampanye Alex.

"Alex akan menyumbangkan uang gaji ketua osisnya pada tim beasiswa! Alex akan bekerjasama dengan olimpiade international dan menjadikan sekolah kita tuan rumah se ASEAN! Sekolah kita akan wangi! Wangi prestasi!" terdengar Bagas mengkampanyekan Alex di depan gerombolan siswa. Dia menggunakan TOA dan microphone sekolah.

Tim sukses Alex adalah teman-teman sekelasnya sendiri. Bagas yang dulu menjadi musuhnya kini menjadi temannya. Dina si ketua kelas sibuk membagikan pamflet pada para siswa yang berjalan di sana. Beberapa siswa juga berseragam badut untuk mencuri perhatian para siswa International Liegue.

"Ingat! Tanggal 16, pilih Alex di pemilu sekolah. Ini akan menentukan masa depan sekolah kita!!!" Bagas berteriak dengan penuh semangat. Dia ternyata berbakat juga berorasi.

Sedangkan Misca membentuk tim penari. Musik bergema di mana-mana. Misca dan gadis-gadis dancer di kelasnya menari dengan gegap gempita. Mereka sambil berteriak-teriak.

"Pilih! Pilih Alex! Alex impian kita! Idaman! Idaman!! Pemimpin idaman! Yeayyyyyy...!!!"

Siswa-siswa jadi tertarik dan mengerubuti mereka. Dan tak segan ikut bernyanyi dan menyebarkan pamflet itu. Sepertinya Alex pasti menang dan dapat mencuri hati seluruh sekolah. Dari 2000 siswa international Liegue pasti tertarik memilih Alex. Foto wajah tampan Alex ada di mana-mana. Alex mengubah atmosfer sekolah menjadi lebih riang dan semangat.

Sedangkan foto Puspa hanya ditempel pakai fotokopian saja. Puspa mendadak lemas. Kakinya seperti tak mampu berjalan. Apa yang terjadi pada dirinya. Puspa menyobek pamflet yang dipegangnya sejak tadi. Dia jijik melihat wajah tampan Alex yang tersenyum itu. Seolah-olah laki-laki ini sedang mengejek Puspa.

Dia langsung mencari keberadaan Alex. Dimana Alex? Akan ku hajar dia! Batinnya. Puspa berjalan petantang-petenteng seperti biasa. Dia tak menemukan Alex di kelasnya. Dia terus berjalan ke lorong-lorong sekolah.

Semua dinding, penuh dengan mural wajah Alex. Baliho, pamflet, selebaran, X-banner penuh dengan wajah sialan Alex. Dia sedang mengejek Puspa yang sudah kalah sejak awal. Sejak anak itu menawarkan pekerjaan itu! Arrggghhhh! Puspa pusing!

"Heiiii!!! Alex!!!" Puspa berteriak lagi.

Dia menemukan Alex sedang diangkat oleh teman-temannya. Semua nyanyian mendadak berhenti. Semua tarian tim Misca juga berhenti. Lalu bergema lagi dalam beberapa detik. Tak memperdulikan suara sirine Puspa.

"Arrrghhhh!" Puspa menginjak-nginjak pamflet yang berjatuhan. Karena mereka tak peka lagi pada suara sirine Puspa. Dia memandangi wajah Alex yang terus tersenyum dan bergembira dengan siswa-siswa lainnya.

"Dia benar-benar mengejekku!" Puspa berlari ke kelasnya lagi. Tetapi dia mengurungkan niat, dia memilih kembali ke ruang osis.

Hal yang mengagetkan, di ruangan itu ada banner Alex!

"Argghhhhhh!!!!!!" Puspa berteriak dengan sekuat tenaganya, "siapa!!!!??? Siapa yang menaruhnya di sini?!"

Semua orang di sana diam saja. Tak berkutik.

"Siapa?!" Puspa menendang banner itu lalu merusaknya, menginjak-ngijak banner itu.

Tak ada jawaban.

"Oh jadi kalian memilih Alex?"

Semuanya diam. Penghuni ruang osis lama tak ada yang berani menjawab apapun. Program yang Alex tawarkan, kepribadian, visi misi, dan tujuannya lebih jelas daripada Puspa dan Baskoro. Baskoro memiliki reputasi sebagai anak jenius di sekolah. Meskipun dia pemenang olimpiade, dia tak memiliki basis teman.

Puspa menemui Baskoro.

"Heii!!!! Baskoro!!! Sini kau!" katanya seperti seorang ratu.

Baskoro uring-uringan menemuinya. Tak sabar Puspa menghampirinya di kantin. Baskoro sedang makan mie ayam. Dan melahapnya seperti orang kelaparan.

"Aku tahu, kau pasti merasa kelaparan setiap melihat wajah Alex yang menjijikkan itu kan?" tanya Puspa saat melihat betapa lahapnya Baskoro memakan mie ayam itu.

Baskoro mengangguk, "yeah, kau akhirnya tahu. Di mana-mana terpampang wajahnya."

Baskoro melahap sesendok mie ayam dua kali suapan. Wajahnya memperlihatkan rasa pelampiasan akan kebencian.

"Aku tahu caranya bagaimana bikin dia jatuh!" kata Puspa.

"Bagaimana?" Baskoro menjadi penasaran dan berhenti menyuap makanannya.

"Dia itu memalsukan identitas dan bergabung dengan komplotan mafia!" kata Puspa dengan wajah serius 180 derajat. Kalau wajahnya serius pasti sudah terkesan sangat gawat.

"Kau yakin, Pus? Katanya dia tak mengenalmu," ujar Baskoro, "aku nggak mau kalau akhirnya akan menjadi boomerang untuk kita sendiri."

"Apa masuk akal orang yang sama persis kemudian mendadak kaya raya seperti dia? Kau lihat barang-barang yang dia pakai semuanya mahal. LV, Gucci, Hugo's, supreme, dan apa itu semuanya dia punya. Apa kalau bukan menjadi mafia? Aku yakin dia itu mencuri."

"Benar juga. Tetapi kenapa aku nggak yakin," kata Baskoro membuka kacamatanya. Akhir-akhir ini Baskoro sedikit gemukan. Sebenarnya kalau dia agak kurusan sedikit, dia lumayan tampan juga.

"Kau mau kita kalah?" tanya Puspa, "setidaknya kalau salah satu dari kita menang. Aku akan membuatmu menjadi wakilku. Dan kalau kau menang, tapi itu tidak mungkin. Haha."

"Sialan kau, Pus! Aku akan menang darimu!" kata Baskoro dengan wajah ditekuk. Rasapercaya dirinya sedang diinjak seorang gadis seperti Puspa ini.

"Sudahlah, realistis saja. Posisi tawarmu di sini itu kalah denganku dan Alex. Orang-orang akan memilihku karena aku berpengalaman. Dan mereka memilih Alex karena tawaran dan program kerja yang lebih bagus dariku. Kalau kau?"

Baskoro tampak berfikir.

"Setidaknya kau bisa menjadi wakilku kalau kau kalah. Dan aku menang," kata Pupus.

"Benar juga katamu. Lalu apa yang bisa kita lakukan?"

"Kita bikin rumor tentangnya," kata Pupus.

Baskoro mengangguk-angguk. Mereka tidak sadar, kalau di sana ada yang mendengar pembicaraan mereka. Seorang gadis lugu dan kalem, yang sering kena palak Pupus sedang makan bakso di belakang mereka. Krecilia tidak akan membiarkan Pupus menang kali ini.

***

To be continued...