16.
Rencana Si Jenius
~Rumor itu akan semakin ganas. Menyerang siapapun. Asal kau tahu, kau tidak bisa menghentikan rumor. Kecuali diam. Diam membisu seperti kau dibungkam rapat-rapat. ~
Alex.
copyright©Irma Karameena a novel & the quotes
***
Pupus terengah-engah setelah meneriaki Alex. Bukan main sebalnya setiap bicara dengan rivalnya itu. Bagaimana mungkin cowok tengil di mata Pupus itu berani melawannya?
"Pupus!" seseorang memanggilnya. Anak itu meloncat pagar. Dia dari luar sekolah. Pupus menoleh padanya.
"Kau?" Pupus berjalan mundur selangkah demi selangkah.
"Tenang, jangan takut. Aku tak akan mengganggumu, Pus. Kan kita sudah putus sejak lama," kata Yoga. Dia datang tiba-tiba dengan anak-anak STM-nya.
Dulu saat Yoga masih sekelas dengan Pupus. Mereka sempat berpacaran. Dan Pupus memutuskan hubungan karena gaya pacaran Yoga terlalu dewasa. Pupus masih ingat, Yoga pernah mengajaknya tidur di hotel. Pupus tidak mau. Meskipun dirinya barbar, Pupus tipe gadis yang mempertahankan harga dirinya.
"Kau sekarang sekolah di STM?" tanya Pupus.
"Ya, begitulah," ujarnya.
Aslinya, Yoga ini kakak kelas Pupus. Tetapi dia 3 kali tak naik kelas. Jadi dia tertinggal.
"Apa maumu?" tanya Pupus.
"Kau ingin menang dari Alex kan?" tanya Yoga dengan senyum anehnya. Yoga suka sekali memandang Pupus dari atas sampai ke bawah.
"Jangan macam-macam kau ya!" kata Pupus merasa risih ditatap seperti itu oleh Yoga.
"Aku tanya, apa kau ingin menang dari Alex?!!" Yoga menarik lengan Pupus dan mendekatkan tubuh Pupus ke arahnya.
"Lepasin!" ujar Pupus.
Yoga melepaskannya, "kau memang selalu menantang seperti ini ya?"
"Apa maksudmu?"
"Kau jawab saja, apa kau ingin menang dari Alex?"
"Ya!!! Memangnya kenapa? Apa itu urusanmu? Bahkan kau tidak sekolah di sini lagi!"
"Aku bisa menukar suara pencoblosan Alex dengan suara pencoblosanmu," katanya. Terdengar menggiurkan memang. Tetapi Pupus bukan orang seperti itu.
"Aku nggak mau," kata Pupus, "sebenci-bencinya aku padanya, aku nggak serendah itu ya!"
Pupus menendang dan menginjak kaki Yoga. Lalu lari dari sana cepat-cepat.
"Aww...! Sial!" kata Yoga. Dia memegangi kakinya yang barusan diinjak Pupus.
Yoga kesal karena Pupus selalu menolak apa yang dia inginkan. Sampai sekarang, Yoga masih penasaran dengan Pupus. Misca saja, Primadona kelas 2 itu mau pada Yoga. Kenapa Pupus terus menolaknya? Seolah-olah Yoga itu benda najis di mata Pupus. Setelah itu, gagal menggoda Pupus, Yoga mendatangi Misca yang sedang menunggu jemputan di depan pintu gerbang sekolah.
"Hai sayang...!" panggilnya.
"Mau apa kau? Kita sudah putus!" ujar Misca membuang muka.
"Aku nggak pernah bilang putus," Yoga dibuatnya geram.
"Tapi aku mau putus! Kan kita sudah nggak komunikasi selama sebulan lebih ini," Misca bersikeras dengan keputusannya.
"Oh, begitu rupanya caramu. Sejak kapan kau berubah?" tanya Yoga.
"Sejak kau masuk penjara," kata Misca, "dasar kriminal!"
Misca membuang muka lagi.
"Bukan karena kau suka pada cecunguk itu kan?"
"Jangan sebut-sebut nama dia!" kata Misca, "dia temanku sekarang."
"Oh... bagus! Lihat saja nanti!" Yoga menunjuk muka Misca dengan jari telunjuknya. Lalu pergi dengan teman-temannya.
Misca bernafas lega. Hidupnya selalu berada dalam tekanan setiap bertemu dengan Yoga. Kenapa dulu dia mau menjadi kekasih Yoga? Misca sangat menyesal pernah mau padanya.
Belum menyerah Yoga untuk menghancurkan Alex. Yoga mendatangi tempat les Baskoro. Yoga tahu anak itu suka les di mana-mana. Keluarganya juga lumayan dekat dengan keluarganya juga. Baskoro turun dari mobilnya. Masih menggunakan seragam SMA.
"Bas!" Yoga memanggilnya.
Baskoro merasa ketakutan dengan kedatangan segerombolan anak STM itu. Mereka bahkan masih menggunakan seragam khas STM. Baskoro mengenal salah satu dari mereka.
"Yoga?" tanya Baskoro, "mau apa kau? Kau sudah dikeluarkan dari sekolah."
"Lalu? Kenapa memangnya? Apa aku nggak boleh menyapamu?" katanya.
"Kau pasti punya maksud," Baskoro jelas curiga.
"Begitulah, anak jenius yang terlalu pintar! Kau jenius tapi bodoh! Kenapa kau tak minta bantuanku?" ujar Yoga dengan berkacak pinggang padanya.
"Tentang apa?"
"Mengalahkan Alex dan Pupus!"
"Hhhh...," Baskoro hendak meninggalkannya. Dia sebenarnya sudah pesimis bakal kalah dari mereka. Lagipula dia juga sudah gagal menyebarkan rumor.
"Tunggu! Kau ingin kan Alex kalah?" tanya Yoga berusaha meyakinkan Baskoro, "kudengar nilai matematikanya mendekati 100. Dan kau nggak pernah dapat nilai setinggi itu. Sekalipun kau jenius. Artinya Alex lebih jenius daripada dirimu!"
Baskoro mulai terpengaruh.
"Apa idemu?" tanya Baskoro.
Yoga mendekatkan wajahnya ke telinga Baskoro. Yoga menyampaikan rencananya. Masih ada 3 hari untuk membuat Alex kalah! Begitu pikiran mereka. Lantas, selang beberapa menit usai bisik-bisik, Yoga dan Baskoro saling pandang dan melempar senyum. Nampaknya Baskoro menerima tawaran Yoga.
"Oke," kata Baskoro.
Yoga menjabat tangan Baskoro kuat-kuat. Lalu pergi begitu saja dan melakukan tos dengan kawan-kawan STMnya.
***
Alex sedang memimpin rapat sore itu. Dia sedang melakukan evaluasi anak perusahaan. Setiap CEO di anak perusahaan datang di sana. Sebagai CEO besar perusahaan inti, Alex sudah membuat arahan-arahan strategi penjualan.
"Aku mau Amerika bergantung pada produksi minyak kita dari Indonesia," kata Alex.
"Tetapi mereka sedang mempertimbangkan penjualan dari Dubai, Tuan," ujar Pak Herdi, salah satu direksi anak perusahaan.
"Oh Talal sedang bersaing denganku. Pengiriman dari Indonesia lebih murah ke AS. Sedangkan Dubai tidak. Tawarkan saja pada mereka," kata Alex.
"Baik, Tuan," kata Pak Herdi.
Selesai rapat Alex meminta Marco mencatat seluruh kegiatan dan kinerja karyawan hari itu. Setiap hari Alex melakukan evaluasi dan meminta data statistik perkembangan kinerja. Alex banyak membaca buku-buku bisnis di perpustakaan penthouse. Sepertinya Tuan besar telah menyiapkan itu. Dan Alex cukup berbakat memimpin.
"Oh ya Paman, sekalian aku minta Paman carikan direktur untuk mengurus toko," kata Alex.
"Baik, Tuan muda."
"Kalau perlu buat tranformasi baru. Ubah semua visi misi toko," kata Alex.
"Baik, Tuan Alex. Saya akan melakukan rapat dengan HRD besok soal itu. Toko ritel akan masuk ke anak perusahaan kita."
Alex mengangguk mantap, "terima kasih ya, Paman Marco."
Tiba-tiba ponselnya berdering. Ada pesan masuk.
~Alex, aku akan membuat kakakmu berlutut di hadapanku. YOGA.~
"Sial!" Alex langsung berdiri dari duduknya, "apa-apaan ini? Anak ini masih berani muncul lagi?"
Alex merasa geram. Alex tak punya nomor Pupus. Eh, tapi HRD punya. Alex menelepon HRD cabang logistik. Dan mereka langsung memberikan nomer ponsel Puspa.
"Puspa!" Alex meneleponnya. Puspa mengangkat telepon Alex.
"Alex? Kau hidup?" tanya Puspa.
"Ya, kau berharap aku mati? Kau baik-baik saja?" tanya Alex.
"Tentu. Kau sekarang tinggal di mana? Ada anak baru di sekolah mirip denganmu," ujar Puspa.
"Siapa? Eh, di mana kau sekarang?"
"Aku bekerja," kata Puspa.
Alex menutup teleponnya. Alex mencoba berganti pakaian lusuh. Seperti Alex biasanya. Berpakaian kaus biasa. Celana jeans robek di lutut kanan kiri. Lalu Alex mengacak-ngacak rambutnya. Dia juga membuka semua aksesorisnya. Jam tangan Gucci, ikat pinggang Rolex, jaket Lv dia tanggalkan.
"Aku akan muncul sebagai Alex yang dulu dihadapan Puspa," ujarnya.
***
to be continued...