21.
Undangan
~Ceritanya setiap harinya berubah-ubah. Baik buruk, kecewa dan marah. Hal biasa. Tapi ingatlah, setiap hari, walaupun kau sempat ingin mati, mungkin saja di kedepannya ada tangan terbuka mencintaimu. ~
Kara.
©copyright irma karameena
***
Untuk merayakan kebahagiaan dan kemenangannya, Alex benar-benar mengundang semua warga sekolah ke Penthousenya.
"Hei, kalian mau datang juga?" tanya Adilla pada geng Salmonnya.
"Yes lah...," kata Kartika, "aku penasaran seperti apa sih rumah Alex itu. Kan dia hampir semua pakaiannya mahal."
"Kan di undangannya tertulis lokasi The Westiny Hotel Penthouse," ujar Tasya sambil mewek, "aku iri banget sama Kreci."
Mereka memandangi Kreci, si mungil itu sedang sibuk menulis sesuatu. Kreci juga pintar. Tetapi Pupus selalu ranking satu dikelas. Kreci tidak pernah bisa menyalip Pupus.
"Bagaimana kalau kita masukkan si Kreci di geng kita?" Adila tiba-tiba punya ide gila itu.
Tasya dan Kartika mengangguk setuju. Lalu, mereka mendatangi bangku Kreci.
"Kreci!!!" Tasya memanggilnya, "gimana rasanya menikah dengan cowok tajir dan tampan?"
"Menikah?" Kreci mengernyitkan dahinya.
"Apa yang dilakukan Alex kemarin seperti seorang suami pada istrinya," ujar Adilla.
"Iri banget gak sih...!!!! Hiks," kata Adilla.
Sejak saat itu, mereka sering mengikuti kemana pun Kreci pergi. Akhir-akhir ini Kreci menjadi populer, lebih dari Puspa, sejak pacaran dengan Alex. Di pojokan, Puspa menangis karena melihat teman-temannya direbut oleh Kreci juga. Ah! Kreci! Puspa mengamuk di dalam hatinya.
"Ini, kau datang juga ya," kata Alex memberikan undangan khusus pada Puspa. Mereka bertemu saat Puspa keluar kelas. Karena panas melihat geng salmon lengket dengan Kreci.
Puspa hanya menerima undangan itu dengan wajah datar. Lalu pergi begitu saja dari Alex. Alex mengangkat bahunya.
"Well, Puspa kan memang begitu kalau lagi tidak mood," kata Alex lirih, dia sudah hafal.
Puspa memandangi undangan dari Alex itu. Tasya melihatnya juga dari jarak jauh.
"Heh, Pupus! Emangnya kau mau datang juga?" tanya Tasya, "apa gak malu datang ke pesta rivalmu?!!!"
"Diam!!!!!" kata Pupus kesal.
"Uhhhh, tetap saja sombong," kata Tasya, "beda sama Kreci, anak baik dan kalem."
Semua cewek dan cowok International Liegue School bersiap menggunakan pakaian terbaiknya di pesta nanti. Bagas membeli kemeja baru di toko. Misca mencoba semua gaun-gaun di lemarinya. Dina sedang menyisir butik untuk mencari gaun mahal. Kreci juga sedang bingung mencari gaun ala princess di toko online.
Kecuali Pupus. Dia masih menyempatkan dirinya masuk shift kerja. Pupus membersihkan semua yang ada dengan perasaan kesal. Dia melampiaskan kekesalannya dengan membersihkan kantor. Meskipun sudah bersih, dia bersihkan lagi. Begitu seterusnya. Alex memperhatikan Puspa dari kejauhan. Alex menggunakan baju rebelnya. Dia menyamar menjadi Alex yang dulu.
"Pus!" Alex berlari kecil pada Puspa. Puspa enggan menoleh saat Alex menghampirinya.
"Ada apa?!" tanya Pupus ketus. Lalu melemparkan kanebo pada wajah Alex.
"Kau sedang kesal ya?" tanya Alex mengusap wajahnya karena cipratan air di kanebo.
Pupus langsung duduk dilantai. Seperti orang stress. Alex ikut duduk di sebelahnya. Lalu mengeluarkan sebuah amplop.
"Ini hasil tabunganku selama bekerja," kata Alex.
Pupus memandang amplop itu lalu langsung menyambarnya. Dan tak segan Pupus menghitung jumlah di amplop itu.
"Lima juta?!!! Kau menabung sudah sebanyak ini?" tanya Pupus kaget, "tabunganku saja satu tahun baru 2,5 juta."
Tadinya Alex mau ngasi Pupus 20 juta. Tetapi nanti Pupus curiga padanya. Jadi Alex hanya memberinya sewajarnya saja.
"Kan kau boros dan nongkrong gak jelas dengan geng Salmonmu itu," kata Alex.
"Iya sih. Kamu masih ingat aja dengan nama gengku," kata Pupus, "by the way makasih. Kamu ternyata baik ya? Gak brandal."
Alex nginyem dengar perkataan Pupus, "aku mau kau cari kosan lain. Jangan dengan Pras."
"Aku juga mikir begitu. Tapi di mana, Lex? Gajiku di sini saja cuma 1,5juta sebulan. Aku juga gak dapat penghasilan dari ketua osis lagi."
"Kau berhenti?" tanya Alex.
"Bukan berhenti! Tapi dihentikan sama saudara kembarmu itu! sialan!" Pupus menghentak-hentakkan kakinya.
"Jadi penasaran. Makanya kau belajar mengendalikan emosimu itu! Mencak-mencak gak jelas bikin kau kalah," kata Alex.
"Kau membela Alex mesum itu?!" Pupus mencubit lengan Alex.
"Aw! Sakit tauk! Ya udah aku mau balik lagi," kata Alex sambil mengusap lengannya dari bekas cubitan.
"Gimana kalau kau ikut denganku? Aku mau mencari gaun pesta," kata Puspa.
"Males ah! Ya udah bye!" kata Alex melambaikan tangannya.
Alex berlari kecil keluar dari kantor logistik itu. Dia terlihat sangat buru-buru. Alex segera menelepon Marco. Dia meminta Marco membelikan gaun untuk Puspa. Beberapa menit kemudian, Marco sudah sampai di kantor logistik. Marco langsung masuk ke ruang HRD. Dia meminta Bu Sari memberikannya pada Puspa.
Bu Sari hanya menuruti perintah Marco. Saat Puspa siap-siap pulang. Bu Sari menghampirinya dengan membawa kotak berisi gaun dari Marco.
"Mbak Puspa," panggilnya, "aku kemarin beli gaun buat ke pesta nikah temen. Tapi kekecilan. Mungkin ke mbak Puspa pas," kata Bu Sari berpura-pura.
Dengan gugup Pupus menerima kotak itu.
"Ibu serius nih?" tanya Puspa, "boleh saya lihat?"
"Iya buka aja, mbak! Pas nggak?" katanya sambil melihat Pupus sibuk membuka kota. Mata Pupus terbelalak karena gaun itu sangat mewah.
"Bu, ini terlalu mewah. Pasti mahal kan?" kata Puspa memasukkan lagi gaun itu ke kotaknya, "maaf Bu Sari, saya gak enak menerima ini."
"Udah buat Mbak Puspa aja. Saya buru-buru nih ditunggu suami di depan," Bu Sari berlari kecil sambil menenteng tas laptop di tangan kanannya.
Puspa menggaruk kepalanya karena kebingungan harus bagaimana. Kenapa sangat kebetulan Bu Sari memberinya gaun disaat dia butuh?
Puspa masih gelagapan dan bingung. Dia mencoba membuka gaun itu lagi. Warna gaunnya juga warna kesukaan Puspa. Warna Babyblue. Puspa sangat menyukainya. Buru-buru Pupus memasukkan gaun itu lagi dan pulang. Karena jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.
Alex menopang dagu dari dalam mobil. Di sebelahnya ada Marco. Sejak tadi dia mengawasi Puspa. Gadis itu sedang berlarian menunggu ojek online.
"Ikuti dia, Pak," kata Alex pada sopir, "aku ingin tahu dimana kos Pras."
Mobil itu mengikuti Puspa dan ojeknya. Mereka masuk gang. Dan gang itu lumayan bisa dimasuki mobil walaupun sangat pas. Alex melihat Puspa turun dari ojek. Lalu masuk ke dalam kos mahasiswa. Puspa tinggal di kosan bebas. Terdengar beberapa orang bermain gitar di depan rumah itu.
Alex turun dari mobilnya. Dia masih berpakaian seperti Alex yang dulu. Pakaian gembel dan sobek-sobek. Alex masuk ke dalam halaman kosan itu. Alex mulai mendengar suara teriakan Puspa.
"Abang!!! Jangan ambil uangnya! Itu punya Alex titip sama aku, Bang!!!!" Puspa mencoba merebut amplop itu dari tangan Pras. Tetapi Pras mendorong Puspa sampai tersungkur ke lantai.
Pras mengambil beberapa lembar. Terdengar Puspa menangis sekuat tenaganya. Dia meraung seperti orang tak berdaya.
Alex menendang pintu tempat Pras dan Puspa. Pras setengah kaget karena anak itu datang tiba-tiba. Puspa menghapus air matanya.
"Alex?? Ngapain ke sini?!" tanya Puspa.
"Ayo pergi dari sini!" kata Alex sambil menatap nanar Pras. Alex menarik tangan Puspa. Setengah menyeret Puspa.
"Sebentar! Aku bawa barang-barangku dulu," katanya. Puspa keluar dengan membawa koper. Alex membantunya mengangkat kopor.
"Jangan pernah kembali!!!" kata Pras dari dalam. Alex dan Puspa tak menghiraukannya lagi.
"Kau mau membawaku kemana?" tanya Puspa.
"Rumah," jawab Alex singkat.
"Ha? Rumah? Memangnya kau punya rumah?"
Alex tak menjawabnya.
***
to be continued...