12.
Kampanye
~Di dunia ini, diciptakan dalam prinsip keseimbangan, langit dan bumi, laki-laki dan wanita, aku dan kamu.~
Suara hati Alendra untuk Kara.
copyright ©irma karameena the novel & the quotes
***
Pupus berkacak pinggang di hadapan Alex. Ditatapnya mata adik sepupunya itu. Tapi kok lain ya? Rasanya kok ganteng banget gitu? Pikir Pupus.
"Eh, anak brandal! Berani kau mendaftar jadi ketua osis?" tanya Pupus sambil menaikkan salah satu kakinya ke atas paha Alex.
Pupus memang sebarbar itu. Alex sudah biasa menerima perlakuan semena-mena Pupus selama ini. Bahkan sejak dirinya masih kecil.
Alex menatap kaki Pupus yang menggunakan sepatu dengan tali tak terikat itu. Bagaimana bisa orang seperti Pupus menjadi ketua osis? Apa semua orang takut padanya? Alex membiarkan kaki Pupus tetap seperti itu.
"Jawab!!!" kata Pupus dengan teriakan sirine-nya itu. Alex menyumpal telinganya dengan kedua telunjuknya.
"Buka!" Pupus menghempas tangan Alex agar tak menutup telinga. Tapi Alex tetap menutup telinganya.
"Buka! Aku bilang!" sumpah! Telinga Alex terasa sakit.
"Kau itu manusia apa TOA speaker sih?" kata Alex menyipitkan mata, "lagian kau itu siapa sih? Aku gak kenal kamu." Alex serta merta berdiri. Membuat Pupus jatuh terjungkal karena kakinya asyik di atas paha Alex.
Semua orang di situ menertawakan Pupus yang terjungkal. Roknya bahkan terpangkas ke atas, untung dia menggunakan celana olahraga tadi. Jadi aman, tidak malu-malu amat.
"Jadi kau mengubah identitasmu?" tanya Pupus sambil berusaha berdiri.
"Maksudmu?" Alex mengernyitkan dahi.
"Kau memalsukan identitas baru? Iya kan? Pake nama seperti pangeran arab lagi! Jijik!" Pupus meludah di atas sepatu Alex, "seluruh dunia tahu siapa Waleed Alan Tabaraq! Dan kau memakai namanya! Menjijikkan!"
Cuih! Pupus meludah kedua kalinya. Kali ini di sepatu sebelahnya.
Mata Alex mendelik. Dia melihat cairan ludah Pupus di atas sepatu brandednya.
"Kamu tahu sepatu ini berapa harganya?" tanya Alex kesal.
"Berapa emangnya?! Kau pasti bergabung dengan mafia kan sejak kabur dari rumah?" kata Pupus.
Kabur? Kabur apanya? Kalian mengusirku! Gumam Alex dalam hati. Alex tetap berusaha menahan dirinya. Dia tak mau mati sebelum berperang dengan gadis macam Pupus ini.
"Ah, sudahlah! Kau tak perlu tahu harganya berapa! Sekarang, bersihkan!" kata Alex menjulurkan sepatunya yang sudah diludahi.
"Hahahaha," Pupus tertawa dengan mengejek, "kau gila ya? Sejak kapan ada kakak membersihkan sepatu adiknya?"
"Apa maumu?" tanya Alex kesal sekali.
"Hmmmm, jangan mencoba menjadi rivalku! Camkan itu!" kata Pupus dengan mengacungkan jari tengahnya pada Alex. Lalu dia pergi bergitu saja dari kelas Alex.
"Kurang ajar!" kata Alex dengan lirih. Alex menghela nafas dalam-dalam. Dia mencoba bersabar dengan gadis sirine itu. Lagipula Alex sudah terbiasa dengan temperamen Pupus.
Alex membersihkan sepatunya dengan air di toilet. Dengan kesal Alex sambil memikirkan apa visi misinya nanti didepan masyarakat sekolah. Dia benar-benar tertantang mengalahkan Pupus. Dari kecil gadis sirine itu selalu mendzaliminya. Dulu, Alex tidak tahu kalau mereka hanya sepupuan, bukan saudara kandung. Jadi Alex diam saja meski dimarahi Pupus habis-habisan.
Sekarang, Alex berjanji akan membuat Pupus memohon dan bertekuk lutut padanya. Alex berjanji di dalam hatinya. Alex mengepalkan tangannya. Lalu meninju dinding dengan kepalan tangannya.
"Dia sudah sering merendahkanku!" Alex mendengus.
Tiga hari kemudian. Hari itu menjadi momen penting bagi seluruh masyarakat sekolah International Liegue. Mereka sedang mendengarkan kampanye sesi pertama. Ada lima kandidat yang lolos. Alex dan Pupus masuk di dalam 5 kandidat itu.
Pupus berpidato di depan podium, meskipun galak dan barbar, wajah Pupus terlihat sangat cantik. Alex baru sadar kalau wajah Pupus sangat mirip dengan mendiang Ibu. Dulu, pak Rustam memperkenalkan Ibu Alex sebagai tante Syima, bukan sebagai ibu kandung Alex.
"Saya akan membuat sekolah di tahun ini penuh dengan prestasi dan pengembangan bakat hingga internasional!" pekik Pupus dengan penuh semangat.
Semua orang bertepuk tangan dengan riuh.
Alex hanya mencibirnya dari bawah sana. Sekarang giliran Alex berpidato. Dia naik ke atas panggung. Sebelum dia naik ke atas podium, Pupus sempat menyikutnya. Alex tak membalas perlakuan Pupus. Seumur hidup, Alex tak pernah membayangkan akan menjadi musuh Pupus. Dulu, Alex kira, Pupus adalah kakak kandungnya.
"Pertama-tama. Saya ingin mengucapkan banyak terima kasih pada Bapak dan Ibu guru. Sudah memilih saya di babak pertama ini," Alex berdehem.
"Saya tidak mau mengumbar janji apapun. Saya menawarkan arahan program kerja. Program CB2P, kepanjangannya Cerdas, Berkepribadian, Bahagia, dan Prestasi. Cerdas, saya ingin membuat seksi ilmuwan muda untuk menelurkan teman-teman berbakat ke kancah olimpiade science. Berkepribadian memberantas perilaku bullying, Bahagia dalam belajar dan berkawan, dan Prestasi layanan potensi pengembangan bakat. Cukup sekian. Terima kasih."
Semua bertepuk tangan dengan sangat riuh. Baru kali ini ada siswa berbakat dalam menyusun program. Semua guru saling berbisik. Mereka menjadi juri dari 5 kandidat itu. Dan selanjutnya akan dipilih menjadi 3 kandidat untuk maju ke sesi kampanye berikutnya minggu depan.
"Saya akan sampaikan, sesi kedua kampanye dilakukan secara mandiri oleh kandidat. Artinya para kandidat harus mencari tim sukses sendiri untuk menyebarkan amunisi dan mempengaruhi massa. Peraturan dan hasil sesi 1 kandidiat terpilih. Akan diumumkan di mading," ujar Pak Arka.
***
Esoknya di mading sudah ramai. Siswa berbondong-bondong membaca di depan mading. Entah kenapa mereka lebih antusias dari biasanya. Sebelumnya pemilihan ketua osis selalu sepi. Mereka melihat 3 kandidat terpilih. Di pengumuman itu ada nama Puspa Rustam Wijaya, Alex Waleed Alan Tabaraq, dan Baskoro Salman. Mereka akan berjuang untuk memperebutkan suara rakyat di sekolah International Liegue.
Brakkk!!!!
Pupus menggebrak meja Alex tiba-tiba. Gadis sirine itu datang lagi. Dia tidak akan membiarkan Alex lolos dan damai hidup tanpa teriakannya. Sehari saja tidak pernah. Apa memang takdir Alex harus bertemu dengan Pupus?
"Bagus ya kamu...! Sudah kubilang menyerahlah menjadi rivalku," kata Pupus.
Seperti biasa Alex hanya diam. Memandangi wajah Pupus lekat-lekat. Kalau mendiang Ibunya masih hidup, apa dia akan dimarahi seperti Pupus memarahinya?
"Kamu gak akan bisa mengalahkanku!" kata Pupus.
"Oh ya? Lihat saja, aku yang akan menjadi ketua osis!" kata Alex, "masa depan sudah ditentukan!"
"Aku berpengalaman. Kamu nggak!" kata Pupus dengan berkacak pinggang. Gadis ini benar-benar suka semena-mena. Pupus mencubit lengan Alex. Lalu mencubit perut Alex.
"Aw..!" seru Alex mengelus lengannya, "kamu suka berbuat kekerasan ya? Ingat ya, kalau aku jadi ketua osis, orang seperti kamu akan disingkirkan!"
"Benarkah? Hahahaha, hebat ya kamu adik kecil! Cuih!" Pupus meludahinya lagi. Kini tepat di dada Alex. Pakaiannya menjadi kotor karena ludah Pupus.
Alex geram dan giginya gemeretak. Rasanya dia ingin sekali menerkam Pupus. Tapi, Alex berusaha mengendalikan diri. Dia banyak belajar pengendalian diri akhir-akhir ini. Marah hanya akan membuatnya kalah.
"Bersihkan!" Alex mengambil tangan Pupus, lalu mengusapkan tangan mungil Pupus ke kemeja seragam Alex.
Tangan Pupus menyentuh dada bidang Alex. Entah kenapa, ada setruman yang tak biasa mengalir di hati Pupus. Apa ini? Pupus diam saja saat Alex menggosok-gosok pakaiannya dengan tangan Pupus sendiri.
"Ah! Ini ludahmu bau sekali!" kata Alex pergi meninggalkan kelas dan ke toilet.
Kenapa setiap hari Pupus itu suka meludahinya?
"Benar-benar si Pupus, menyebalkan!" Alex membersihkan kemejanya, "ih, bau sekali!"
Sepulang sekolah Alex tak sengaja melihat Pupus dan Pras di jalan. Kedua sepupunya itu tampak sedang bertengkar. Alex melihat dari dalam mobil. Mereka kenapa sih? Alex jadi penasaran.
"Pak, tolong berhenti," kata Alex pada sopir.
Alex mendekati Pupus dan Pras. Tetapi dengan bersembunyi dari dekat. Dia ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan.
"Pokoknya kamu harus terima tawaran aku!" kata Pras, "temanku itu akan membayarmu!"
"Nggak! Aku nggak mau! Aku bukan cewek murahan, Bang! Abang tega!" Pupus terlihat mencak-mencak, "kan aku udah bilang, bayaranku sebagai ketua osis dua bulan sekali nanti akan kukasi ke Abang!"
"Kelamaan! Tapi ini jalan satu-satunya kita mengatasi masalah hidup kita, Pus. Bang Ardhy mengusir kita juga. Bukan cuma Alex. Sekarang gimana? Kau masih mau makan kan? Gak mungkin kau hanya menumpang saja dikosku!" kata Pras dengan nada tinggi.
"Lebih baik aku jadi brandal seperti Alex daripada menjadi pelacur, Bang!" kata Pupus mulai terisak, "aku bukan perempuan bodoh! Aku pintar! Aku bisa dapat beasiswa nanti saat kuliah! Aku akan mandiri! Tapi aku gak mau jual diri!"
Pupus berlari meninggalkan Pras sambil menangis. Pupus melewati Alex yang sedang bersembuyi. Namun, Pupus tak melihat Alex. Sedangkan Pras berdiri mematung. Dia tampak sangat stress.
"Arrghhh!!!!" Pras menendang kaleng yang ada di jalan itu. Dia juga tampak sangat kesal pada dirinya sendiri.
Alex kembali ke dalam mobilnya.
"Pak, langsung ke kantor ya," katanya. Dia masih memikirkan pertengkaran kedua sepupunya itu, "jadi itu sebabnya Pupus sangat ingin menjadi ketua osis?"
Hmmm, Alex jadi kasihan. Lalu bagaimana?
***
To be continued...