Chereads / THE BIG BOSS BRONDONG / Chapter 13 - Dendam Kesumat

Chapter 13 - Dendam Kesumat

13.

Dendam Kesumat

~ Aku ingin menutup mata dari kejamnya dunia. Tapi itu tidak mungkin. Ini sebuah realitas yang harus aku lawan.~

Alex bersuara.

Copyright ©irma karameena the novel & Quotes

***

Pupus menghapus airmatanya. Dia masih menggunakan seragam putih abu-abunya. Sedangkan Adila meneleponnya terus-terusan. Sesekali Pupus mengangkat teleponnya.

"Pus! Jadi nongkrong gak sih?" tanyanya.

"Dila, maaf ya, aku lagi ada urusan mendadak!" Pupus langsung mematikan teleponnya.

Pupus ingin mencari pekerjaan paruh waktu saja. Didalam bus transjakarta itu Pupus menghibur diri. Naik bus bolak-balik dan tidak turun-turun. Dari harmoni balik lagi ke Atrium dan seterusnya.

Ada seseorang yang memberikan Pupus selembar kertas di sampingnya. Pupus mengambil kertas itu. Lantas dibacanya isi kertas itu. Lowongan kerja freelance untuk anak sekolah. Menjadi office girl.

Pupus menoleh pada seseorang yang memberikannya lowongan kerja itu.

"Alex?" Pupus sedikit syock, "ngapain kamu di sini?"

"Jangan banyak tanya," kata Alex dingin. Dia berdiri di bus itu sejak tadi. Berdiri di sebelah Pupus duduk. Tetapi, Pupus tak menyadarinya. Alex tidak jadi ke kantor gara-gara mendadak mengkhawatirkan Pupus.

"Apa maksudmu memberikan aku ini?" tanya Pupus menghempaskan kertas itu.

"Kau butuh kan?" kata Alex, "aku melihat rumah itu dijual!"

"Jadi benar kau Alex yang dulu?" tanya Pupus, "aku selama ini hanya mengetesmu kok!"

Alex keceplosan tahu tentang rumah itu.

"Alex yang dulu? Jangan ngimpi aku ini adikmu! Maksa banget sih! Aku memang menyelidikimu karena kau rivalku di pemilihan ketua osis!" kata Alex dingin.

"Jadi kau tahu semuanya?"

"He-eh! Aku tahu semuanya! Daripada kau menjadi PSK, mending kau kerja!" kata Alex.

"Ini di mana?" Pupus memungut kertas itu lagi.

"Baca sendiri!" kata Alex lalu pergi dan turun dari bus di perhentian berikutnya. Bus kebetulan berhenti di halte Pejaten. Alex tak peduli meski Pupus meneriakinya.

"Makasih! Woi makasih woy! Woy!"

Pupus memang tak punya akhlak sama sekali. Bikin kepala Alex berdenyut setiap kali mendengar suaranya. Dasar Pupus!

***

Alex kembali ke kantor agak terlambat. Jadi dia masuk kedalam ruangannya. Disana Marco sudah menunggunya. Paman Marco sudah lebih baik.

"Ada masalah Tuan?" tanya Marco.

Alex menggeleng, "kalau ada gadis mendaftar ke HRD menjadi office girl. Suruh terima saja."

"Kita kan tidak membutuhkannya, Tuan?" kata Marco.

"Tapi dia membutuhkan pekerjaan itu," kata Alex, "pokoknya terima saja, namanya Puspa Rustam Wijaya."

"Ini bukannya sepupu Tuan muda, ya?" tanya Marco jadi penasaran. Alex menggangguk.

"Mereka ternyata juga diusir oleh Ardhy!" Alex mengatupkan giginya, "tidak hanya aku yang dia perlakukan seperti sampah!"

"Kebetulan Ardhy meminta segera adakan pertemuan,Tuan," kata Marco, "dia tampak sangat mendesak."

"Dia punya hutang miliaran. Entah apa yang dia lakukan. Aku nggak ngerti masalahnya. Sekarang Prass dan Pupus hidup terkatung-katung. Kalau kak Yunita dia sudah menikah. Dia tak mungkin seperti mereka berdua," Alex berpikir keras.

"Jadi bagaimana Tuan? Apa jadi kita membelinya?"

"Nggak! Itu rumah ibuku. Lebih baik Pras dan Pupus menempatinya daripada Ardhy menjualnya. Paman lebih baik bertemu dengan pengacara warisan itu. Laporkan saja Ardhy ke polisi. Aku kesal padanya!"

"Baik Tuan Muda, saya akan segera bekerja," kata Marco langsung meninggalkan ruangannya.

Apa yang terjadi kalau Ardhy masuk penjara? Kenapa dia punya hutang sebanyak itu? Alex juga sudah menambah personil bodyguard untuk menjaganya dan Marco.

Ardhy duduk di depan para penjudi lainnya. Setiap malam, tempat perjudian itu tak pernah sepi. Ardhy kembali membuang 1 miliar DP dari menjual rumah itu untuk judi. Ardhy menyesap rokoknya. Tempat itu penuh dengan asap rokok dan sangat hingar bingar.

"Kau mau bayar berapa?" tanya salah satu dari mereka.

"500 ratus juta cash!" kata Ardhy dengan sombong. Semua orang tertawa padanya. Tetapi Ardhy menganggapnya seperti pujian. Padahal mereka merendahkan posisi Ardhy.

Dan benar saja, Ardhy lagi-lagi kalah. Dia mengamuk sejadi-jadinya. Lalu terdengar suara mobil polisi datang. Mereka berlari tunggang langgang. Ardhy juga begitu. Tetapi malang, Ardhy berhasil diringkus polisi. Beberapa dari mereka juga berhasil diringkus. Tidak sulit menangkap Ardhy. Apalagi menemukan lokasi perjudian itu.

Marco berdiri di hadapan Ardhy. Kali ini Marco ditemani oleh Dori dan Tomy.

"Kau yang melaporkanku?" tanya Ardhy dengan wajah nanar.

"Iya, Pak. Karena anda menipu kami. Lihat ternyata rumah itu bukan milik Anda, tetapi milik adik sepupu Pak Ardhy," kata Marco melemparkan surat kepemilikan ke wajah Ardhy.

Pengacara warisan keluarga Rustam juga turut hadir di sana.

"Kami memiliki bukti berkas-berkasnya," kata Marco, "kami mengurungkan niat membeli rumah itu. Bapak telah memalsukan surat kepemilikan."

"Arrrgghhh!!!" Ardhy mengamuk. Mukanya terasa ditampar, "rumah itu milikku! Bukan milik bocah tengik itu!"

Ardhy menyebut Alex bocah tengik. Meskipun Ardhy tak tahu siapa di balik pelaporan atas dirinya. Bagi Ardhy, bocah tengik itu sudah mati. Ardhy hanya peduli pada dirinya sendiri. Polisi membawa Ardhy ke dalam jeruji besi. Di sana Ardhy harus menangisi kesalahan-kesalahannya.

Setelah urusan itu beres, Marco kembali ke kantor untuk menemui Alex. Di ruangan itu alex masih menggunakan seragam sekolah. Ia sepertinya baru saja pulang dari sekolah.

"Tuan muda, ini berkas surat warisan dari pengacara Pak Rustam," kata Marco memberikan sebuah map berwarna merah padanya.

Alex membacanya dengan baik. Akhirnya, surat kuasa, surat wasiat, dan surat kepemilikan itu ada ditangan Alex.

"Jadi pengacara itu sudah tahu kalau aku?"

"Ya Tuan, tenang saja, dia orang yang amanah. Dan sangat dipercaya oleh paman Tuan muda," kata Marco.

"Kalau begitu, jadikan dia jadi pengacara pribadiku mulai sekarang," katanya.

"Baik Tuan, saya akan segera meneleponnya."

Seorang gadis berambut panjang sebahu datang ke perusahaan besar itu. Dia masuk ke ruang logistik. Sepertinya lowongan pekerjaan itu di perusahaan logistik?

Perusahaan itu masih milik Alex, salah satu anak perusahaan dari perusahaan miliknya. Alex sengaja menaruh Pupus di lokasi itu. Agar Pupus tidak tahu kalau dia pemiliknya.

"Anda nona Puspa?" tanya seorang perempuan di sana.

"Benar, Bu. Saya Puspa."

"Lamaran anda kemarin sudah masuk. Jadi hari ini bisa langsung bekerja. Anda bekerja di shift siang, mulai jam 14.00 WIB sampai jam 21.00 WIB."

"Baik, Bu. Terima kasih," Puspa diantarkan ke ruang office girl. Dia juga diberikan seragam OG oleh wanita itu.

"Oh ya, panggil saja, saya Bu Sari, staf HRD," katanya.

"Baik, Bu Sari."

Hari ini, hari pertama bekerja. Dia mulai membersihkan apa yang ada: mengepel, mengelap meja, membersihkan kaca, dan sebagainya. Malamnya dia akan pulang naik bus dan kembali ke kos Pras. Gajian, masih bulan depan Puspa! Jadi Puspa memilih bersemangat! Kadang-kadang Puspa juga sambil belajar saat bekerja. Dan tak ada yang memarahinya.

Di sekolah lain, sekolah baru Yoga. Sejak dia dikeluarkan dari sekolah. Dia pindah ke sekolah lain. Sekolah STM. Semua orang juga tahu sekolah STM jauh lebih barbar daripada jenis sekolah apapun. Sedangkan Cepi pindah sekolah di sekolahan biasa, sekolah umum. Hanya Keenan yang memilih homeschooling. Tetapi bukan berarti dendam mereka pada Alex selesai begitu saja.

Yoga menemui Cepi di sekolahnya. Seperti biasa, Yoga selalu punya banyak pengikut. Dia menemui Cepi dengan membawa banyak pengikut. Yoga selalu siap bertempur. Padahal Cepi hampir berniat berhenti main geng-gengan seperti itu.

"Apa kau mau tawuran?" tanya Yoga pada Cepi.

"Nggak, aku nggak mau," kata Cepi.

"Ayo kita tawuran saja!"

"Nggak mungkin. Ayahku bisa membunuhku," kata Cepi menolaknya mentah-mentah.

"Ya udah! Kalau gitu sampaikan pada Bagas kalau aku ingin tawuran dengan Alex," kata Yoga.

Yoga tak pernah mau berhenti. Sekalipun dirinya pernah merasakan jeruji besi. Cepi menghela nafas berat. Kenal dengan Yoga itu kesalahan terbesar bagi dirinya. Hidup Cepi tak pernah beres. Sangat berbeda saat dirinya masih SMP, berprestasi dan teladan. Sekarang, boro-boro, masuk penjara iya. Cepi kesal pada dirinya, semua barang dia lempari saat sudah sampai di rumah.

***

to be continued...