Chereads / Ain't About Us / Chapter 13 - Kabar Buruk Atau Baik?

Chapter 13 - Kabar Buruk Atau Baik?

Terkejut?

Tentu saja. Siapa yang tak terkejut saat mendapat kabar tidak biasa tiba-tiba seperti ini.

Theodore hanya diam. Mencerna kembali perkataan sang ayah yang terkesan tak masuk akal. Pasalnya, dia sama sekali tak tahu dengan siapa ayahnya telah menjalin hubungan. Selama ini pria dewasa itu hanya sibuk dengan pekerjaan, bahkan terlalu sibuk sampai tak punya waktu untuk pulang ke rumah. Sekedar bertemu dengannya saja hanya pada hari-hari tertentu.

Dan kini, pria itu memberi kabar yang tak terduga.

Theo tak tahu harus memberi respon bagaimana. Dia juga tak tahu apakah ini kabar baik atau buruk. Sejujurnya, tak masalah jika ayahnya ingin mempunyai pasangan lagi, pria itu sudah sangat lama menjalani kehidupan seorang diri. Namun jauh dilubuk hatinya, ada sedikit keganjalan. Tak mudah bagi Theo untuk menerima orang baru menggantikan posisi ibunya.

"Ini.. Ini bukan April mop kan?" Theo segera mengeluarkan ponselnya, memeriksa kalender dan mendapati dugaannya salah. "Ini juga bukan ulangtahun ku.." gumamnya. "Katakan kalau ini hanya bercanda?"

Pria di depan cermin menghentikan kegiatannya merapikan kerah kemeja. Dia menatap sang anak yang terpantul pada cermin untuk mendapati guratan tak percaya di wajah pemuda yang masih mengenakan seragam itu.

Terdengar helaan nafas dari ayah Theo, pria itu kemudian berbalik, memandang ke arah anaknya dengan wajah sendu.

"Papa tahu, sulit bagimu untuk menerima orang baru menggantikan posisi Mama mu," ujarnya. "Tapi, ini sudah cukup lama bagi kita terus berada di dala lubang kesedihan. Mama mu disana juga pasti tak ingin kita terus-menerus berdiam dalam luka lama."

Theo mengeratkan pegangannya pada helm, seolah melampiaskan berbagai emosi yang tak bisa diutarakan lewat kata-kata. Karena, mau bagaimanapun, yang dikatakan ayahnya sangat benar. Mereka tak bisa selamanya seperti ini. Theo sadar bagaimana rasanya kesepian menjalani semua hari-hari sendiri, apalagi bagi pria dewasa seperti ayahnya. Dia sendiri bahkan tak bisa hidup tanpa sang kekasih, walaupun hanya sehari tak bertemu rasanya sangat menyiksa.

Akan sangat egois kalau dia tetap memaksakan ayahnya harus selalu melajang demi menjaga kesetiaan pada mendiang ibunya. Sangat tidak realistis.

"Beri aku waktu.."

Namun, dia tetap hanyalah seorang anak yang mana tak akan bisa dengan mudah melihat ayahnya bersama seorang wanita selain ibunya sendiri.

"Nak, ini bukan tentang hubungan Papa saja. Ada tanggung jawab yang harus Papa penuhi. Papa harus menjaga orang yang telah mengorbankan dirinya demi kesehatan Mama."

Theo menatap ayahnya. Alisnya telah menyatu dengan beberapa guratan tercetak di dahinya.

"Orang yang akan Papa nikahi adalah pendonor ginjal untuk Mama mu dulu. Saat ini, dia sungguh tak bisa hidup dengan sempurna karena salah satu organnya telah hilang. Untuk Mama mu, untuk Istri Papa," jelas ayah Theo.

Bagus. Bagus sekali.

Ini sungguh keadaan dimana dia sama sekali tak bisa menentang. Theo tahu kalau menjalani hidup dengan satu ginjal sangat menyulitkan. Sempat terbayang juga wajah ibunya saat terbaring di atas ranjang, tubuhnya kurusa dan sangat pucat serta matanya tampak kosong seolah tanpa jiwa.

Pemandangan yang teramat menyakitkan setiap kali Theodore mendatangi ibunya. Wanita itu selalu menahan rasa sakit teramat besari di balik senyum dan sentuhan lembut pada pucuk kepala Theo.

Namanya Sunny.

Dia adalah wanita tercantik yang pernah Theo lihat. Sebelum penyakit menggerogoti tubuhnya dari dalam, membuat wanita itu perlahan-lahan menjadi kurus dan pucat. Tulang-tulang bahkan tercetak jelas di balik kulit tipisnya. Lebih seperti mayat hidup daripada manusia.

Sudah cukup banyak usaha yang dilakukan untuk membuat Sunny kembali sembuh, atau setidaknya bertahan sedikit lebih lama. Berbagai pengobatan, obat-obatan, sudah sering dilakukan. Selama bertahun-tahun tak membuahkan hasil sama sekali. Mungkin rasa sakit itu hanya menghilang sementara, namun saat kambuh akan terasa berkali-kali lipat lebih menyakitkan.

Sunny adalah perempuan ceria, senyumannya secerah matahari, seperti namanya. Itu dulu, ketika dia masih kecil. Penyakit itu mulai menunjukkan dirinya ketika Sunny beranjak dewasa, lebih tepatnya setelah dia lulus sekolah. Rasa sakit yang awalnya dibiarkan, merasa itu bukanlah suatu hal penting, namun ternyata ketika itu ginjalnya sudah terlalu rusak untuk menyaring zat-zat di dalam tubuh. Membuatnya sering lemas dan pingsan tiba-tiba.

Hal itu semakin menjadi-jadi ketika dia mengandung Theodore. Bisa dibilang, nyawanya dipertaruhkan saat berusaha melahirkan sang anak. Benar-benar pilihan yang sulit ketika harus memilih siapakah yang hidup diantara keduanya.

Sebagai suami yang sangat menyayangi istrinya, menyelamatkan Sunny adalah pilihan utama. Bukan karena tak menyayangi sang anak, tetapi ketika berada di posisi saat itu, yang ada di benak adalah mengutamakan orang yang dicintai bukan?

Tetapi Tuhan berkata lain.

Keduanya selamat.

Baik Sunny maupun sang anak, mereka berdua hidup.

Namun kebahagiaan itu hanya berselang beberapa tahun. Karena setelahnya, kesehatan Sunny teramat mengkhawatirkan.

Wanita itu bahkan bisa dua kali pingsan selama sehari.

Kegagalan ginjalnya bertambah cukup parah. Sehingga sangat mengharuskan mendapatkan donor ginjal untuk bisa menyelamatkan hidupnya.

Setelah mendengar hal itu dari dokter, ayah Theo berusaha keras untuk mendapatkan donor ginjal. Pria itu bahkan mengeluarkan jutaan dollar agar bisa secepatnya mendapatkan ginjal yang cocok untuk istrinya.

Tuhan tak tidur. Karena itu, segala usaha yang pria itu lakukan segera berbuah manis.

Dia mendapatkan pendonor yang sangat cocok untuk istrinya. Seorang wanita dengan ekonomi terbatas harus merelakan ginjalnya demi mendapatkan uang untuk kelangsungan hidupnya.

Sekalipun bantuan telah datang, sekalipun tenaga medis paling profesional telah dikerahkan, tak ada satu orang pun yang bisa menghalangi malaikat maut untuk datang.

Beberapa bulan setelah operasi itu dilakukan. Saat sore hari, dimana rutinitasnya menjemput sang anak di tempat les. Langit telah menunjukkan tanda-tanda turun hujan, tampak lebih gelap dan dingin dari biasanya. Dan, benar saja, hujan deras turun tepat di tengah-tengah perjalanan. Membuat jalan menjadi licin karena tergenang air. Harusnya saat itu dia berhenti lalu menepi.

Namun dia tak melakukannya. Prioritasnya adalah menjemput sang anak tepat waktu, tak peduli ada hujan badai sekalipun. Sebagai seorang ibu, yang ada dipikirannya adalah bertemu dengan anaknya sesegera mungkin.

Saat itulah roda mobil yang dikendarainya mulai tergelincir karena jalanan yang licin. Sebelum dia berhasil mengendalikan mobil tersebut, semuanya sudah terlambat. Kendaraan roda empat berwarna hitam menabrak pagar pembatas sangat keras. Menyebabkan kerusakan cukup parah pada bagian depan mobil. Asap bahkan sudah keluar dari kap mobil yang penyok tak berbentuk lagi.

Tentu saja si pengendara tak selamat.

Sunny tewas dalam kecelakaan yang harusnya bisa dia hindari.

Kecelakaan yang harusnya tak ia alami kalau saja dia menepikan mobil sebelum badai datang.

Rasanya, Malaikat maut tak akan berhenti sebelum membawa jiwa wanita malang itu.