Chereads / Meet In Paris / Chapter 19 - Bangsat

Chapter 19 - Bangsat

Seine sore ini tak seindah sore-sore yang telah berlalu. Semua terasa hambar bagai perasaan Chika. 

Tak ada keindahan yang terpampang, begitu pun dengan Eifel. Dia pun sama, tak terlihat semenenarik seperti biasanya. 

Alam pun seakan ikut merasakan  apa yang sedang di rasakan oleh Chika. 

"Gue idah mencoba ikhlas, tapi kenapa kok rasanya berat banget!" keluh Chika. 

"Itu karena lo emang gak bisa ikhlas," sahut seseorang dari belakang Chika. 

"Rio, sejak kapan lo ada di sini?" tanya Chika. 

"Sejak tadi," jawab Rio. 

"Jadi lo denger dong umpatan-umpatan gue?" tanya Chika.

"Ya denger sih," uhar Rio. 

"Yhah, kan jadi malu gue. Hari ini gue itu bener-bener lagi down banget!" tukas Chika. 

"Kenapa? Sakit hati?" tanya Rio. 

Tanpa Chika bercerita pun Rio sudah tau apa masalah yang sedang di hadapi oleh Chika karena Alex sudah menceritakan krpadanya. Dan karena itu jiga sekarang dirinya berdiri di depan Chika. 

"Ya bisa di bilang sih gitu, cuma ya gue masih bingung aja gitu. Rasanya hati gue saat ini itu benar-benar sakit banget!' ujar Chika. 

"Lo boleh nangis, lo boleh teriak sekencang mungkin. Tapi jika melepaskan adalah hal yang tidak bisa untuk kamu lakukan, maka kamu tidak perlu kok harus melakukan itu."

"Memangnya lo pernah sakit hati?" tanya Chika. 

"Ya belum pernah sih, cuma gue bisa ngerasain kok apa yang lo rasain sekarang ini. Mendengar unpatan elo tadi gue tau betul kalau elo belum bisa move on kan!" tebak Rio. 

"Gue harus lupain dia Yo, kesalahan dia kali ini benar-benar udah terlalu besar. Dan gue gak yakin bisa untuk memaafkan dia," celetuk Chika. 

"Lo gak harus memaafkan dia sekarang juga kan? Denger ya Chika, semua itu membutuhkan waktu. Dan jangan pernah elo mrngambil keputusan di saat perasaan elo lagi kalut begini," tegas Rio. 

"Terus menurut elo gue harus gimana? Apa gue harus sabar gitu," tukas Chika.

"Lo fikir sendiri apa yang terbaikmeburut kata hati kecil lo. Karena gue yakin sekali kalau hati kecil lo saat ini sedang berperang dengan keegoisan elo," ujar Rio. 

Setekah mengatakan itu Rio melangkah 0ergi meninggalkan Chika yang masih dalam posisi yang sama. 

"Apa iya gue gak bisa lupain Alex, tapi-" 

Fikiran Chika saat ini hanyalah benci dan kecewa. Ingin rasanya saat ini juga dirinya mengubur dalam-dalam semua bayangan tentang Alex. 

Namun semakin ia ingin menguburnya, semakin bayangan itu terus bermunculan di dalam fikirannya. 

"Ihhh, gue kenapa sih. Chika lo harus bisa biat lupain Alex, okee. Lo gak boleh lemah. Lo harus bisa Chika!" ujarnya pada diri sendiri. 

Gadis itu kemudian berjalan menuji kampusnya karena sebentar lagi kelas akan di mulai. 

"Hayy," sapa Albert.

"Eh, kamu Al ada apa?" tanya Chika. 

"Emm, enggak kok gak ada apa-apa. Bareng yuk ke kelasnya," tawar Albert. 

"Boleh, yuk langsung aja ke kelas."

Mereka berdua pun kemudian berjalan beriringan menuju kelas mereka. 

"Kemarin dari mana aja?" tanya Albert tiba-tiba. 

"Maksut kamu kemarin malam?" tanya Chika. 

"Ah iya, maksut aku itu," sahit Albert. 

"Ohh itu, cuma keluar makan sih sama temen," tukas Chika. "Btw kok kamu bisa tau sih?" tanya Chika heran. 

"Aku gak sengaja lewat sih sebenarnya," jelas Albert.

Bukan ganya sekedar lewat sebenarnya. Albert memanglah tengah mematai-matai seseirang yang bersama Chika semalam. 

Albert penasaran dengan orang yang menjadi incarannya itu mengapa bisa terlihat akrab gitu sama Chika. 

"Ohh, kirain kamu ngapain ke Cafe dekat apartemen aku."

"Sebenarnya sih mau ngajakin kamu makan malam, tapi karena aku lihat kamu lagi makan ya udah aku langsung pulang aja," jelas Albert. 

"Duhh, sory banget ya Al. Lain kali kalau mau ngajakin makan kan kamu bisa telofon atau whatsapp alu dulu!" ujar Chika. 

"Iya gak papa kok, santai aja lagi." 

Mereka telah sampai di depan ruangan kelas. Rio melihat dadi dalam betapa Albert ingin mencari simpati dari Chika. 

"Wahh, gue gak bisa biarin Chika dekat sama orang itu. Pokoknya gue harus selalu dekat dengan Chika," gumam Rio. 

"Chik, beli minuman dulu yok mumpung kelas juga baru mau mulai!" ajak Rio. 

"Sekarang?" tanya Chika. 

"Ya iyalah sekarang, masak tahun depan sih!" tukas Rio. 

"Ya udah yuk," sahut Chika.  "Al aku beli minuman sebentar ya!" ucap Chika. 

"Ohh ya, silahkan" 

Chika pun berlalu dari hadapan Albert. 

"Siapa sih tuh cowok beraninya dia merusak momen kebersamaan gue sama Chika," cerca Albert. 

"Tidak boleh ada yang mempermainkan gue. Gue gak boleh kalah dari cowok tengil itu," ujar Albert.

"Bagsat, gue gak boleh tinggal diam. Gadis itu hanya akan menjadi milikku apa pun caranya!" tegas Albert. 

Ia pun kemudian duduk di bangkunya. Tak lama kemudian Rio dan Chika telah sampai. 

"Nanti pulang kuliah jangan lupa ya," ujar Rio. 

"Pulang kuliah, mau kemana mereka setelah pulang kuliah!" ujar Albert dalam hati. 

"Oke siap."

"Udah makannya?" tanya Albert setrlah Chika duduk di bangkunya. Tempat duduk Chika dan Albert memanglah dekat hanya depan dan belakang. 

"Oh udah kok, cuma beli sandwich aja sih," sahut Chika. 

"Oh gitu, lain kali boleh dong sarapan bareng;" uhar Albert. 

"Kenapa enggak! Ya tentu boleh lah." 

"Makasih ya," ucap Albert. 

"Makasih buat apa?" tanya Chika yang justru bingung. 

"Ya karena kamu udah mau jadi teman aku, padahal kan jarang sekali lho yang kau jadi teman aku!" jelas Albert. 

"Oh itu, santai aja kali. Aku justru malahan seneng bisa kenal dekat sama penduduk asli Paris." 

"Emm gimana kalau lusa jalan-jalan? Mau gak!" tawar Albert. 

"Lusa ya, boleh-boleh aja sih. Cuma ya ntar aku lihat hadwalnya dulu ya!" cetus Chika. 

"Oke," sahut Albert. 

Pelajaran pun telah di mulai, semuanya diam dan mendengarkan dosen yang sedang berbicara di depan. 

Terkadang juga tangan Chika bergerak untuk mencatat mateti yang di terangkan oleh dosen tersebut. 

"Nah untuk matetinya silahkan kalian beli buku yang seperti ini," uhar Dosen itu sembari mengacungkan bukunya agar semua muridnya tau. 

"Baik Pak," sahut semua mahasiswa serentak. 

15 menit kemudian kelas telah berakhir. Semua mahasiswa pun langsung berhambur keluar kelas. 

Sementara Chika justru tengah menyelesaikan tulisannya berdasarkan yang barusan ia dengar. 

"Nulis apa sih?" tanya Rio. 

"Materilah," sahit Chika. 

"Oh iya Chik, pulangnya bareng sana aku aja yuk!" tawar Albert. 

"Emm, maaf Al tapi aku udah ada janji sama Rio," tolak Chika. 

"Oke, kalau gitu aku duluan ya!" pamit Rio. 

Setelah Albert berlalu, Chika memasukan buku-bukunya ke dalam tas slempang miliknya. 

"Lo jangan terlalu dekat deh sama orang itu," ujar Rio tiba-tiba. 

"Memangnya kenapa?" tanya Chika heran.