Di sinilah aku sekarang. Berdiri di depan gedung besar berwarna hitam. Terdapat tulisan 'Guild The Darkness and Lightness Killer' besar besar di gedung itu. Terdapat juga logo 2 pedang berwarna hitam dan putih saling berhadapan dengan bintang emas cerah dibelakangnya. Halaman dan gedung itu benar benar luas. Terdapat halaman luas dengan taman yang indah disekitarnya.
Kulirik kanan kiri, suasana sangat ramai. Dimana mana terdapat orang yang juga ikut mendaftar. Kemana saja mataku melihat, selalu kutemukan pemandangan orang orang yang sedang berjalan. Jumlah mereka kuperkirakan lebih dari seribu. Padahal yg diterima nanti hanya 100 orang. Tidak kurang, tidak lebih.
Tiba tiba aku merasa berkecil hati. Apa aku bisa lolos seleksi? Apa aku bisa mengalahkan orang-orang hebat dari seluruh kerajaan? Aku sudah bekerja keras selama setahun penuh, tapi....Apa itu cukup? Kalau aku gagal...Aku tak akan bisa pulang. Kalau aku tidak pulang, Kakak....
"Hei. Jangan bengong dong."
Sebuah tangan mungil menepuk bahuku membuatku sedikit tersentak. Aku melihat ke belakang untuk melihat Ajeng yang sedang menyeringai.
"Hei, jangan ngagetin gitu dong."
"Salah sendiri bengong gak jelas. Lagi mikirin apa sih?"
"A...."
Tiba tiba, terdengar suara keras dari speaker.
"Ujian pertama akan segera dimulai. Harap seluruh peserta memasuki ruangan."
"Udah mau mulai aja. Ayo cepat."
Ajeng menarik tanganku dan bergegas memasuki gedung.Terlihat peserta lain berlari dan berebut memasuki ruangan. Ajeng dengan terampil (kasar) mendorong dan menerjang peserta lain hingga mereka memberi jalan. Ratapan dan kutukan bergema dimana mana membuatku pusing. Di gedung ini terdapat sekitar 10 ruangan ujian, tapi kenapa semua berebut masuk ruangan A?Tentu saja karena ruangan ini yang paling besar dan bersih. Beberapa saat kemudian kami berhasil memasuki ruangan A berkat perjuangan Ajeng. Ruangan yang sangat besar, bersih dan berwarna putih polos. Terdapat satu meja dan kursi besar pengawas di depan, sedangkan ratusan meja dan kursi kecil berjejer di hadapannya. Tiap meja diberi jarak yang cukup jauh dan hanya ada satu kursi untuk setiap meja. Di atas setiap meja dan kursi melayang sebuah kubus kecil berwarna keemasan. Untuk apa itu? Tapi...Walau ini ujian tertulis, tetap saja ini terlalu mirip ujian sekolah biasa di Bumi!
"Jangan bengong, sialan! Cepat cari tempat duduk!"
Ajeng menggertak ku dan menunjuk satu meja yang masih kosong. Aku duduk di sana dan Ajeng duduk di sebelahku. Dia duduk dengan santai, menaruh pipi di atas telapak tangannya dan menatapku. Mulutnya membentuk seringai menyebalkan.
"Hei, kudengar kau selalu belajar tiap malam di perpustakaan? Jangan lupa bantu gurumu ini ya. Kasih tahu jawaban semua soal juga sudah cukup membantu kok."
Sial. Dia sudah merencanakan ini? Karena itu dia terlihat selalu santai? Saat aku ingin menjawab, seseorang masuk. Seorang wanita dewasa dengan rambut coklat yang disanggul. Memakai kemeja formal dan dilapisi jubah berwarna kuning menyala. Wajahnya terlihat agak berkeriput dan sangat galak. Di tangan kanannya terdapat tumpukan kertas dan di tangan kirinya...Apa itu..?Cambuk? Serius? Cambuk berwarna kuning terlihat terseret di tanah dan gagang nya dipegang erat erat oleh wanita itu, membuat siapa pun yang melihatnya meringis.
"Cepat duduk dan bersiap!"
Dia membentak, membuat semua orang menegang, walau sejak tadi semua sudah duduk dengan rapi di kursinya. Pengawas ini pasti punya banyak masalah dalam hidupnya.
Wanita itu mulai berjalan dan menaruh sehelai kertas di tiap meja. Berbeda dengan sikap kasarnya, dia menaruh kertas jawaban di meja semua peserta satu satu dengan sabar. Dia menaruh satu kertas di atas mejaku dengan lembut tapi tegas. Aku sempat melihat ekspresi nya sekilas. Wajah yang kaku dan dingin, menaruh kertas tanpa banyak bicara dan dengan cepat berlalu menuju meja lain.
Aku melihat kertas didepanku. Ada kolom nama yang familiar. Di bawahnya terdapat bulatan dengan huruf abjad dari A sampai D siap untuk diarsir satu satu. Bahkan ada nomor untuk jawaban essay. Hei,bukankah ini ujian untuk menjadi petualang? Petualang yang akan mengemban tugas dan misi berbahaya kan? Tapi, apa ini? Bukankah ujiannya terlalu normal? Sama seperti ujian sekolah di Bumi?
"CTAAAAAR!"
"Apa itu? Kamu punya contekan?"
"T...Tidak Bu!"
Suara keras cambuk menabrak dinding ditambah suara lantang yang marah membuat semua orang menengok ke asal suara. Terlihatlah wanita pengawas itu tengah berkacak pinggang, melotot pada seorang gadis berambut coklat pendek yang sedang menunduk di kursinya. Tubuhnya terlihat gemetar dan tangannya mencengkram kursi erat erat.
"Kamu pikir Ibu tidak tahu? Apa itu rumus tertulis di telapak tanganmu? Kamu didiskualifikasi!"
"T...Tapi...."
"CTAAAAAR!"
"Keluar Sekarang!"
Cambuk itu bergerak lagi, membuat mejanya terbelah dua. Gadis itu sangat terkejut dan saat kesadarannya kembali, berlari keluar sambil menangis, meninggalkan semua peserta lain yang membeku.
Kutarik kata kataku. Ujian ini sangat tidak normal. Bahkan setelah kekacauan itu, pengawas melanjutkan membagikan kertas jawaban, seolah tidak ada yang terjadi sebelumnya.
Saat pikiranku masih melayang layang, sang pengawas ujian telah membagikan semua kertas ujian dan kembali ke depan, berdiri di depan mejanya. Dia menjetikkan jarinya dan semua kubus yang melayang di atas meja perlahan turun kebawah, ke atas meja.
"Silahkan buka."
Di dalam kubus itu terdapat 3 benda. Sebuah pensil, beberapa kertas soal dan....sebuah roti gandum berbentuk lonjong... Untuk apa? Makan di tengah ujian? Saat kulihat tekstur roti yang lembut dan padat...tentu saja. Para bangsawan ini sudah terlalu biasa membuang makanan hanya untuk hal konyol kan? Menghapus tulisan menggunakan makanan hanya seperti bernafas bagi mereka.
"Ujian dimulai sekarang. Kerjakan dengan tepat dan jujur! Saya akan buka penghalangnya setelah 3 jam!"
Penghalang? Saat aku masih bertanya tanya, wanita pengawas mengangkat tangannya.
"Lightness Barriers"
Cahaya terang muncul dari tangannya saat dia mengaktifkan skillnya. Sebuah dinding kuning terang muncul di empat sudut setiap meja, dan di setiap sudut atasnya memanjang menyatu, membentuk atap dan mengurung setiap orang di mejanya masing masing.
Itu sangat mengejutkan. Aku berteriak panik, tapi suaraku hanya memantul di dalam. Suasana di sekitar pun sangat sunyi, tak ada suara dari luar, yang membuatku menyimpulkan penghalang ini juga kedap suara. Pengawas ujian yang mempunyai kekuatan cahaya dan membuat penghalang untuk mengurung para peserta di mejanya masing masing....terlalu berlebihan kan?
Tapi untungnya, didalam kurungan ini lebih nyaman dari yang terlihat. Terasa hangat dan cahayanya pas, tidak menusuk mata dan tidak redup. Tapi, tetap saja, rasanya dikurung itu...
Tapi tak ada yang bisa dilakukan selain mengerjakan ujian ini. Pengawas bilang penghalangnya akan dibuka setelah 3 jam kan? Itu berarti aku cuma punya 3 jam untuk menjawab semua soal.
Aku kembali duduk, mengambil pensil dan mulai menulis nama serta identitas lainnya, sebelum meraih kertas soal. Jantungku berdebar. Soal seperti apa yang harus dijawab? Sepenting apa sampai harus membuat penghalang segala?
Apa aku akan bisa menjawabnya?
Setelah membaca beberapa soal, aku menghela nafas. Tentu saja...
Aku mulai melingkari dan menulis jawabanku.