Chereads / Percayalah padaku / Chapter 10 - Tes Seleksi Kedua

Chapter 10 - Tes Seleksi Kedua

"Mmmmm...Lumayan...."

Kuseruput lagi kuah bakso ikan di depanku. Rasanya enak, tak jauh beda dari bakso yang beredar di Bumi. Ditambah lagi perasaanku sedang baik sekarang.

Sekarang aku sedang duduk di kantin karena telah masuk waktu istirahat. Waktunya beristirahat setelah 3 jam terkurung saat melaksanakan ujian pertama. Setelah 3 jam duduk dan menulis semua jawaban, akhirnya penghalang itu lenyap. Sang pengawas pun mengumumkan dengan lantang,

"Waktu habis! Cepat kumpulkan kertas ke atas meja dan beristirahatlah. Jam 3 petang nanti berkumpul lagi di halaman belakang untuk memulai ujian kedua. Jangan terlambat!"

Mataku menatap kuah bakso yang berwarna kuning gelap dan tanganku sibuk memegang sendok yang mengaduk kuahnya. Pikiranku masih melayang layang, masih dipenuhi tanda tanya akan ujian pertama.

Setelah hatiku karuan tak menentu, ternyata soal ujiannya hanya lah seperti soal anak SMP di Bumi. Sangat membuatku tak habis pikir kenapa soal tes untuk para petualang harus dipenuhi rumus-rumus Matematika. Sisanya menanyakan beberapa hukum IPA dan makhluk hidup. Bahkan ada beberapa soal yang memerintahkan untuk membuat karangan. Untungnya aku bisa menulis jawabannya dengan lancar. Walau aku sudah pernah mempelajari semua itu, tetap saja semua soalnya cukup mudah. Orang bodoh mana yang akan kesulitan menjawab semua soal itu?

"Aaaaaargh! Kenapa semua soal begitu sulit b******??!"

.....Yah....Tentu saja aku mengenal siapa orang bodoh itu.

Ajeng sedang duduk di sebelahku. Kepalanya terkulai ke bawah dan tangannya memijat dahinya seolah kepalanya sangat sakit. Tusuk gigi bertebaran di sekitar kakinya sama sekali tak dihiraukan, seolah olah itu bukan sisa dari pentol yang baru dimakannya. Mulutnya terus menggerutu.

"Bukannya semua soal ujian itu mudah, wahai Guru?" Aku hanya mencoba menghiburnya.

"Bicara mudah lagi dan aku akan membuatmu menyesali kenapa kamu lahir."

Dia masih memejamkan mata dan menggerutu, membuat beberapa orang menatap sinis ke arahnya. Aku ingin menanyakan(membuktikan) ancamannya barusan, tapi aku lebih memilih diam dan memperhatikan keadaan sekitar, karena aku tak ingin terlibat dalam aksi jambak-jambakan

rambut di depan semua orang yang tengah makan.

Semua peserta sedang berada di kantin yang besar ini. Kantin ini menjual berbagai macam makanan dan minuman enak, banyak kursi dan meja di sekitarnya, bahkan kantin terletak di tengah taman yang rimbun.

Mataku masih sibuk menjelajahi semua orang yang tengah duduk santai dan mengobrol, sampai mataku terpaku pada satu orang. Seorang pemuda berusia sekitar usia 17 tahun sedang duduk sendirian di bawah pohon beringin yang rimbun. Matanya terpejam ,kedua tangannya disilangkan di depan tubuhnya serta kepalanya terlihat bersandar dengan santai ke kursi taman, menikmati semilir angin yang dingin. Rambut hitam yang tersisir rapi terlihat sedikit melambai tertiup angin sepoi-sepoi. Seseorang yang paling berpengaruh di Kerajaan. Hampir semua orang mengenalnya. Sang Putra Mahkota, Pangeran Kusuma.

Walaupun banyak yang memperhatikannya, tak ada satupun yang berani mendekati pria itu. Tanpa kusadari, mataku juga ikut menatap dirinya. Namun, tidak seperti gadis lain yang menatapnya dengan mata kagum dan tergila gila, aku merasa sedikit iba padanya. Walau terlihat keren, aku merasa dia cukup kesepian. Bahunya yang lebar terlihat hampa dan kosong. Kursi taman yang panjang hanya diisi dirinya sendiri, menyisakan banyak tempat di kanan kirinya yang menjerit hampa. Aku ingin bergerak ke sisinya... menemani di.....Eh...apa yang baru saja kupikirkan? Tidak, jangan berpikir seperti itu. Aku menggelengkan kepalaku, berusaha tidak memikirkannya. Tapi seseorang melakukannya.

"Ciiieee....Ada yang terus menerus melihat Pangerannya nih..."

"....Aku cuma melihat pemandangan sekitar kok."

"Haha, tentu saja. Biasanya kamu akan langsung melompat ke arah pangeranmu itu dan menempel padanya saat pertama kamu melihatnya." Dia melirik ke arah putra mahkota yang tengah duduk sendirian. "Kesempatan emas tuh, buruan sana."

"Stop, Ajeng. Walaupun sekarat aku tak akan pernah melakukan itu."

"Hah? Sakit apa kamu? Kok tumben? Aku masih ingat loh saat kamu hampir men..."

"Sudah pukul 2:30 petang nih. Ayo cepat ke halaman belakang tempat tes berikutnya. Tar telat lagi." Aku langsung berdiri dan menarik tangan Ajeng sebelum dia mempermalukan ku lebih jauh.

"Hah? Aku masih mau makan...Uuugh..jangan tarik tarik sial." Walau menggerutu, Ajeng membiarkan dirinya kutarik ke arah halaman belakang.

Aku tak bisa menutup mulutku saat melihatnya. Sebuah dinding raksasa terbentang luas dengan sebuah gerbang megah di tengah sebagai pintu masuk. Semuanya terbuat dari tanah hitam yang kokoh dan keras. Sekali melihatnya walau hanya dari depan, aku bisa menebaknya kalau ini adalah sebuah labirin. Ini kah tempat tes kedua?

"Semuanya berkumpul di halaman belakang. Sebentar lagi tes akan dimulai."

Terdengar sebuah suara lantang dari speaker, bergema dimana mana dan mengambil perhatian semua orang. Semua orang berlari menghampiri sumber suara. Aku dan Ajeng juga bergegas, berlari dan berhasil berada di depan gerbang masuk labirin. Di hadapan kami sekarang terdapat seorang wanita, orang yang mengumumkan perintah untuk berkumpul tadi. Dia berdiri dengan tegas, lengkap dengan baju zirah Ksatria di tubuhnya. Rambutnya yang berwarna pirang terang, dikuncir kuda dan berkibar ditiup angin, menambah wibawanya. Jubah berwarna kecoklatan menutupi sebagian besar zirahnya, dan sebuah perisai besar berwarna perak lengkap dengan ukiran kepala banteng, tergantung di sisi pinggangnya. Aku heran bagaimana dia bisa berjalan dengan perisai sebesar itu di pinggangnya. Namun, tak salah lagi. Dia pasti punya kekuatan Element tanah dan orang yang telah menciptakan labirin ini. Sang pengawas ujian kedua.

"Semuanya, terima kasih telah mengikuti ujian tes pertama. Aku tahu, kalian masih lelah. Tapi, tak ada waktu untuk santai sekarang, karena telah waktunya untuk memulai ujian tes kedua." Berbalik dengan penampilan tegas ksatria nya, wanita ini tersenyum dengan lembut, memancarkan kecantikannya yang mampu membuat semua orang terpesona.

"Huh... Ksatria wanita sebagai 'tanker' di garis depan? Apa apaaan perisai Segede gaban dibawa bawa? Bukannya kalau punya kekuatan elemen tanah itu gak perlu perisai perak? Dia bisa membuat perisai tanah jauh lebih baik. Dan dia menjadi pengawas ujian sekarang? Huh...pasti wanita ini ***** ***, ******."

Yah....tak semua orang.

Ajeng terus berbisik bisik(menggerutu) kata kata yang sangat kurang pantas di sebelahku, membuatku ingin sekali menginjak kakinya. Bisa bisanya dia berkata begitu di depan orang yang dihinanya sendiri. Untungnya pengawas ujiannya tidak mendengar gerutuan laknat Ajeng. Dia terus mengumumkan ujian kedua.

"Ujian kedua cukup mudah. Kalian hanya perlu memasuki labirin ini dan berhasil keluar melalui pintu di ujung barat sana. Jika anda berhasil lolos sebelum matahari terbenam, anda berhak mengikuti ujian terakhir. Jika anda tidak berhasil keluar sampai matahari terbenam, anda di diskualifikasi dan tak bisa mengikuti ujian terakhir."

"Anu, apa ada peta atau petunjuk untuk berhasil keluar dari labirin ini?" Seorang gadis dengan rambut dikepang dua bertanya.

"Tidak. Kalian harus berjuang sendiri untuk menemukan pintu keluar." Sang pengawas menjawab dengan santai, membuat suasana berubah menjadi mencekam.

-"Ap-Apa apaan?"

-"Keluar labirin tanpa petunjuk?"

-"Waktunya hanya sampai matahari terbenam?"

-"Ujian macam apa ini?"

Mulai terdengar beberapa gerutuan dari para peserta, menyadari sulitnya ujian kali ini.

"Baiklah, sekarang para peserta yang berada di ruangan A saat ujian pertama, silahkan maju dan ambil salah satu bola ini." Sang pengawas mengambil sebuah kotak besar berwarna hitam, dengan lubang seukuran telapak tangan diatasnya sebagai tempat mengambil barang di dalam kotak itu.

Semua peserta ruangan A termasuk aku dan Ajeng, berbaris rapi. Satu demi satu memasukkan tangannya ke dalam kotak dan mengambil satu bola seukuran bola pingpong dari dalam kotak itu, yang entah untuk apa. Tapi aku sekilas melihat di tengah bola itu masing masing terdapat angka berbeda.

Akhirnya tiba giliran ku. Kumasukkan tanganku kedalam kotak itu. Terasa banyak sekali bola di dalam kotak itu. Kuambil satu dan kulihat. Terdapat angka 46 di tengah bola itu. Perasaan ku berubah tak enak saat melihatnya.

Setelah semua peserta ruangan A selesai mengambil bola, sang pengawas kemudian mengumumkan, "Satu demi satu peserta akan memasuki labirin ini, tak boleh sekaligus. Setiap satu menit, satu orang akan masuk. Peserta yang memasuki labirin berurutan sesuai nomor yang didapat. Begitu terus hingga semua peserta masuk atau waktu habis."

"Baiklah, peserta yang mendapatkan no.1, silahkan memasuki labirin. Peserta no. 2, mohon tunggu. Setelah 1 menit, saya akan memanggil dan baru anda bisa memasuki ruangan."

Satu orang berjalan ke depan dengan tegas. Mantel kerajaan berkibar ditiup angin, lengkap dengan pedang menggantung di sisi ikat pinggangnya. Dia menyerahkan sebuah bola dengan angka '1' kepada pengawas dan berjalan memasuki labirin. Dalam sekejap, dia sudah tak terlihat lagi. Orang yang mendapat nomor 1 tentu saja sang Pangeran Mahkota.

Oow...Hebat sekali dia. Tadi juga saat ujian pertama dia duduk di kursi paling depan. Aku tahu karena dia duduk paling depan di barisan kursiku tentu. Dan sekarang di ujian kedua dia dapat urutan 1? Dia pasti tokoh utama dunia ini. Keberuntungan tokoh utama, tentu saja.

"Hey, kamu dapet nomor berapa?" Aku bergumam sambil melihat ke arah Ajeng, hanya untuk melihat dia menyeringai.

"Peserta No.2, silahkan memasuki labirin."

"Hehe...Sampai jumpa ya muridku di pintu keluar. Itu juga kalau kamu bisa keluar~" Ajeng menyeringai yang sangat membuatku kesal dan bangkit dari duduknya. Dia mendorong beberapa orang di depannya sambil mengacungkan bola yang memiliki angka 2 di tangannya. Beberapa orang memberikan jalan sambil menggerutu. Dia memberikan bola itu pada pengawas dan memasuki labirin dengan angkuh, membuat si pengawas geleng geleng kepala.

"Tunggu, bagaimana dengan kami?" Beberapa peserta ruangan selain A mulai protes.

"Mohon tunggu. Setelah semua peserta ruangan A memasuki labirin, peserta lain bisa memilih bola dan memasuki labirin juga secara berurutan."

"Apa apaan? Itu tidak adil!" Keadaan mulai rusuh. Banyak peserta berteriak marah. Tentu saja mereka marah. Semua peserta punya batas waktu sampai matahari terbenam tak peduli kapan mereka mulai masuk labirin. Itu berarti yang pertama masuk punya waktu lebih banyak, dan yang terakhir masuk akan sangat dirugikan.

Jadi ini alasan kenapa semuanya berebut mendapatkan ruangan A.

"Maaf, tapi itu ketentuannya supaya ujian berjalan lancar. Kalau anda tidak suka, silahkan keluar dari tes ini sekarang juga." Pengawas ujian berkata dengan lantang dan tegas. Senyumnya menghilang, diganti ekspresi tegas menakutkan, cukup untuk membuat semua peserta ketakutan dan diam. Walau beberapa masih menggerutu pelan.

Ku lihat lagi bola yang kupegang. No.46....Walau aku sangat beruntung karena berhasil dapat ruangan A sebelumnya, tetap saja...Setiap satu menit maka satu orang masuk...Berarti giliranku hampir satu jam lagi. Sedangkan hari semakin sore...Gawat. Kalau begini, waktu ku akan semakin sedikit guna mencari jalan keluar.

Aku meregangkan kakiku dan mulai menatap labirin dari luar, berusaha mencari celah. Walau ini tes penting, tidak mungkin tidak ada satu pun petunjuk. Pasti ada cara supaya aku bisa keluar dan lulus ujian ini. Aku tak boleh gagal.

Tapi, semua percuma. Labirin itu sangat besar, tidak terlihat ujungnya. Dindingnya yang terbuat dari tanah juga sangat kasar, banyak tanah runcing dan tajam di sepanjang dinding labirin, hingga mustahil manusia biasa bisa memanjatnya. Apalagi dinding ini sangat tinggi. Kutebak sekitar 15 M, hingga makin sulit untuk dipanjat.

Aku berusaha mengingat semua informasi dari buku yang kubaca setahun belakangan ini, tapi aku sama sekali tak pernah membaca tentang labirin yang diciptakan pengendali tanah, sehingga aku sama sekali tak memikirkan cara mencari jalan keluar. Di game 'The Another World' juga aku belum pernah menghadapi semacam labirin seperti ini. Sial, pikiranku buntu.

"Peserta No.46, silahkan memasuki labirin."

Aku tersentak. Sial. Sudah hampir satu jam, tapi aku tak bisa memikirkan cara lolos dari tes ini. Dengan setengah hati aku bangkit, menyerahkan bola dan mulai memasuki labirin. 4 cabang jalan berbeda langsung menghadangku saat aku masuk.

Sial...Bagaimana ini? Aku tak boleh gagal. Aku harus lulus. Kakak sedang menungguku.

Kulihat ke atas, sudah semakin sore. Kalau aku tak bergerak sekarang, matahari akan terbenam saat aku masih didalam labirin ini dan gagal.

Pasti ada petunjuk.

Pasti ada cara lulus dari ujian ini.

Pasti....Itu pasti....

Tapi...Apa memang ada petunjuk? Apakah ujian ini hanya untuk membuat semua orang gagal?