Chereads / Percayalah padaku / Chapter 13 - Petunjuk Labirin(3)

Chapter 13 - Petunjuk Labirin(3)

"Beraninya kau! Kakakku itu yang terhebat! Semua orang takut padanya. Dia bisa mengalahkan seratus orang sekaligus hanya dengan pedangnya. Dia sangat kuat. Ditambah lagi dia tampan. Sangat,bahkan mengalahkan ketampanan para dewa,kau tahu? Dia juga pernah....."

Kepalaku bertambah sakit. Sukma terus menerus mengoceh hal yang tidak penting, benar benar mengganggu. Padahal aku harus cepat keluar dari labirin ini. Ah, lagi lagi ada jalan bercabang di depan.

"Dia juga pernah loh menjadi pahlawan penyelamat. Berapa kali? Sering! Sering banget malah. Waktu itu saat semua orang berkumpul,dia....."

"Bisa diem sebentar gak sih?" Kepalaku makin pusing mendengar ocehannya. Aku harus mengambil tindakan sebelum semua konsentrasi ku hilang dan gagal di ujian kali ini. Jadi kuputuskan untuk membentaknya sedikit. Biasanya manusia akan kaget dan diam saat dibentak. Jika itu efektif untuk orang dewasa,pasti juga bisa untuk anak kecil. Yah...ini memang agak kasar, tapi aku hanya butuh ketenangan sekarang.

"APAAAAA????!!!!?"

...

"Beraninya kau menyuruhku diam! Kau pikir kau sedang bicara dengan siapa?"

Oke...Cara itu tidak berhasil.

Sukma malah semakin mengomel dan menggerutu. Suaranya bertambah nyaring seperti ingin menghancurkan gendang telinga siapapun yang mendengarnya.

Ayo coba cara lain untuk membungkam bocah ini.

"Hei.."

"APA?"

"Kau tahu kenapa tembok labirin ini sangat besar dan keras?"

"Karena itu dibuat dari tanah dan batu?"

"Bukan. Karena ini dibuat dari manusia."

Mata Sukma melebar. "Hah? Kau pikir aku bodoh? Manusia dan batu itu berbeda! Manusia tidak sekeras ini!"

"Ooooh...benar juga ya. Tapi ada loh manusia yang berubah menjadi batu. Dia seperti itu karena dikutuk."

"Dikutuk penyihir? Atau orang jahat? Kena sembur naga kah?"

"Tidak. Dia dikutuk ibunya sendiri."

"Hah? Kok bisa?"

"Dia telah melakukan kesalahan fatal."

"Apa itu?"

Oh dia tertarik. Ini di luar dugaan, tapi baguslah. "Jadi, dulu hiduplah seorang anak laki-laki dengan ibunya. Ayah mereka....." Dengan senang hati kuceritakan kisah 'Malin Kundang' yang untungnya pernah kubaca di buku saat aku masih kecil dulu. Setidaknya aku tidak perlu mendengar suara berisik Sukma lagi.

"Loh, itu dia baik. Dia mau membuat ibunya bahagia sampai rela merantau. Ibunya juga mengizinkannya kan? Kenapa sampai berat hati segala? Hei...Jangan bilang ibunya akan mengutuknya karena anaknya meninggalkannya sendirian? Dia kan sudah dapat izin. Dia begitu juga untuk ibunya. Harusnya kan...."

"Diam atau gak kulanjutin nih ceritanya?"

"Huh." Sukma memalingkan mukanya yang cemberut. Tapi dia masih berjalan disampingku dan tidak mengeluarkan suara lagi. Aku tersenyum tanpa kusadari. Akhirnya dia mau diam.

Dalam ketenangan yang damai aku bisa lebih fokus menemukan jalan keluar. Matahari semakin condong ke barat, tapi itu memudahkan ku untuk untuk memilih jalan keluar,karena arah cahaya matahari terbenam semakin jelas. Sembari berjalan, mulutku tak berhenti menceritakan kisah 'Malin Kundang' untuk seseorang yang berjalan di sampingku ini. Sukma terus berjalan disampingku sembari mendengarkan ku dengan seksama.

"Saat Malin Kundang menyadari kesalahannya, dia sangat menyesal. Dia berteriak dan menangis meminta maaf pada Ibunya, tapi..." Ucapanku terhenti. Aku melihat sebuah gerbang di ujung jalan. Gerbang yang besar dengan satu jalan keluar, tidak ada jalan bercabang di sekitarnya. Hei, jangan bilang itu...

"Terus? Apa yang terjadi selanjutnya?"

"Sukma!" Aku menoleh pada Sukma dan berteriak kegirangan. Sukma hanya mengangkat alisnya. Aku menunjuk gerbang itu hingga akhirnya Sukma menyadari apa maksudku.

"Itu....Itu jalan keluar kan? Yeay. Akhirnya!!!" Sukma langsung lari kegirangan menuju gerbang itu. Aku hanya berjalan dan melihatnya dari belakang sambil tersenyum. Kulihat cahaya matahari tinggal sedikit, sepertinya 2 menit lagi matahari akan terbenam. Aku menghela nafas lega. Matahari belum terbenam dan jalan keluarnya sudah di depan mata. Aku berhasil lulus di ujian ini. Bagus, tinggal 1 ujian lagi dan aku akan resmi menjadi petualang, mengalahkan 'Ruler of The Game' dan pulang ke Bumi. ...Kuharap itu tidak akan sulit.

"Hei! Kamu ini sangat lambat ya!" Aku tersentak dan semua lamunanku buyar. Aku melihat Sukma yang menggenggam tanganku sambil menyeringai. Gadis ini...Bukankah dia sudah berlari jauh tadi? Kapan dia kembali kesini?

"Ayo cepat kita keluar." Sukma langsung menarikku dan berlari, mengabaikan semua protes yang keluar dari mulutku. Aku terpaksa memaksa tubuhku untuk berlari mengikutinya. Hingga akhirnya kami berhasil melewati gerbang itu dan aku melihat lagi area luar, dengan banyak peserta lain yang duduk di sekitar labirin. Sepertinya mereka adalah para peserta yang berhasil lolos sebelumnya. Aku melirik ke belakang untuk melihat dinding labirin besar yang kokoh di belakangku. Aku benar benar berhasil keluar.

Sukma melepaskan tanganku dan berteriak kegirangan. "BEBAS! AKHIRNYA AKU BERHASIL KELUAR! MWAHAHAHAHA. YEAH MWAHAHAHA YES!"

Aku hanya menggelengkan kepala saat melihat tingkahnya, dan tiba tiba terdengar suara dari speaker dan lampu lampu menyala. "Matahari telah terbenam! Waktu telah habis! Labirin akan ditarik kembali sekarang. Bagi yang belum keluar, semoga beruntung lain kali dan bagi yang sudah lolos, silahkan persiapkan diri untuk ujian terakhir. Terima kasih."

KRAK!

Labirin di belakangku perlahan masuk ke tanah, membuat gempa dan suara yang cukup keras. Tak makan waktu lama, labirin itu telah hilang tak berbekas ditelan tanah, dan terlihatlah beberapa peserta yang belum berhasil keluar. Mereka terlihat sedih dan kebingungan.

Aku melihat ke arah Sukma yang masih berteriak kegirangan. Aku tak bisa menahan bibirku untuk tersenyum saat melihat tingkahnya. Perlahan kusentuh pundaknya membuat tubuh Sukma tersentak kaget.

"Ada apa?"

"Hei, bukankah kau ingin mencari seseorang? Apa kau melihat Kakakmu?"

"Ah iya! Benar juga." Sukma mulai mengamati orang orang di sekitar. Matanya yang tajam melihat semua arah, satu demi satu peserta diamatinya dengan seksama. Matanya yang tajam terus mengamati sekeliling hingga akhirnya akhirnya matanya melebar. Dia berteriak dengan gembira.

"Ah! Itu dia! Itu Kakakku!"