"Hei Jeng.."
"Apa?"
Aku dan Ajeng sekarang sedang berada di taman belakang rumah. Sunyi dan hampa sekali. Walaupun taman, tapi hanya ada tanah lapang yang luas dengan rumput yang empuk dan dipangkas dengan baik. Kami duduk berdampingan sambil memandangi langit sore.
"Apa itu tadi ayahku?"
Aku masih mengingat kejadian di ruang makan siang tadi. Seorang pria yang terlihat seperti berumur 40 tahun tapi masih terlihat gagah menerobos masuk. Wajahnya yang terlihat tegas dan terawat dengan baik dipenuhi keringat yang bercucuran. Dia memakai baju bangsawan berwarna hitam yang terlihat sangat mewah. Tangannya terlihat masih memegang sebuah pena bulu. Matanya sibuk menjelajahi seluruh ruangan sebelum bertemu dengan mataku.
"Kamu...."
Dia melangkah mendekatiku. Tubuhnya yang besar dan wajah nya yang terlihat dipenuhi emosi membuatku bergidik. Aku melangkah mundur, tapi pria itu mempercepat langkahnya. Dia berhasil menggenggam pergelangan tanganku. Kulihat dia berlutut dan mendorong kepalaku ke bahunya. Dia memelukku dengan erat seolah olah aku akan berusaha lepas dan lari darinya.
"Kamu....Kamu akhirnya bangun, Nak..."
"Suamiku. Jangan menakutinya." Ibu menghela nafas dan berjalan mendekat. "Kamu pasti sudah mendengarnya kan? Sungguh keajaiban, tubuhnya sembuh. Setelah diperiksa tabib, penyakitnya hilang tanpa bekas seperti terlahir kembali. Tapi, dia telah kehilangan semua ingatannya."
"Apa?" Pria itu terbelalak kaget, tapi kembali menatap diriku dan matanya menjadi lembut. "Syukurlah kalau kau sudah sembuh, anakku. Kalau kau lupa, aku adalah ayah tercintamu, gadis kecilku." Dan pelukannya semakin hangat.
Ajeng melirikku dengan ekspresi tak tertarik, "Kau sudah dengar dengan jelas darinya langsung kan?"
Dia benar. Aku cuma merasa tak enak dan asing karena selama ini aku tak pernah mendapat kasih sayang dari orang tuaku sendiri.
Melihatku diam, Ajeng menghela nafas. Tangannya masuk ke dalam saku pakaiannya untuk mengambil sesuatu. Sebuah kertas foto. Dia menyodorkannya ke arahku dan berkata, "Kau bisa melupakan kami semua dengan mudah, ok? Bahkan orang tuamu. Tapi, apa kau ingat siapa orang ini?"
Aku melihat foto itu. Terdapat potret seorang remaja laki laki yang sedang duduk di tepi air mancur. Dia terlihat sedang fokus mengelap pedang merahnya dengan kain putih polos. Wajah tampannya terlihat tenang dan pakaiannya menunjukkan dia orang terpandang. Melihat dirinya sangat fokus dan potretnya agak jauh dan kabur, foto ini pasti diambil diam diam.
"Bukankah ini Putra Mahkota?" Tentu aku masih ingat. Walau terlihat lebih muda, ini jelas Putra Mahkota, karakter yang kumainkan.
Ajeng tak bisa menahan tawa gelinya. "Hahaha....Kau melupakan kami tapi kau masih mengingat bebeb mu ini? Cinta benar benar luar biasa."
"Cinta? Aku tidak..."
"Oh ayolah. Semua orang di kota ini tahu kau mencintainya. Melihatmu diam seperti tadi sangat aneh. Biasanya kau bercerita tentang dirinya sampai tengah malam hingga membuatku mual."
"Sungguh aku tak punya perasaan padanya. Aku ingat juga karena dia kan orang nomor 1 di Kerajaan.
"Oh,ya? Bukan karena kau selalu memikirkannya? Aku jamin malam nanti kau akan menulis 10 pucuk surat lagi dan mengirimkannya pada Pangeran mu itu, lalu menantinya membalas suratmu sambil memeluk bantal, walau dia tak pernah membalasnya sekalipun."
Uuuh...Kenapa aku harus malu atas kelakuan yang tidak kuperbuat? Aku harus mengubah topik pembicaraan secepatnya.
"Eh iya, Jeng. Kau tahu siapa itu 'Ruler of The Game'?"
Mata Ajeng terbelalak. "Bagaimana kau tahu dia? Untuk apa kau menanyakannya?"
"Yah, aku samar samar mendengar namanya saat tidur tadi. Aku hanya penasaran." Sedikit berbohong tak apa apa kan? Mana mungkin aku cerita yang sebenarnya.
"Yaaah....kupikir cepat atau lambat kamu harus segera tahu. 'Ruler of The Game' merupakan penguasa tirani yang mengerikan. Semua orang di dunia mengenalnya. Informasi kekuatannya tak diketahui, tapi dia mampu memberikan misi kepada semua orang sesuka hatinya. Dia memanipulasi hidup orang-orang bagai game. Orang yang mendapatkan misinya tak punya pilihan selain menyelesaikan misinya, karena jika gagal kematian lah yang akan menunggu. Semua orang tak akan tenang jika penguasa sialan itu masih hidup."
Aku sedikit merinding. Sekuat itu? "Kalau begitu, A...ayo kita kalahkan dia bersama." Aku berkata dengan semangat yang dibuat buat.
Ajeng sedikit tersentak. "Hei, kita tak bisa mengalahkannya."
"Hah? Masa' calon kepala prajurit takut sih?"
"Kita tak punya kekuatan untuk melawannya."
"Bukankah kamu punya kekuatan Element Angin?"
"Apa maksudmu?" Ajeng menatapku dengan heran. "Aku belum menjadi petualang. Tentu saja aku tak punya kekuatan Element."
"Petualang?"
"Mereka lah yang berjasa membuat kita bisa hidup tenang. Selama masih ada para petualang, 'Ruler of The Game' akan memberikan semua misinya hanya pada mereka, hingga para penduduk biasa tak terlibat. Sebagai gantinya, para petualang itu akan memperoleh kekuatan luar biasa sebagai bekal untuk menyelesaikan semua misi yang berbahaya."
Aku merasa sedikit tertarik. Hmm... Jadi semua karakter di dalam game itu disebut Petualang? Dan ini merupakan waktu dimana Ajeng belum menjadi seorang Petualang? "Bagaimana caranya menjadi petualang?" Tanyaku.
"Sebuah perkumpulan petualang atau yang biasa disebut 'guild' lah yang akan memilih para petualang berikutnya. Biasanya setiap 10 tahun sekali mereka akan melakukan tes dan merekrut siapa saja yang berhasil lulus tes."
Tubuhku mengecil. 10 tahun? Sampai kapan aku harus menunggu?
"Tapi, kamu tahu gak? Tahun depan, guild petualang terbesar di kota kita, yaitu guild 'The Darkness and Lightness Killer' akan mengadakan tes seleksi loh!" Ajeng melanjutkan dengan penuh semangat.
Aku terkejut. "Dan kamu akan ikut tes seleksi?"
"Tentu dong. Aku udah ingin jadi petualang sejak kecil. Aku tak akan melewatkan kesempatan ini."
"Apa kamu tahu gimana bentuk tes seleksinya?"
"Hmmm..."Ajeng memutar matanya dan menaruh jari telunjuknya di dagu. "Aku belum pernah lihat, tapi aku pernah dengar kalau semua guild akan mengadakan 3 tes sekaligus. Satu tes menguji kepintaran, satu tes menguji kekuatan dengan duel satu versus satu, dan satunya lagi berbeda beda, tergantung pada kebijakan setiap guild."
"Oh iya, Jeng. Keluargamu termasuk ras ksatria dan menguasai ilmu bertarung, termasuk ilmu pedang kan?'
"Ya."
"Bolehkah aku ikut berlatih sama keluargamu?"
"Hah? Untuk apa?"
"Aku juga ingin ikut tes dan menjadi petualang."
Wajah Ajeng semakin tegang. "Hei, kau serius? Kau sama sekali tak punya bakat bertarung dan menjadi petualang itu berarti kau harus mempertaruhkan nyawaku setiap detik. Akan jauh lebih baik kalau kau meneruskan usaha bisnis milik keluargamu."
"Tidak, Ajeng. Tolong bantu aku. Aku ingin menjadi petualang."
"Tapi, kenapa? Eh,jangan bilang kau cuma ingin berada di sisi Putra Mahkota? Hei, jangan bodoh! Kau tak perlu mengorbankan dirimu hanya untuk selalu berada di sisinya."
Yah, itu memang tujuan Sekar yang asli. Tapi, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku hanya ingin bisa mengalahkan 'Ruler of The Game' dan pulang kembali ke rumahku di Bumi.
"Tidak kok! Tidak! Aku hanya ingin menjadi kuat dan mengalahkan 'Ruler of The Game'."
Aku sudah mengatakan yang sebenarnya, tapi Ajeng malah mencibir. "Huh, tentu saja."
"Hei Ajeng. Kita sahabat kan? Tolong bantu sahabatmu ini. Please??!" Aku membuat mata memelas semampuku.
Akhirnya, Ajeng terlihat pasrah. "Huh terserah. Kau memang orang paling keras kepala yang kukenal. Tapi ingat! Kamu harus menuruti perintahku."
"Siap, guru!"
"Dan jangan sampai mati!"
"Akan kuusahakan."
"Huh! Kupegang kata katamu! Latihanmu akan dimulai besok. Sekarang ayo pulang. Matahari sudah terbenam." Ajeng berdiri dan menarik tanganku. Dia mengantarku pulang sebelum dia pulang ke rumahnya sendiri.
Dan akhirnya aku menghabiskan waktu dari pagi hingga sore di tempat latihan Ajeng. Dia dan gurunya mengajariku berbagai macam teknik bertarung, seperti ilmu pedang, belati dan panah. Walau cara mengajarnya kasar (sangat kasar) dan gurunya terkesan cuek, aku berhasil belajar dari mereka dengan baik. Malamnya, aku selalu menyempatkan diri ke perpustakaan, menyerap dan membaca semua buku pengetahuan yang kutemui. Terus membaca hingga hampir tengah malam. Sangat melelahkan sekali, tapi aku harus mempersiapkan semuanya. Aku harus bersiap siap dengan sepenuh hati karena jika aku gagal tes, bisa bisa aku akan terjebak di sini selamanya. Aku harus secepatnya menjadi petualang dan menjadi kuat supaya bisa pulang ke bumi, tempat asalku.
Setelah 1 tahun melewati hari hari yang melelahkan, akhirnya tibalah saatnya.
Tes seleksi petualang anggota guild 'The Darkness and Lightness Killer' telah dimulai!