Chereads / Raja Dan Ratu / Chapter 6 - Masih Adakah Aku di hatimu?

Chapter 6 - Masih Adakah Aku di hatimu?

Ratu tahu sekaya dan setajir apa Raja, bahkan di usia yang masih sangat muda Raja bisa mendapatkan mobil mewah. Sayangnya cowok itu lebih nyaman dengan motor gedenya, tapi karena keadaan Ratu yang sedang demam, dengan senang hati Raja mengizinkan sang mantan pulang dengannya. Padahal sebelum-sebelumnya belum pernah ada yang nebeng mobilnya, ini Ratu ditawari sendiri.

"Pakai sabuk pengamanmu, kita gak tahu nanti di jalan ada apa-apa kan?" Raja kembali mendekati wajah Ratu, gadis itu benar-benar deman, terdengar dari suara rintihan yang berat.

Refleks Ratu mundur, berjaga-jaga seandainya mantannya berbuat hal aneh seperti saat di lapangan basket. "Terus motorku gimana?"

"Santai, ada Laura kok. Udah kirim pesan buat bawain motor sama tas sekolahmu."

Ratu menyipit agak heran. "Sejak kapan kalian berbalas pesan? Laura gak pernah cerita apa-apa tuh."

"Cemburu ya?" goda Raja.

Dih, amit-amit! Satu persen pun enggak sama sekali. Ratu kembali fokus dengan jalanan di depan karena Raja sudah mulai menyetir, tak menyangka pembawaan Raja sangat santai, padahal ia tahu cowok di sampingnya mana bisa di ajak slow. Mungkin karena dirinya sedang sakit makanya gak kebut-kebutan.

Hanya saling diam, Raja berinisiatif memutar musik dan lagu Ed Sheeran - Shape of you terputar secara otomatis. Daripada sunyi kan?

"Rumahmu belum pindah?"

"Belum. Memangnya kenapa? Tunggu, memangnya lu tahu di mana rumah gue?"

Raja mengangguk, bukan hal yang sulit untuk menemukan alamat rumah mantannya. Koneksinya banyak, tetangga Ratu memang sebagian adalah teman nongkrong Raja.

Ratu jadi merinding, sejauh apa sih Raja tahu tentang kehidupannya? Bahkan Ratu saja tak pernah tahu apa-apa, hanya tahu bahwa Raja punya adik bernama Aurora.

"Boleh mampir ke rumahmu?"

"Mamaku galak, Raja."

"Gak apa-apa, sama kayak anaknya kan?"

Ada perasaan hangat karena Ratu memanggil namanya. Tidak sia-sia juga mengantarkan mantannya pulang, ada hasilnya juga.

Tapi ini masih sangat tahap awal, masih ada banyak tahap yang harus dilewatinya. Lagi pula Raja paham Ratu bukan gadis yang mudah untuk didekati.

Setelah sampai di rumah, kebetulan sekali memang sepi. Ratu akhirnya mempersilakan Raja untuk duduk. "Mau minum apa?"

"Apa saja. Tapi kamu kan lagi sakit, biar aku buat sendiri."

Cowok itu langsung masuk, tidak peduli dengan tatapan heran dari Ratu. Bahkan Raja tak usah diarahkan di mana letak dapur, gelas, gula dan teh. Ia membuat dua gelas teh hangat, untuk dirinya sendiri dan juga Ratu.

"Ini, diminum dulu. Kamu yang lebih butuh minuman yang manis supaya pusingmu hilang."

Hati-hati sekali Ratu meminumnya, ternyata bisa juga Raja bikin teh. Ratu pikir, karena anak orang kaya mantannya tak akan mau mengambah ke dapur, dugaannya ternyata salah.

"Mama kamu kerja?"

"Beliau punya toko kue, kadang pulang sore kadang juga jam 6, kenapa?"

"Ah, pasti seru bisa makan kue buatan mama sendiri. Kapan-kapan bawakan dong, ya?"

Malas rasanya sok akrab begini, sejak kapan Raja jadi sok manis saat bicara. Dih, pasti ini jebakan agar Ratu mau berbaikan dengannya.

"Beli dong, lu kan orang kaya."

Bukan hal yang sulit bagi Raja, tapi pemberian calon mama mertua pasti lebih beda kan rasanya. Cielah, mama mertua.

Merinding melihat Raja senyum-senyum sendiri. Ratu menghabiskan tehnya, bahkan milik Raja sudah habis dari tadi. Haus apa doyan sih?

"Ya udah, kamu istirahat ya. Usahakan balas pesanku kalau gak mau aku ganggu kamu terus, salam buat mama kamu. Jaga kesehatan, jangan lupa makan dan minum obat."

"Cerewet!"

Raja sudah keluar dari gerbang, melambaikan tangan dan masuk ke mobilnya. Rasanya lebih tenang setelah berbincang-bincang dengan mantannya, gadis itu sangat moodboster untuknya.

Jauh di lubuk hati paling dalam, Ratu memang tahu Raja baik hanya saja rasa sakit hatinya terlalu menggunung sampai-sampai memaafkannya pun terasa sulit sekali.

Baru saja akan masuk, ia melihat Astrid dan Laura datang. "Ratu! Ah, syukur deh Raja nganterin lu dengan selamat!"

Laura turun, mendekati Ratu dan menyerahkan kontak motor, rumahnya memang tak jauh dari rumah Ratu, dan satu gang dengan Astrid. Jadi sekalian bareng saja.

"Udah pulang."

"Yah, padahal kan lucu aja gitu lihat kalian barengan."

Bodo amat! Ratu hanya bisa memastikan untuk sekarang memaafkan Raja tak segampang membalikkan telapak tangan.

"Ini mau mendung lagi, ayo buruan masuk!" titah Astrid, sebelum itu mereka sudah memparkir motor supaya tidak kehujanan.

***

Heran, tak biasanya aroma tubuh abangnya seperti parfum cewek. Apakah Raja baru saja skidipapap dengan seorang cewek? Dih, playboynya gak hilang-hilang.

"Abis ketemuan sama siapa, Bang? Kok seragam lu baunya parfum cewek gini?" curiga Aurora.

Ah, tadi Raja memang sempat menempeli Ratu saat gadis itu masih pingsan. Saking khawatirnya Raja sampai tak kuasa melepaskan pelukannya.

"Parfumnya Ratu. Khas banget ya baunya?"

Waw, peningkatan yang lumayan juga. Tapi masak iya secepat itu mereka baikan, bukannya kata Raja Ratu adalah gadis yang temperamennya berubah saat bertemu? Kok mendadak jadi akur?

Melihat tatapan tak percaya dari sang adik, Raja pun cerita kenapa dirinya bisa dekat-dekat dengan mantannya. Dari awal sampai akhir dan sampai bisa mengantarkan Ratu pulang ke rumahnya.

"Oh, jadi kesannya Abang mau ngambil hati kak Ratu lagi dengan jadi tukang antar jemput? Bukan ide buruk, tapi kak Ratu gak masalah? Bukannya dia itu anti banget deket sama Abang ya?"

Eits, salah! Ratu hanya sedang mencoba berdamai dengan diri sendiri. Mungkin suatu saat nanti gadis itu akan berbaik hati membuat ruang kesempatan yang kedua kali untuk Raja.

"Bukannya anti, Ra. Tapi mencoba menyembuhkan rasa sakit hati baru membuka lagi, lagi pula dia gak sebenci itu kok sama aku."

"Oke, nanti kalau udah balikan traktir makan ya? Udah lama kan gak nraktir adiknya?"

Gampang! Masalahnya adalah kapan? Kapan Ratu akan paham dengan perasaan tulus Raja?

Di lain tempat, Ratu mencoba setenang mungkin untuk tak ambil pusing perhatian dari Raja. Ia tak menyangka akan mengantuk di dalam mobil, sampai-sampai Raja pelan sekali mengendarai demi tak membuatnya terbangun.

Tapi ia tak boleh tumbang, hanya perhatian kecil yang tak seberapa. Bukankah Raja selalu tebar pesona pada siapa saja termasuk dirinya?

"Tadi kenapa Raja bisa tahu aku pingsan, Ra?" tanyanya tiba-tiba. Aneh saja, meskipun satu gedung tapi kan beda fakultas.

"Oh itu, waktu kami ke ruang kesehatan kebetulan dia ada di sana, temannya yang paling tinggi juga dirawat, lupa namanya. Biasa, cuma akal-akalan aja sih. Biasa, cowok kan gitu, banyak bohongnya. Tapi Raja perhatian banget ya, sampai-sampai mau bolos demi nemenin kamu."

Halah, di mana-mana bolos mah gampang. Modal menghilang pun bisa, "kalau soal itu aku gak tahu."

"Iyalah, kan pingsan. Baru kali ini aku lihat wajah Raja panik, serius!"