Pagutan itu bukan hanya untuk satu atau dua menit saja, pasalnya Andra tampak dahaga di sana, sementara Jingga yang tengah belajar mengimbangi suaminya itu berusaha semaksimal mungkin untuk terus mengikuti.
Dia bukan tipe orang yang mudah sekali menyerah meskipun tubuhnya penuh akan luka, dia mau berjuang sampai akhir di mana dia dinyatakan tak bisa lagi melangkah, itulah Jingga.
Decapan lirih itu semakin mengeras saja, sekali mereka meraup udara untuk mengisi rongga dada yang hampa, di sana mereka tebus dengan pagutan yang lebih dahyat dan dalam lagi, terlebih lagi Andra sangat berkuasa di sini, Jingga terus berusaha mengikuti sampai bibirnya kebas karena terus Andra hisap dalam-dalam.