Teman?
"Owh, kapan-kapan ajak aja temen kamu ke sini, Ngga. Sekalian kita bisa nongkrong bareng, iya kan?" Arka kembali menimpali dengan bodohnya.
Jingga semakin senang, hebat saja kalau dia bisa membuat playboy cap kakap itu berlari ke sini hanya karena cemburu kepadanya.
"Iya, boleh. Dia masih lama ke sininya-" Jingga menjentikan jemari, meminta Arka menunggu sebentar. "Yaudah ya, Kak. Aku mau pulang sekarang, kebetulan Arka searah ke rumah dan ibu udah kenal sama dia."
"Nggak, lo naek ojek aja, kan ada duit!"
"Nggak bakal boleh sama dia, di sini rawan, Kak. Mana Jingga ini cantik, kan? Jadinya, dia khawatir, lagian ibu nggak akan keberatan kalau aku sama dia, udah kenal, aman."
Aman, aman, kepalamu!
Emosi Andra sampai ke batas ubun-ubun, kalau saja dia tidak di jalanan ramai, sudah dipastikan dia memijak pedal gas dengan kecepatan yang luar biasa kencangnya.
Gadis centil dan cerewet di seberang sana berhasil membuat jantungnya berpacu cepat dan emosinya meledak, bisa-bisanya berhubungan dengan pria lain saat jauh darinya, padahal waktu dekat sudah seperti perangko dan amplopnya.
Salah sendiri jual mahal dan terus menghindar, setan di hati Andra mengkoyak lagi, menghantui Andra dengan keputusan plin-plannya itu.
Brak!
Andra lempar tasnya, beruntung tidak ada laptop di sana, kemarin dia berbohong saja saat menikmati ayam ukep buatan Jingga bersama Amel, hanya kebohongan belaka, tapi Jingga membalasnya dengan hal yang nyata, bahkan suara 'Ngga-Ngga-Ngga' terus saja bergeming di telinganya.
Sialan!
Sekali lagi Andra lempar jasnya, masa bodoh kalau unit itu harus berantakan, emosinya tak terkendali sampai dia lapar sendiri.
Akhirnya, duduk juga di meja dapur, menghangatkan masakan Jingga seolah mengaku lemah kalau perutnya sudah lapar.
Ini sudah malam dan Jingga baru saja kembali ke rumah, ingin ia cekik saja leher pemuda bernama Arka itu.
Keesokan harinya,
"Kenapa, Ndra?" Gio mengerutkan keningnya. "Lo mau cepet pindah ke Bandung, kenapa? Kangen lo sama Jingga?"
"Ck, lo nggak tahu bisingnya gimana punya istri kayak dia, suaranya itu kayak petir, gue harus dengerin tiap hari, pecah gendang telinga gue!" Bohong, itu hanya kebohongan belaka, dia masih panas soal Arka dan Arka yang terus memanggil Jingga disuku kata akhir saja. "Lo bisa urus cepet, kan?"
Gio mengangguk, "Bisa-bisa aja sih, apalagi lo ke sana itu mau ketemu sama keturunan keluarga ini, istri lo, udah pasti accnya cepet, gue jamin. Tapi-" berkedip memberi kode pada temannya, Andra sontak paham apa yang Gio maksud.
Andra angkat ponselnya, uang pelicin untuk melancarkan semuanya. Andra bisa saja maju sendiri, hanya saja dia terlalu malu untuk mengatakan semuanya, terlebih lagi memakai alasan seperti ini bisa membuat mereka menghubungi Jingga untuk memastikannya ulang, Andra tidak mau rumit seperti itu.
Satu kebetulan Gio juga akan dinas ke kota itu, walau dia tidak menetap, setidaknya untuk surat tugas bisa langsung Gio rangkap bersama.
"Apaan?" Lagi, dia hubungi Jingga dengan alasan yang menurut Jingga tidak jelas. "Gue nggak tahu unitnya di mana, yang jelas lusa gue berangkat ke sana, yang pasti ke rumah ayah sama ibu dulu, masa iya gue nggak punya sopan santun!"
Ciuh,
Jingga berdecih, suaranya terdengar sebal seolah menghayati peran yang ada, lain dari kakinya yang menjejak senang, sudah seperti orang jalan jalan di tempat saja.
"Buuu, kak Andra katanya lusa udah ke sini loh!"
"Ah, masa? Cepet banget dia ngerjain tugasnya, tapi seneng sih kan jadinya kalian nggak LDR."
"Tidur di mana ya?"
Rani hampir melepas panci panasnya, "Kamu ngomong apa sih? Ya, sama kamu di kamar itu dong sebelum kalian resmi pindah ke apart, iya kan?"
"Kak Andra kayaknya malu sama Ibu, gimana?"
"Apaan pake malu segala, nggak lucu udah gede pake malu. Biasa aja mau tidur di sini, orang udah nikah, pokoknya nggak pas di depan Ibu aja!"
Jingga tergelak kencang, ia harus pergi ke kampus hari ini. Dan satu lagi, ini bukan terapi biasa karena dia akan bersama Arka dalam waktu yang lama.
Dia tahu ini akan jahat pada Arka, tapi jujur saja sejak awal Jingga tak meminta temannya itu untuk terus meluangkan waktu bersama, dia hanya menuruti saja sebagai teman yang baik.
Kembali ke pasal sebelum menikah dengan Andra, tak ada larangan menjalin hubungan dengan siapapun, terlebih lagi teman.
***
Menu makan siang dan wajah Amel tak semenarik dulu, tubuh Andra ada di sini, di depan Amel dan makan bersama, tapi fikiran pria itu ada di tempat lain.
Pagi ini, kembali terulang di mana Jingga pergi ke kampus dan akan ke kedai bersama Arka, belum lagi bertemu Sigit dan entah siapa lelaki lain lagi.
"Cewek bego!"
Eh, suapan di mulut Amel sontak ke luar lagi.
"Siapa yang bego? Aku?"
"Buk-bukan."
"Terus, siapa? Kamu mikirin siapa?"
"Pekerja baru, bego minta ampun, fotocopy aja nggak bisa, kesel aku!"
Amel usap-usap lengan Andra, mereka makan siang cukup jauh dari area kantor agar aman.
"Nggak apa kesel, tapi jangan tertarik ya, Ndra. Nanti senjata kamu ketarik lagi sama di-"
"Mel, aku kan udah nggak main lagi sama yang lain," potong Andra, ya benar tidak main lagi sejak Jingga melihatnya bersama Vera, tapi tetap saja Amel tidak tahu masalah itu, soal Vera saat mereka bertengkar. "Sory, aku nggak maksud marah sama kamu, aku lagi pusing beneran, Mel."
"Kamu nggak lagi mikirin Jingga, kan?"
Andra terdiam, tapi kemudian dia mencari jawaban tepat lainnya.
"Aku percaya sama kamu kok, nanti aku bantu kamu siap-siap buat pindahan ya, boleh?" Amel berfikir sekalian saja dia bercinta di unit Andra.
Andra mengangguk, dia tidak tahu tujuan lainnya, yang dia fikirkan adalah membuat Amel tidak curiga.
"Dia nggak mikirin soal gue waktu sama Arka, ngapain gue mikir nama baik sekarang, biar aja Amel masuk ke unit!" batin Andra geram.
Dan benar, di unit itu Andra terus saja mendapatkan pesan laporan dari Jingga yang tak pernah ia minta, kebersamaannya dengan Arka yang terus Jingga laporkan itu membuat Andra panas.
Brengsek!
Lusa masih satu hari lagi, bahkan sebelum berangkat dia harus mengirim semua barang-barang dan bekerja setengah hari.
Kota ini akan Andra tinggalkan, awalnya dia tak yakin, tapi mau bagaimana lagi, toh dua tak ada pilihan.
"Apaan, Mel?"
"Ish, kita bakal nggak ketemu lama, main yuk, Ndra!"
Andra pandangi tubuh Amel yang tampak sesak di baju ketat itu.
"Aku mesti begadang malem ini, fokus, nggak bisa, Mel, sory."
Lagi, Andra mengecewakannya. Sontak saja Amel pergi, di sepanjang langkahnya dia sudah berkomat-kamit mencari pria lain malam ini.
Andra? Walau hatinya tak mau Amel berhubungan dengan pria lain malam ini, tapi dia sendiri tak bisa melakukannya dan sejauh ini mereka kenal juga sudah biasa pada hal intim itu.