"Kau tahu kan, dirimu adalah seorang istri dari Farid, kok bisanya menerima ajakan kak Afdan sih?" gerutu Amira melalui sambungan telepon. Anna menghela napas panjang. Dia memijit pelipisnya yang terasa sakit. Anna menghardik dirinya, dia sangat bodoh, seharusnya dia tidak menerima ajakan kak Afdan, pikirnya kemudian.
"Saat melihat Salma, aku jadi sangat kesal!"
"Makanya waktu kak Afdan menelepon aku, langsung saja aku iyakan hal itu," jelas Anna.
"Jadi, malam ini kamu benar-benar akan makan malam dengan ibu kak Afdan?" Anna mengigit bibir bawahnya. Dia sangat bingung.
"I-iya satu jam lagi dia akan datang menjemput," ucap Anna masih ragu. Deru napas Amira jelas terdengar melalui sambungan telepon.
"Kalo suamimu tahu, bagaimana?" sergap Amira kemudian. Anna mengusap wajahnya secara kasar. Persoalan Farid tahu atau tidak, Anna tidak memusingkan hal itu. Tapi, dia memikirkan bagaiamana jika kak Afdan mengajaknya serius dalam berhubungan.
"Pelan-pelan, kamu harus menjelaskan hal ini kepada kak Afdan," seru Amira kemudian. Anna sudah berjanji kepada dirinya, dia akan menjelaskan semua ini kepada kak Afdan. Anna akan jujur bahwa dia dan Farid sudah menikah.
"Semoga berjalan lancar," ucap Anna kemudian. Perempuan itu mematikan sambungan telepon.
Anna berdiri dari sisi ranjang tempat tidurnya lalu berjalan menuju lemari yang dilengkapi cermin yang besar.
"Seharusnya aku jujur dari awal, mengapa harus mempersulit hidupku sendiri?" sahut Anna melalui sambungan telepon. Perempuan itu menatap gamis cokelat yang akan dipakainya untuk bertemu ibu kak Afdan.
Klek~
Pintu terbuka tiba-tiba. Spontan Anna memundurkan tubuhnya beberapa langkah. Dia melihat Farid sedang berdiri di ujung sana.
"Kau belum tidur?"
"Biasanya jam segini sudah tidur," ucap lelaki itu. Anna menatap kantongan besar yang sedang dibawah suaminya.
"Aku dan Salma sedang makan malam, dia menitipkan ini untukmu," ucap Farid. Dia meletakkan kotak itu di atas meja makan. Dari arah kamar, Anna bisa melihat kotak makanan yang sedang diletakkan suaminya.
"Aku akan keluar sebentar," ucap Anna segera.
"Bisa aku keluar sebentar?" tanyanya. Anna memandang wajah Farid yang terlihat tidak setuju.
"Apa ada urusan penting di luar?" tanya Farid. Dia menatap wajah Anna yang sedang berdiri di depan pintu kamar. Perempuan cantik itu menggelengkan kepala.
"Aku ingin bertemu seseorang, makan malam biasa," ucap Anna. Farid menghela napas panjang.
"Satu jam lagi aku harus pergi," sambungnya. Farid meletakkan tangannya di dagu. Dia sedang memikirkan sesuatu saat ini.
"Oke!" jawabnya kemudian.
***
Afdan tersenyum saat Anna melangkah keluar dari loby apartemen. Saat perempuan itu mengatakan dia ingin dijemput di salah satu apartemen, Afdan sedikit bingung.
"Maafkan aku kak Afdan, sepertinya aku sedikit terlambat" seru Anna sambil menatap wajah lelaki tampan itu. Afdan selalu memiliki senyum yang ramah untuk Anna.
"Tidak masalah, masuklah!" seru lelaki tampan itu. Anna duduk di samping kak Afdan. Anna sesekali melirik ke sampingnya dan menatap Afdan yang ketahuan sedang memandanginya.
"Kamu sendiri tinggal di apartemen ini?" tanya Afdan. Keringat meluncur di dahi Anna. Dia tidak mungkin menjelaskan bahwa apartemen ini bukan miliknya namun milik suaminya, Farid.
"A-aku bersama seseorang," ucap Anna terbata-bata. Afdan menganggukan kepala mengerti.
Selama di perjalanan menuju salah satu restoran, Anna terdiam cukup lama. Dia sangat bingung harus berbicara tentang apa.
"Anna," sahut Afdan memecah keheningan. Lelaki itu menatap wajah Anna dengan intens.
"Ibuku ingin agar aku segera menikah, aku bingung harus menjelaskan apa kepada ibuku. Jadi, malam ini aku ingin ibuku mengenalmu," ucap Afdan. Anna menarik sisi gamisnya. Tubuhnya menegang seketika. Anna bingung harus berkata apa. Bola mata Afdan yang tajam terus menatapnya. Sepertinya lelaki itu menunggu jawaban saat ini.
"Bagaimana?" serunya kemudian. Anna menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Peluh menetes di dahinya dan jantungnya berdetak lebih cepat.
"Maksunya, ibu kak Afdan ingin bertemu saya?" tanya Anna. Otaknya benar-benar tidak bisa mencerna ucapan kak Afdan. Lelaki itu menganggukan kepala.
"Maksud aku, bagaimana kalo aku memperkenalkanmu sebagai calon?"
Tenggorokan Anna tiba-tiba kering. Tekanan di dalam mobil mendadak naik, Anna bingung harus berkata apa. Anna sangat bingung harus menjelaskan apa. Bola mata Afdan begitu intens dan sangat menusuk memandanginya.
"Aku ingin memperkenalkanmu sebagai calon," sambungnya lagi. Anna menarik napasnya dalam-dalam. Memberikan pasokan oksigen ke dalam paru-parunya.
"Aku tahu ini terlalu cepat bagimu, tapi kamu perempuan yang baik," jelas Afdan. Anna ingin kabur dan segera menghilang saja. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan Afdan. Dia tidak bisa menjelaskan juga jika dia dan Farid adalah pasangan suami istri.
"Ok!" Hanya itu yang keluar dari mulut Anna saat ini.
***
Seorang perempuan paruh baya tersenyum ramah saat Anna masuk ke sebuah restoran. Perempuan paruh baya itu berdiri dan segera memeluknya. Afdan mengeser kursi untuknya. Dia mempersilahkan Anna duduk di sampingnya.
"Jadi ini?" tanya perempuan paruh baya itu. Afdan menganggukan kepala. Bagi Anna, ini hanyalah mimpi. Tidak mungkin dia menjadi calon Afdan. Lelaki tampan, cerdas yang sangat sempurna itu.
"Namamu siapa?" tanya perempuan paruh baya itu. Anna menghela napas panjang. Seakan ada beban di hatinya saat ini.
"Khanna, ibu!" jawab Anna.
"Nama yang cantik," ucap perempuan paruh baya itu. Anna menatap sekelilingnya. Restoran itu sangat sepi. Bahkan hanya mereka yang berada di tengah-tengah ruangan. Apakah restoran megah seperti ini selalu sepi penggunjung? Pikir Anna.
Salah satu pelayan kemudian datang.
"Kamu bisa panggil saya dengan sebutan ibu Ratih," sahut perempuan paruh baya itu saat menangkap raut wajah bingung dari Anna. Saat selesai mencatat beberapa pesanan, salah satu pelayan kemudian pergi. Anna bisa menatap wajah Afdan yang begitu bahagia malam ini.
"Jadi kalian kapan menikah?"
Pertanyaan itu membuat Anna membulatkan matanya. Dia menatap Afdan dengan pandangan terheran. Ibu Ratih tersenyum menatap Anna, dia sedang menunggu jawaban perempuan di depannya.
"Bukannya kalian akan menikah yah?" sahut ibu Ratih lagi. Anna menelan salivanya. Dia benar-benar tidak tahu harus menjawab apa. Pernikahan? Calon jodoh kak Afdan? Semuanya membuat kepala Anna sangat berat.
"Ibu, sepertinya Anna belum tahu hal ini."
"Aku dan Anna sedang dalam proses pengenalan, jika rencana menikah sudah kami sepakati, aku akan menjelaskan kepada ibu hal ini," jelas Afdan kepada ibunya. Ratih menganggukan kepala mengerti.
Selama makan malam, Anna lebih banyak terdiam. Dia tidak tahu harus berkata apa. Sangat bingung dan semua ini seperti mimpi.
Dring!
Ponsel Anna bergetar, dia menatap layar benda persegi itu. Ada nama Farid yang tertera jelas. Anna tiba-tiba panik. Suaminya sedang meneleponnya saat ini.
"Siapa Anna? Angkat saja," ucap ibu Ratih. Anna menggelengkan kepala.
"Nanti saja ibu, tidak terlalu penting kok," jawab Anna. Dia segera mematikan telepon dari Farid. Selama makan malam, Afdan selalu menatap wajah Anna. Dia sangat mengangumi sifat Anna yang pemalu.
"Terima kasih yah Anna, sudah mau bertemu ibuku," bisik Farid kemudian. Anna menganggukan kepala sambil terus menatap ponselnya. Makanan yang disajikan mendadak pahit di lidahnya.
"Tuhan, apa yang sedang aku perbuat?" batinnya dalam hati.
Bersambung …