Chereads / Mendadak Nikah / Chapter 34 - Salma

Chapter 34 - Salma

Anna berjalan dengan cepat masuk ke loby rumah sakit. Di ujung sana, dokter Aldi menatapnya dan lelaki itu tersenyum. Dokter Aldi bergegas menghampiri Anna.

"Datang sama siapa?" tanyanya kemudian.

"Sama … sama teman dok!" ucap Anna. Dia berjalan masuk ke dalam ruangan. Ada suster Margaret yang berada di ruangan yang sama. Anna meletakkan tasnya lalu mengeluarkan jas putihnya dari dalam tas.

"Makan siang bersamaku hari ini?" sahut dokter Aldi lagi. Anna spontan menggelengkan kepala.

"Maaf dokter, aku lagi puasa," ucap Anna beralasan. Wajah cemberut dari dokter Aldi jelas terlihat.

"Oh begitu, bekal ini di simpan aja," sahut dokter Aldi. Anna membulatkan mata saat lelaki itu meletakkan bekal berwarna pink tepat di depannya. Dokter Aldi tersenyum lalu bergega pergi dari ruangan itu. Anna menghela napas panjang. Dia mengusap wajahnya frustasi.

Suster Margaret menatap Anna dan mengedipkan matanya. Perempuan paruh baya itu seakan memberikan kode. "Bagaimana dengan dokter Aldi? Semakin dekat yah dok?' ucap suster Margaret. Anna duduk di meja kerjanya sambil memandang ke layar monitor. Bukannya bahagia di pagi hari, Anna malah overthingking dengan sikap dokter Aldi yang semakin menjadi.

"Dokter Aldi baru kehilangan istrinya, melihat kamu sangat mirip dengan istrinya, membuat dokter Aldi …,"

"Suster Margaret, jangan buat kepala saya sakit!" gerutu Anna kemudian. Dia tersenyum kepada perempuan paruh baya itu.

"Tapi dokter Anna dan dokter Aldi cocok sih, selalu bersama," ucap suster Margaret kemudian. Anna menghela napas panjang.

Dring!

Ponsel Anna bergetar. Dia segera mengambil benda persegi itu dari dalam tasnya. Nama Farid jelas terlihat di layar monitor. Untung saja lelaki itu tidak menghubunginya aat dokter Aldi di ruangan ini.

"Assalamualaikum?" sahut Anna kemudian.

"Ada apa?" tanyanya.

"Oh yah, aku akan ke apartemen Salma, ngak usah masak yang banyak-banyak!" gerutu Farid.

"Selingkuh lagi?" sergap Anna kesal. Farid terdiam cukup lama.

"Ngak selingkuh, kalo selingkuh berarti aku sembunyi-sembunyi dong!" jawab Farid tidak mau kalah. Anna menghela napas kasar di udara. Entah mengapa, dadanya terasa sakit saat ini.

"Bisa tidak ngak usah ke Salma lagi?" sahut Anna kesal. Dia mencoba mengatur intonasi suaranya sebaik mungkin.

"Anna, dia lagi sakit. Kau tahu kan kalo Salma itu punya kelainan darah, aku ngak bisa meninggalkannya gitu saja," jelas Farid panjang lebar. Anna mengusap wajahnya secara kasar.

"Sekali ini saja, aku juga minta izin kepadamu kan? Apa salah aku ke sana?" tanya Farid. Lagi-lagi Anna benar-benar kesal dengan ucapan lelaki itu. Seharusnya Farid tahu bahwa kelakukannya membuat Anna marah.

"Khanna, aku akan mencoba mencintaimu, seiring dengan waktu kita bersama. Aku juga tidak membuat surat kontrak dan semacamnya kayak di novel-novel CEO itu. Berarti aku ingin belajar mencintaimu," jelas Farid kemudian.

Anna terdiam cukup lama. Walaupun menikah secara perjodohan, entah mengapa hati Anna rasanya tidak terima Farid bersama kekasihnya.

"Anna?" sahut Farid saat Anna terdiam begitu lama.

"Kau mengerti maksudku?" serunya.

"Terserah kamu!" gerutu Anna kesal. Dia lalu bergegas mematikan sambungan telepon. Anna menuju ruangan pemeriksaan anak. Di tempat itu, dokter Aldi sudah lebih dahulu berdiri. Anna dan dokter Aldi harus menjalin kerja sama karena lelaki itu yang akan membimbingnya di rumah sakit ini.

Melihat wajah Anna yang tidak semangat, dokter Aldi bergegas menghampirinya lagi.

"Kalo kucingnya sudah lahiran, ngak apa-apa aku dan kamu makan malam bersama kan?" ucapnya pelan. Anna tidak mengubris. Otaknya masih fokus memikirkan Farid dan Salma yang akan berduaan di dalam apartemen.

"Aku serius," sambung dokter Aldi. Anna menghela napas panjang dan menatap lelaki itu.

"Oke!" jawabnya singkat. Dokter Aldi tersenyum bahagia.

***

Farid menatap Salma yang menutup tubuhnya dengan selimut. Perempuan itu memandangi Farid yang berdiri di depan pintu.

"Anna tidak marah kamu ke sini?" tanya Salma kemudian. Wajahnya sangat pucat dan bibirnya terlihat hitam. Farid bahkan tidak teg ajika perempuan itu di apartemen sendiri. Farid bergegas duduk di samping Salma. Tangannya mengelus dengan lembut kepala milik Salma.

"Masalah Anna, aku yakin dia tidak akan marah," ucap Farid kemudian. Dia menatap wajah Salma lebih dekat. Peluh menetes membasahi kening perempuan itu. Salma selalu mengalami demam.

"Farid, aku tidak ingin menyakiti Anna," ucap Salma lirih. Dia mengengam tangan Farid.

"Kamu tidak menyakiti dia, aku dan kamu adalah kekasih dan dia tiba-tiba saja datang di kehidupan kita," ucapnya. Salma menghela napas panjang.

"Sayang, aku sudah berjanji kepadamu. Aku sudah berjanji untuk tetap bersamamu, mengapa kamu seperti ini?" ucap Farid kemudian.

Salma menunduk ke bawah. Dia bingung harus berkata apa. Perlahan, bola matanya berkabut. Farid yang menatap Salma menangis spontan memeluk perempuan itu.

"Kamu yang menemani aku sejak dulu, mengapa jadi ragu?" sahut Farid kemudian. Salma secepat kilat menyeka air mata yang lolos di pipinya.

"Tapi, kamu menikahi dengan Khanna!" jawab Salma lirih. Deru napasnya memburuh.

"Ini hanya perjodohan, jika kamu sudah sehat dan bisa ke Indonesia, aku akan bawah kamu ke hadapan ayahku. Aku akan jelaskan bahwa kamu perempuan yang aku sukai!" gerutu Farid. Salma menghela napas panjang. Dia menggelengkan kepala.

Salma menongakan wajahnya dan mencoba tersenyum menatap Farid. "Ngak usah!"

"Kamu ngak usah …," kata-kata Salma terjedah.

"Aku akan tetap lakukan itu, Salma. Aku mencintaimu, seharusnya kau percaya bahwa aku …," kata-kata Farid terjeda. Dia menatap wajah Salma dan mencoba untuk mendekatkan wajahnya ke arah perempuan itu.

Salma memundurkan tubuhnya sejenak. "Farid, perlahan kamu akan mencintai Anna. Perempuan itu memiliki posisi yang tepat dibandingkan aku," ucap Salma lirih. Dia beranjak dari tempat duduknya lalu bergega berjalan masuk ke dalam kamar.

"Aku mencintaimu Salma, aku tidak mencintai dia. Aku aku akan menunggumu di sini. Tidak mungkin aku meninggalkanmu dalam keadaan sakit," jelas Farid.

Brak!

Pintu di tutup dengan erat. Salma di dalam kamar menangis. Suaranya begitu jelas terdengar dari luar. Farid menghela napas frustasi.

"Sayang, kau tahu kan? Aku mencintaimu," ucap Farid kemudian.

"Kamu seharusnya pulang, aku bisa di sini sendiri," jawab Salma dari dalam.

"Tidak sayang, aku akan menunggumu di sini," gerutu Farid lagi. Salma menghela napas panjang. Dia menatap banyangan Farid dari balik pintu.

"Aku mencintaimu, Salma!"

"Kau tahu kan, kita sudah bersama dalam waktu yang lama. Ayahku saja yang tidak tahu itu, aku akan menjelaskan kepada ayahku dan mengatakan bahwa kau sangat penting di hidupku."

"Kau hanya perlu bersabar, Salma. Bersabarlah sampai aku bisa mengatakan hal itu kepada ayahku," jelas Farid kemudian. Salma mengusap wajahnya. Dia menyeka air mata yang membasahi pipinya saat ini. Kepalanya semakin berat.

"Farid, apakah aku bisa percaya kepadamu?"

"Ya, kau harus percaya itu Salma. Aku tidak mencintai Anna. Sangat susah untuk mencintainya karena aku memilikimu," ucap Farid. Dia berusaha menyakinkan kekasihnya itu.

"Lalu, Anna akan ke mana jika hari itu tiba, Farid? Aku tidak mau melukai hati sesama perempuan" balas Salma secepat mungkin. Isak tangis jelas terdengar dari balik pintu.

"Aku akan menceraikannya, Kau harus tahu itu!" tegas Farid.

Bersambung …