Anna mengigit bibir bawahnya saat Farid terus menghubunginya. Afdan yang tahu dengan kondisi Anna segera menatap wajah perempuan di sampingnya.
"Sepertinya itu penting," ucap Afdan. Anna menghela napas panjang. Ponselnya terus bergetar.
"Angkat saja," seru ibu Ratih sambil tersenyum.
"Saya permisi dulu, ibu!" ucap Anna. Ibu Ratih menganggukan kepala. Anna bergegas keluar dari restoran dan mengangkat telepon dari Farid.
"Halo?" sahut Anna kemudian. Farid terdengar mengomel dari sambungan telepon. Lelaki itu terlihat sedang kesal. Anna sedikit menjauhkan benda persegi dari telingannya saat Farid terus mengomel.
"Kau di mana?"
"Ini sudah jam berapa? Aku kira hanya makan malam biasa kan?" gerutu Farid kesal. Anna memijit kepalanya yang terasa berat. Farid benar-benar cerewet.
"Iya, aku tahu ini sudah jam delapan malam, aku akan segera pulang!" gerutu Anna kesal.
"Aku lapar," ucap Farid. Anna menghela napas panjang.
"Buat makanan cepat saji saja, jangan mengangguku!" ucap Anna.
"Aku tidak mau, aku ingin kamu yang membuatkannya!" tegas Farid. Anna mengusap wajahnya. Dia benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Farid. Lelaki itu terlalu manja.
"Hubungi kekasihmu itu!" balas Anna. Setelah mengatakan demikian, Anna kemudian mematikan sambungan telepon. Anna bergegas kembali ke restoran. Dia menatap Afdan yang sedang tersenyum melihatnya.
Anna kemudian duduk dan melanjutkan makan malamnya. Ibu Ratih menatapnya, perempuan itu sangat penasaran dengan dirinya dan Anna terjebak dalam sandiwara yang entah sejak kapan terbentuk.
"Jadi, kapan ibu akan ke rumahmu?"
"Ibu mau lamaran sceepat mungkin," ucap ibu Ratih kemudian. Tenggorokan Anna tiba-tiba mengering. Dia menelan salivanya sambil menatap Afdan.
"Secepatnya ibu," jawab Afdan kemudian. Anna menghela napas panjang. Lidahnya mendadak kaku untuk berucap. Seharusnya dia dari awal sudah jujur kepada Afdan bahwa dirinya dan Farid sudah menikah. Sekarang, dia semakin terjebak dalam masalah.
"Bagaimana, Anna?" seru ibu Ratih. Anna spontan menongakan wajahnya ke depan dan menatap wajah perempuan paruh baya itu.
"Ibu ingin segera punya cucu!" gerutunya lagi. Pikiran Anna benar-benar kacau. Dia bingung harus berkata apa. Dia seorang istri, tidak seharusnya dia membicarakan tentang hal ini kepada orang lain.
"Bagaimana?" sahut ibu Ratih lagi saat Anna tidak menjawab. Anna spontan menatap Afdan. Dia ingin lelaki itu yang membantunya.
"Anna sedang sibuk mengurus kerjaan barunya di rumah sakit, ibu. Mungkin dia perlu waktu untuk berpikir," seru Afdan. Anna menghela napas panjang. Dia hanya bisa menganggukan kepala.
"Oh, tidak masalah," jawab ibu Ratih. Perempuan paruh baya itu tersenyum ramah. Anna memaki dirinya sendiri. Dia benar-benar menghardik dirinya yang sangat menyebalkan. Dia seorang istri, seharusnya dia tahu hal itu, pikirnya.
***
"Perempuan itu makan malam di mana sih?"
"Seharusnya dia tahu kan, suaminya kelaparan di rumah," ucap Farid kesal. Dia berjalan mondar-mandiri di depan pintu sambil menatap benda persegi yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Sekarang sudah jam sembilan malam, dia kemana sih?" gerutunya kesal. Farid kemudian bergegas mengambil ponselnya lagi. Farid menghubungi Anna, mencoba untuk menelepon perempuan itu lagi. Namun, ponsel Anna kini tidak aktif. Farid mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Hallo, Amira?" seru Farid segera. Dia menelepon Amira, sahabat dari istirinya itu.
"Anna makan malam dengan siapa? Mengapa sampai saat ini dia belum pulang?" cercahnya. Amira yang kaget bukan main hanya bisa terdiam membisu. Tidak ada angin tidak ada hujan dan Farid meneleponnya tiba-tiba.
"Aku tidak tahu, mungkin saja rekan kerjanya," seru Amira.
"Hubungi dia saja, aku lagi sibuk mas Farid!" gerutu Amira. Perempuan itu lalu memutuskan sambungan telepon. Farid berdecak kesal. Dia benar-benar tidak suka jika Anna pulang larut malam. Bagaimana pun, perempuan itu adalah istrinya.
Farid memilih duduk di sofa, dia mencoba menatap ponselnya lagi. Namun Anna sama sekali tidak mengirimkan pesan. Apakah perempuan itu sudah lupa, dia memiliki suami di dalam rumah. Seharusnya Anna tahu itu, pikirnya.
Klek~
Pintu terbuka, Farid bergegas menoleh ke sumber suara. Anna berdiri di balik pintu dan menatap wajah Farid yang tidak bersahabat.
"Kau dari mana saja?"
"Aku lapar," gerutunya kesal. Anna menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.
"Aku makan malam, kamu mengangguku saja!" ucap Anna sambil meletakkan tasnya di atas meja lalu berjalan cepat menuju dapur. Anna menyediakan makan malam untuk suami menyebalkannya itu. Farid terus memperhatikan gerak-gerik Anna.
"Hanya makan malam dengan rekan kerja?"
"Hanya rekan kerja?" gerutu Farid memperjelas. Anna menatap wajah lelaki itu lalu menganggukan kepala.
"Ya, aku makan malam dengan rekan kerja, kau cemburu?" gerutu Anna kesal. Farid mengelengkan kepala secepat mungkin.
"Mana mungkin aku cemburu, aku tidak cemburu!"
"Aku tidak suka jika kau keluar dan melupakanku di dalam rumah," seru Farid lagi. Dia sedang mengalihkan pembicaraan. Anna tidak menjawab, dia sedang fokus membuat nasi goreng untuk suaminya itu. Berdebat dengan Farid hanya membuang waktunya. Farid jelas-jelas tidak akan mengalah.
Setelah selesai membuat nasi goreng, Anna meletakkan makanan itu di meja makan. Farid beranjak dari sofa ruang tamu menuju meja makan. Dia memperhatikan Anna lekat-lekat.
"Besok, aku ingin ke rumah sakit, tempat kamu bekerja," ucap Farid kemudian. Anna mengerutkan kening.
"Buat apa? Biasanyan kamu tidak peduli dengan kerjaanku, ada apa?" tanya Anna. Dia menatap Farid dengan ekspresi menyelidik. Farid duduk dan memasukan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya. Anna duduk di depan suaminya itu.
"Ya, hanya mau jalan-jalan saja. Apakah masalah?" tantang Farid. Dia menatap Anna dengan tatapan tajam. Anna menghela napas panjang.
"Kau hanya mengangguku!" gerutunya.
"Tidak, aku mau melihat kerjaanmu," balas Farid secepat mungkin. Dia menikmati nasi goreng yang dibuat perempuan itu. Anna mengaruk kepalanya yang tidak gatal. Afdan mengatakan akan menjemputnya di rumah sakit setelah jam shiftnya selesai.
"Aku dokter, jelas saja aku memeriksa pasien," gerutu Anna kesal.
"Pokoknya, besok aku akan ke rumah sakit menemanimu!" sahut Farid.
"Atau … kau memiliki kekasih di sana? Katakan saja!" ucap Farid kesal. Anna menggelengkan kepala. Dia tidak suka dengan sikap Farid yang selalu curiga kepadanya. Anna beranjak dari tempat duduk lalu bergegas masuk ke dalam kamar. Farid terus memperhatikan istrinya itu.
"Pokoknya aku harus ke rumah sakit!" sambungnya lagi. Anna menghela napas panjang. Dia masuk ke dalam kamar lalu mengunci pintunya dengan erat.
"Terserah!" gerutunya dari dalam kamar.
"Terserah mas Farid!" sambungnya lagi. Farid yang mendengarkan suara itu hanya bisa tersenyum. Dia benar-benar penasaran dengan Anna. Pasti ada yang disembunyikan istrinya itu saat ini.
"Pokoknya aku mau menemanimu seharian ini!" sambung Farid lagi. Anna yang mendengar suara suaminya itu hanya bisa menghela napas kasar ke udara. Dia tidak suka dengan sikap Farid.
"Terserah mas Farid!" teriaknya lagi.
Bersambung …