Chereads / Mendadak Nikah / Chapter 31 - Menemani Istri

Chapter 31 - Menemani Istri

Anna menghela napas panjang saat menatap Farid yang sudah berdiri di depan kamar. Lelaki itu berpakaian dengan sangat rapi. Farid tersenyum menatap Anna yang memandangnya dengan ekspresi terheran.

"Kenapa sih kalo aku ke rumah sakit?"

"Atau kamu punya pacar yah? Katakan saja kalo kau punya kekasih juga," cercah Farid sambil menatap istrinya.

"Aku malas berdebat yah mas Farid!" gerutu Anna kesal. Dia berjalan menuju rak sepatu dan memakai sepatu balet. Anna berjelan menuju pintu apartemen dan Farid terus mengekor di belakangnya.

Di dalam mobil, Farid menatap Anna lekat-lekat sebelum menghidupkan mesin mobilnya. "Kok kamu berubah seperti itu sih?"

"Berubah seperti apa?"

"Berubah menjadi monster betina?" sergap Anna secepat mungkin. Dia menatap Farid. Sejenak, bola mata keduanya saling bertemu. Farid menghela napas panjang.

"Anna, sebenarnya aku ingin mengumumkan pernikahan kita kepada banyak orang. Namun kamu tahu kan, Aku sangat mencintai Salma dan bahkan sampai sekarang, aku ngak bisa melupakan dia."

"Aku jujur kepadamu, itu ngak membuatmu sakit kan?" tanya Farid dengan santainya. Anna menatap keluar jendela. Dia mengusap wajahnya secara kasar.

"Lebih baik aku jujur bukan? Dari pada berhubungan dengan Salma diam-diam di belakangmu," sambung Farid lagi. Anna tidak merespon ucapan lelaki itu. Sepertinya Farid sedang amnesia. Seharusnya lelaki itu mempelajari kitab tentang perempuan.

"Tunggu yah, aku pasti bisa menyelesaikan masalah ini," sambung Farid lagi.

"Hai, kau pikir semudah itu menerima suaminya yang memiliki selingkuhan?" sahut Anna segera.

"Aku ngak selingkuh, Anna!"

"Itu selingkuh Farid! Kau pikir saat bersama Salma, kamu ngak selingkuh?" cercah Anna.

"Farid menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.

"Oke, jadi kau mau apa?" tanya Farid kemudian. Dia menatap Anna dengan intens. Anna bingung harus berkata apa.

"Aku mau kau jangan berisik, karena kepalaku seakan pecah mendengarkan kamu terus mengomel!" ucap Anna.

"Oke, aku akan diam," balas Farid.

Mobil melaju meninggalkan area apartemen. Di depan rumah sakit, Anna segera turun dan Farid terus mengikutinya dari belakang.

"Bukannya kamu mau ke Salma yah?"

"Aku hanya tidak ingin kau bersama perempuan itu. Bukannya aku cemburu, bisa tidak kamu belajar menghargaiku?" ucap Anna sambil melangkah ke ruang kerjanya.

"Aku ngak bisa!" ucap Farid dari belakang.

"Kamu bisa Farid, kita belajar sama-sama dan menyakini bahwa ini pernikahan sungguhan. Bukan pernikahan sandiwara," ucap Anna yang terus melangkah sambil mengomel.

Klek~

Pintu terbuka. Dokter Aldi kemudian menatap ke arah pintu dan memandangi Anna dan Farid.

"Bersama temanmu?" tanya dokter Aldi kemudian. Anna menatap Farid yang berdiri di depannya.

"Bersama temanmu?" tanya dokter Aldi lagi. Anna menghela napas kasar ke udara. Farid seharusnya berbicara dan mengatakan bahwa kami pasangan suami istri. Mengapa lelaki itu terpatung dan membisu? Pikirnya.

"Iya," jawab Anna singkat lalu berjalan menuju meja kerjanya. Farid menatap dokter Aldi yang sedang tersenyum ke arahnya.

"Kau mau ikut memeriksa pasien?" tanya Anna yang menatap Farid masih terpatung dan terus mengikutinya.

"T-tidak, aku harus pulang dulu!" Farid bergegas berjalan keluar ruangan. Dia tidak lupa menatap dokter Aldi dengan pandangan tajam.

Setelah Farid pergi, dokter Aldi berjalan mendekati Anna. Lelaki itu tersenyum sambil mengeluarkan kotak bekal berwarna merah muda. Anna membulatkan mata menatap kotak bekal itu.

"Dokter Aldi tidak perlu repot, aku selalu sarapan di apartemen kok," ucap Anna sambil tersenyum. Dia mendorong kotak bekal ke arah dokter Aldi.

"Ngak apa-apa, aku membuatnya khusus untukmu. Aku selalu ingat istriku jika melihatmu," jelas dokter Aldi.

Anna membulatkan matanya. Dia bingung harus berkata apa.

"Mengingat istri?" seru Anna. Dokter Aldi menganggukan kepala secepat mungkin.

"Ya, wajahmu sangat mirip dengan istriku," sahutnya. Anna bingung harus keluar ruangan dengan ekspresi seperti apa. Oh Tuhan, jangan sampai dokter Aldi menganggapnya istri selama ini? Pikirnya.

"Dokter, sepertinya aku harus memeriksa pasien di UGD, aku akan ke sana!" ucap Anna yang merasa suasana mendadak kaku sejenak. Dia berjalan keluar dari ruangan dan menuju ruang UGD. Anna memijit kepalanya yang benar-benar sakit.

"Ada apa lagi ini?" desah Anna frustasi.

***

"Hai, kau serius?"

"Dia mengatakan bahwa kau mirip dengan istrinya?" sahut Amira tidak percaya. Mata membulat sempurna menatap Anna. Sahabatnya itu baru saja menyelesaikan penelitian dan bergegas menuju rumah sakit saat Anna menghubungi. Mereka sedang berada di cafe samping rumah sakit. Selesai shiff pagi, Anna bergegas ingin bertemu dengan Amira.

"Jadi, bagaimana dengan kak Afdan? Apa makan malamnya menyenangkan?" sahut Amira kemudian. Anna menghela napas panjang.

"Ibu kak Afan ingin kak Afdan menikah, dan dia memilih aku," jelas Anna sambil menatap Amira. Seperti dugaan Anna, sahabatnya itu membulatkan mata secara sempurna. Amira menepuk pundak Anna dan membuat sahabatnya itu kaget bukan main.

"Kau serius?"

"Ih, jadi gimana dong?"

"Kau kan sudah menikah?"

"Jadi …,"

Anna bergegas menutup mulut Amira yang terus mengomel. "Aku juga bingung, aku ingin jelaskan kepada banyak orang bahwa aku sudah nikah dengan Farid."

"Namun lelaki monster itu, dia ngak bisa meninggalkan Salma atau membuat Salma sedih. Benar-benar menyebalkan!"

"Aku bingung harus berbuat apa?" sahut Anna lirih. Amira bingung dengan apa yang terjadi kepada sahabatnya itu. Lagi-lagi dia terjebak dengan urusan cinta.

"Sudah bertemu Salma?" tanya Amira kemudian. Anna menganggukan kepala.

"Katanya perempuan itu ngak bisa tinggalkan Farid, dia sangat mencintai Farid," sahut Amira secepat mungkin. Dia mengusa kepalanya dan memijit pelipisnya yang terasa memanas. Capuccinonya sudah habis dan tersisa hanya milik Amira yang masih penuh.

"Aku harus gimana dong?" sahut Anna kemudian. Wajahnya benar-benar frustasi memikirkan semua ini.

Dring!

Ponselnya bergetar. Anna menatap nama Afdan tertera di layar ponselnya saat ini.

"Assalamualaikum kak?" sahut Anna kemudian.

"Bisa bertemu nanti? Aku jemput," sambungnya lagi. Anna mengigit bibir bawahnya. Dia bingung harus berkata apa. Anna menatap Amira yang mendekatkan telingannya ke arahnya.

"Aku jemput nanti yah!"

"Assalamualaikum," serunya kemudian. Panggilan terputus. Anna belum mengungkapkan satu kata pun. Anna mengusap wajahnya frustasi.

"Mendingkan jujur aja deh!" ucap Amira yang juga bingung.

"Tapi, gimana bilangnya ke kak Afdan?" ucap Anna cemas. Dia beberapa kali menatap layar ponselnya.

"Ya bilang aja kau sudah menjadi seorang istri, ngak baik loh berbohong seperti itu!" gerutu Amira. Anna menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Tengorokannya seakan kering seketika.

"Oke!"

"Malam ini aku akan jujur!" ucap Anna kemudian.

"Tapi, kau harus menanggung semua kemarahan kak Afdan. Sepertinya lelaki itu benar-benar menyukaimu deh," ucap Amira. Anna menunduk ke bawah. Dia bingung harus menyelesaikan masalahnya seperti apa.

Dring!

Ponsel Amira bergetar. Lagi-lagi yang menghubunginya Farid hari ini. Amira menghela napas panjang. Dia kebingungan harus berbuat apa.

"Kau di mana?" sahut suara itu.

"Ayah ingin bertemu, malam ini aku dan kamu harus bertemu ayah!" ucap Farid kemudian.

"Jangan pernah mengatakan tentang Salma jika bertemu dengan ayahku, aku akan mengamankan semua rahasiamu juga," jelas Farid panjang lebar.

"Oke," sahut Anna singkat.

"Oke apa?"

"Oke mas Farid!"

"Bilang suami, jangan mas Farid. Kamu coba katakan oke suamiku!" sahut Farid kemudian. Amira tersenyum mendengarkan percakapan kedua manusia itu.

"Oke suami monsterku!" gerutu Anna kesal.

"Oke, tidak apa-apa pake kata monster, besok palingan kata monster berubah sayang. Aku pastikan yang jatuh cinta itu kamu!" gerutu Farid. Setelah mengatakan demikian, lelaki itu kemudian mematikan sambungan teleponnya.

"Lelaki menyebalkan!" sahut Anna kesal.

Bersambung …