"Halo?" sahut suara itu. Anna mengambil ponsel lalu segera meletakkan di samping telingannya.
"Bukankah kau ingin bertemu Salma?" Anna menghela napas panjang saat mendengarkan suara Farid. Ada beban tersendiri di dalam hatinya.
"Kamu tidak ingin bertemu dia? Bukankah kamu sendiri yang meminta bertemu Salma?" seru Farid lagi.
"Anna?"
"Pekerjaanmu sudah selesai bukan?" tanyanya. Anna terdiam cukup lama dan membuat Farid bingung.
"Kau lupa kalo aku seorang dokter? Aku punya beberapa pasien yang harus aku periksa," ucap Anna.
"Oh, aku lupa!" jawab Farid.
"Ya, kamu selalu lupa karena kamu tidak pernah memperhatikanku!"
"Jadi … kamu ingin aku perhatikan?" gerutu Farid kemudian. Anna terdiam cukup lama. Dia terjebak dengan kata-katanya sendiri saat ini.
"Memangnya kamu harus kerja sepagi itu yah? Salma ada di apartemen kita, kemarilah karena dia menunggumu!" Anna meletakkan tangan di pelipisnya lalu memijit kepalanya secara perlahan.
"Oke, setelah kerjaanku selesai, aku akan menemui kekasihmu itu," ucap Anna kesal. Setelah mengatakan demikian, Anna bergegas mematikan telepon miliknya. Anna mendengus kesal. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan dan memaki dirinya sendiri.
Dokter Aldi yang satu ruangan dengan Anna mengerutkan kening melihat ekspresi rekan kerjanya itu.
"Ada apa Anna? Kenapa beberapa hari ini wajahmu terlihat berbeda?"
"Teman kencanmu itu?" tebak dokter Aldi. Anna menatap wajah dokter Aldi dan mencoba tersenyum. Anna selalu menutupi perihal pernikahannya karena permintaan Farid.
"Terus, karena apa?" tanya dokter Aldi lagi. Anna menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.
"Aku punya masalah keluarga, boleh aku pulang lebih cepat?" tanya Anna. Dokter Aldi menatap benda persegi yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Bisa, ini sudah melebihi jam kerja kamu. Kamu bisa pulang," ucap dokter Aldi. Anna tersenyum bahagia, dia lalu mengambil tas ranselnya dan memasukan beberapa berkas ke dalam tasnya.
"Terima kasih yah, dokter Aldi selalu membantu aku," ucap Anna sambil meninggalkan ruangan kerjanya dan melambaikan tangan ke arah lelaki tampan itu.
Dokter Aldi tersenyum menatap Anna yang berlari menuju parkiran rumah sakit. Entah mengapa wajah Anna selalu mengingatkannya kepada Amina, istri tercinta yang telah meninggal setahun yang lalu.
***
"Apakah dia akan datang?" tanya Salma yang duduk di sofa. Farid menganggukan kepala. Tentu saja Anna akan hadir dan bertemu kekasihnya itu.
"Bagaimana kalo dia memukulku?"
Farid menggelengkan kepala. Dia duduk di samping kekasihnya sambil mengengam tangan Salma. Farid menatap lekat-lekat wajah kekasihnya itu.
"T-tidak, dia tidak akan melakukan hal itu, sayang!" seru Farid.
"Anna tidak seperti perempuan yang lain. Aku yakin dia akan menerimamu di sini," sambung Farid kemudian. Salma menghela napas panjang.
"Tapi … kamu sudah tidak pulang selama dua hari, apakah dia tidak akan marah?" tanyanya lagi. Ada ekspresi cemas yang terukir di wajah perempuan cantik itu. Dengan sangat lembut, Farid merapikan rambut Salma.
"Tidak sayang, aku dan Anna sudah membuat perjanjian. Dia juga sudah tahu mengenai hubungan kita. Jangan cemas, sayang!" ucap Farid. Dia mengengam tangan Salma dan mengecup pundak tangan kekasihnya itu.
Klek~
Pintu terbuka. Anna berdiri di balik pintu dan menatap dua manusia itu saling berpegangan tangan. Anna sudah berdiri di balik pintu selama beberapa menit. Matanya benar-benar panas menatap Farid.
"Kau sudah pulang?" tanya Farid. Dia bergegas berdiri dan berjalan ke arah pintu. Dia menatap Anna.
"Aku akan membiarkan kalian berdua berbicara di sini. Aku keluar dulu!" ucap Farid. Sebelum melangkah keluar dari pintu, Farid menatap Salma yang terlihat cemas.
"Jangan galak-galak dengan kekasihku!" gerutunya kemudian. Anna tidak bersuara, dia terus menatap Salma yang sedang duduk di depannya.
Setelah Farid keluar, Anna melangkah mendekati Salma. Tampak wajah perempuan itu terlihat malu menatapnya. Anna tahu, dari lubuk hati yang paling dalam. Salma tahu posisinya sekarang. Hanya seorang kekasih, bukan seorang istri.
"Salam kenal," ucap Salma sambil menongakan wajahnya dan tersenyum menatap Anna. Mereka kemudian duduk saling berhadapan.
"Mengapa ingin menemuiku?" tanya Salma kemudian. Anna menatap manik mata perempuan itu. Wajah Salma benar-benar sempurna. Walaupun Anna tahu bahawa di dunia ini, tidak ada yang sempurna.
"Aku hanya ingin bertanya, sejak kapan menjalin hubungan dengan Farid?" tanya Anna kemudian. Salma menunduk ke bawah. Sepertinya dia merasa malu menjelaskan semua ini.
"Aku tahu Farid sekarang adalah suamimu. Tapi, aku lebih dahulu mengenal Farid dari pada kamu," ucap Salma tanpa keraguan. Anna mencoba mengatur pernapasannya yang naik turun. Dia mencoba untuk tenang saat ini.
"Dan … Farid tidak mungkin bisa meninggalkanku. Aku tahu itu!" sambungnya.
"Aku tahu itu!" balas Anna secepat mungkin. Salma tersenyum.
"Aku tidak ingin menjadi musuhmu, Anna. Aku juga tidak ingin menjadi perempuan yang menghancurkan rumah tanggamu."
"Aku yakin kamu mengerti maskudku. Pergilah saat kepentingan Farid sudah selesai agar aku bisa bersamanya," ucap Salma kemudian. Anna menghela napas panjang. Wajah Salma benar-benar tidak merasa bersalah. Bahkan tiap kata yang keluar dari bibirnya begitu lancar.
"Mengapa kau yakin aku akan meninggalkannya?" gerutu Anna.
"Karena sampai kapan pun, Farid tidak akan mencintaimu. Dia hanya ingin menuruti keinginan ayahnya, hanya itu saja!" serunya.
Anna benar-benar tidak mengerti jalan pikiran perempuan di depannya. Anna beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan menuju jendela besar yang berada di ruangan itu. Anna memandang keluar jendela.
"Aku mencintai Farid!"
"Aku dan Farid saling mencintai dan kamu pasti tahu hal itu," ucap Salma kemudian. Anna menghela napas panjang.
"Oke, aku mengerti!"
Klek~
Pintu terbuka, Farid menatap kedua perempuan itu secara bersamaan. Farid tersenyum. "Apakah kalian sudah selesai?" sahutnya tanpa merasa bersalah. Salma beranjak dari tempat duduknya lalu melangkah mendekati Farid yang berdiri di depan pintu.
"Aku ingin pulang, bisakah kamu mengantarku?" ucapnya kemudian. Farid menganggukan kepala.
Farid menatap Anna yang sedang memandanginya. "Aku akan mengantar Salma dan kembali ke sini lagi. Ada yang ingin aku bicarakan kepadamu," ucap Farid kemudian. Anna menganggukan kepala mengerti.
Tanpa keraguan sedikit pun, Farid mengengam tangan Salma keluar dari apartemen. Anna mencoba sekuat tenaga untuk tidak marah meskipun hatinya benar-benar panas.
Dring!
Ponsel Anna bergetar. Dia segera berlari mengambil ponselnya yang berada di dalam tas. Anna mengerutkan kening saat nama kak Afdan jelas tertera di benda persegi itu.
"Anna, bagaimana?" tanyanya segera.
"Makan malam bersama orang tuaku, apakah kamu mau? Aku akan menjemputmu malam ini, sambung Afdan kemudian.
"Oke, aku setuju!"
"Aku menunggumu, kak Afdan," ucap Anna.
Tit!
Panggilan telepon terputus. Anna duduk dan membaringkan tubuhnya di atas sofa. Air matanya terjatuh seketika. Hatinya terluka, perasaanya benar-benar hancur seketika.
Bersambung …