Chereads / Mendadak Nikah / Chapter 25 - Hati Yang Terluka

Chapter 25 - Hati Yang Terluka

Setelah bertemu dengan Amira, Anna kembali ke apartemen. Dari kejauhan, dia melihat Farid yang sedang duduk tidak jauh dari layar Tv. Lelaki itu terdiam cukup lama sambil terus memandanginya.

"Mas Farid dari mana saja?" tanya Anna kemudian. Farid mengangkat salah satu alisnya. Kebetulan sekali kata mas terucap dari mulut gadis itu. Farid beranjak dari tempat duduknya lalu bergegas berjalan mendekati Anna.

"Kau menungguku?" tanyanya. Anna menganggukan kepala.

"Tentu saja aku sedang menunggu suaminya, apa lagi?" batin Anna kemudian. Farid tepat berdiri di depannya. Lelaki itu mengusap wajahnya dan sesekali mengacak rambutnya yang berantakan.

"Salma lagi sakit, dia tidak ingin aku tinggal!"

"Kau tahu kan, aku tidak ingin meninggalkannya jika sedang sakit," sahutnya. Anna terpatung, dia bingung harus berkata apa. Farid mendekatkan wajahnya. Mengamati ornament wajah Anna secara lekat-lekat.

"Kau tidak cemburu kan?" tanyanya lagi.

Anna menganggukan kepala. Tentu saja dia tidak cemburu. Buat apa cemburu dengan gadis biasa sedangkan dia adalah istri sah dari lelaki itu? Pikirnya.

"Baguslah!" ucap Farid kemudian. Lelaki beranjak menuju kamar dan menutup pintunya. Membiarkan Anna terpatung di ruang tamu dan memperhatikannya secara kejauhan. Anna menghela napas panjang.

"Aku sudah punya firasat, pasti lelaki itu bersama Salma. Sebenarnya Salma itu seperti apa sih? Kok bisa-bisanya bersama Farid?" pikir Anna kemudian.

Setelah lelah memikirkan suaminya yang tidak jelas. Anna kemudian masuk ke dalam kamarnya. Dia membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur sambil sesekali beristigfar. Anna menatap langit-langit kamarnya sambil mengingat kata-kata Amira.

Di rumah ini, dia hanyalah istri panjangan. Lelaki itu mencintai Salma yang merupakan kekasih hatinya. Seharusnya Anna tahu lebih awal. Seharusnya Anna bisa mengantisipasi semua ini.

Klek~

Pintu kamar tiba-tiba dibuka dan membuat Anna spontan duduk di bibir ranjang. Farid berdiri di balik pintu dan menatapnya.

"Aku lapar," ucapnya kemudian.

"Kamu sudah buat makan siang kan? Seharusnya seperti itu sih," sambungnya lagi. Setelah mengatakan demikian, Farid menutup pintu. Anna menghela napas panjang. Dia kemudian keluar dari dalam kamar dan menuju meja makan.

Di tempat itu, Farid sudah menunggu masakannya. Dengan sangat lahap, Farid memakan semua masakan yang diberikan Anna kepadanya.

"Aku mau bertemu Salma," ucap Anna kemudian. Farid spontan menongakan wajahnya dan menggelengkan kepala.

"Buat apa sih? Bertemu Salma juga tidak menguntungkan untukmu," jelas Farid.

"Aku mau saja, aku penasaran bertemu dengan Salma!" ucap Anna kemudian. Farid menggelengkan kepala. Dia tetap tidak mengizinkan Anna untuk bertemu kekasihnya itu.

"Pokoknya mas tidak setuju!" ucap Farid kemudian. Dia mengeser kursinya lalu bergegas masuk ke dalam kamar. Anna menatap punggung lelaki itu, dia menghilang dari balik kamarnya.

"Uhft!" Anna menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.

"Ya, aku harus bertemu dengan Salma, tanpa persetujuan Farid pun aku tetap akan melakukannya," batinnya kemudian.

***

Malam hari, Anna melihat Farid berjalan keluar dari dalam apartemen. Lelaki itu segera pergi setelah menerima telepon. Anna sangat tahu bahwa Farid pastinya menuju apartemen Salma. Siapa lagi? Kekasihnya itu sedang sakit.

Anna berdiri di depan balkon sambil merentangkan tangannya. Anna menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Entah mengapa dadanya terasa sesak.

Dring!

Teleponnya berbunyi. Anna membalikan badan lalu berjalan masuk ke dalam kamar. Ada Amira yang sedang menghubunginya. Pastinya sahabatnya itu sedang menjelaskan sesuatu kepadanya.

"Hallo?" sahut Anna kemudian.

"Anna!" ucap Amira antusias. Anna mengerutkan kening. Entah apa yang menyebabkan sahabatnya itu begitu semangat saat ini.

"Kak Afdan ingin menemuimu. Katanya dia ingin berdua denganmu," ucap Amira. Anna menghela napas panjang. Entah ini kabar bahagia atau kabar yang membuatnya benar-benar bingung.

"Kak Afdan menghubungimu?" tanya Anna.

"Tentu saja, katanya nomormu sudah dihubungi. Jadi dia menghubungiku, bagaimana?" tanya Amira kemudian. Anna sedang mempertimbangkan penawaran itu.

"Bagaimana nih? Lagian kak Afdan sepertinya suka sama kamu deh," sambung Amira.

"Kamu atur saja lah," ucap Anna akhirnya. Setelah mengatakan demikian, Amira mematikan sambungan teleponnya. Anna mengusap wajahnya.

"Tapi aku harus mencari Salma. Aku ingin berbicara kepada bahwa Farid itu memiliki istri. Aku dan dia tidak bisa seperti ini," gerutu Anna kesal.

Setelah bergulat dengan pikirannya sendiri. Anna kemudian bergegas untuk terlelap tidur. Besok pagi, ada banyak hal yang harus dikerjakannya. Terlebih lagi dokter Aldi bersamanya didalam satu tugas. Memikirkan semua kerjaanya, membuat Anna benar-benar lelah seketika.

"Kalo Farid tidak ingin melepaskan perempuan itu. Seharusnya aku tidak perlu mengubris Farid," ucap Anna. Kata-kata itu tiba-tiba saja terbesit di pikirannya.

"Tapi, di mana aku menemukan Salma? Dia siapa? Tinggal di mana perempuan itu?" pikirnya kemudian.

***

"Kamu sudah datang?"

"Bagaimana dengan Anna, dia tidak melarangmu ke sini kan? Seharusnya perempuan itu mengizinkanmu sih," ucap Salma yang sedang terbaring lemas di atas sofa. Perempuan itu beranjak dari tempat tidurnya lalu berjalan dengan sangat pelan menghampiri Farid yang berdiri di balik pintu.

Tanpa aba-aba, Salma spontan memeluk Farid. Lelaki itu hanya terpatung. Salma bisa mencium aroma citrus menyeruak dari tubuh lelaki itu. Salma selalu melakukan hal ini jika dia mengalami masalah. Berada di pelukan Farid menenangkan dirinya.

Tangan Farid secara perlahan menyentuh kepala Salma. Membuat perempuan itu semakin nyaman di dalam pelukannya.

"Aku mencintaimu, Farid!"

"Aku sama sekali tidak bisa kehilanganmu, seharusnya kamu tahu itu!" ucapnya kemudian. Farid menganggukan kepala. Dia paham dengan itu semua.

"Kamu tidak mencintai perempuan itu kan?" tanya Salma. Dia menongakan wajahnya menatap Farid. Lelaki itu hanya terdiam dan membuat Salma semakin cemas.

"Farid, kamu tidak mencintai Anna kan?"

"Hanya aku yang berada di hatimu bukan? Katakan Farid!" ucap Salma kemudian. Farid menghela napas panjang. Dia menganggukan kepala.

"Ya, aku hanya mencintaimu sayang, kamu tahu kan kalo aku selalu berada di sisimu," jelas Farid. Salma tersenyum. Dia semakin merapatkan tubuhnya dan membuat Farid benar-benar bisa merasakan deru napas perempuan itu.

"Aku sangat mencintaimu, Farid!"

"Aku benar-benar tidak ingin kehilanganmu, biarkan perempuan itu saja yang berkorban untuk kita berdua."

"Aku bisa menunggumu Farid, aku bisa menunggu dirimu di sini!" ucap Salma. Farid membalas pelukan perempuan itu lalu mencium puncak kepala Salma.

"Iya sayang!" bisiknya pelan.

"Kau serius kan Farid?" tanya Salma lagi. Perlahan, bola matanya berkaca-kaca. Dia terus menatap wajah Farid dan menunggu keseriusan lelaki itu. Farid tidak memandangi Salma. Dia mengalihkan pandangan dari perempuan itu saat ini.

"Farid!" desak Salma kemudian.

"Katakan kepadaku, kau adalah kekasihku dan kita akan menikah saat kamu dan Anna sudah selesai, kamu yang katakan hal itu kepadaku, Farid!" ucap Salma. Dia mencengkram baju Farid dan berusaha menatap bola mata lelaki itu.

Farid menghela napas panjang.

"Iya, aku akan berpisah dengan Anna, kau harus tenang dan tunggu waktu itu," ucap Farid kemudian. Salma menganggukan kepala. Dia mendekatkan wajahnya ke Farid dan mengecup pipi lelaki itu dengan lembut.

"Terima kasih sayang," serunya kemudian.

Bersambung …