"Hallo baby?" sahut suara itu.
Farid menatap hidangan sarapan yang disediakan Anna saat ponselnya berbunyi. Baru saja menyeruput susu cokelat, Farid segera meletakkan gelasnya kembali.
Anna hanya terdiam sambil memandangi suaminya sedang menelepon.
"Apa? Kamu sakit?" gerutu Farid lagi. Anna tidak tertarik mencari tahu siapa yang sedang meneleponnya.
"Oke, aku akan ke situ!" serunya kemudian. Farid meletakkan potongan roti yang baru saja diambilnya. Dia segera berjalan menjauh dari meja makan, mata tajam Anna segera menatap suaminya itu.
"Kau mau ke mana?" seru Anna kemudian.
"Bisa tidak, jangan pergi-pergi dulu!" gerutunya kesal. Farid mematung, dia bingung harus menjelaskan seperti apa kepada Anna. Dia ingin bertemu Salma, kekasihnya itu sedang sakit.
"A-aku harus keluar, ada urusan mendadak," jawab Farid beralasan.
"Tapi sarapanmu belum habis, ngak boleh seperti ini!" omel Anna kemudian. Bola mata Farid memandangi sepiring roti bakar beserta secangkir susu cokelat yang tergeletak di depannya.
"Habiskan lalu pergi!" perintah Anna kemudian. Farid kembali ke meja makan. Dia duduk sambil mengunyah roti panganggnya dan meminum sampai habis susu cokelat buatan istrinya. Anna hanya terdiam sambil melanjutkan aktivitas sarapannya.
"Kamu tidak boleh seperti ini kepada makanan," ucap Anna.
"Itu tidak baik," sambungnya. Farid menghela napas panjang sambil terus mendengarkan omelan istrinya. Setelah sarapannya habis, tanpa aba-aba Farid segera keluar dan meninggal Anna sendiri di meja makan.
"Dia mau ke mana?" batin Anna kemudian.
Anna menghela napas panjang. Dia menyelesaikan sarapannya lalu bergegas ke kampus. Pikirannya hanya berpusat kepada Farid.
"Ke mana dia?"
"Kenapa buruh-buruh pergi?" batinnya.
"Atau di mau ke rumah kekasihnya?" gerutu Anna lagi.
Dring!
Baru saja melangkah keluar dari apartemen, Anna melihat ponselnya yang bergetar. Anna meletakkan ponselnya di samping telinga.
"Ada apa Farid?" sahut Anna kemudian.
"Biasakan menyebut namaku dengan sebutan mas Farid, aku lebih tua darimu!" gerutu Farid. Anna menghela napas panjang.
"Iya, maafkan aku!"
"Ada apa? Mengapa menghubungiku?" tanya Anna kemudian.
"Kamu sudah ke rumah sakit?" tanya Farid kemudian. Anna menganggukan kepala.
"Ada apa?" serunya. Farid terdiam cukup lama. Dari sambungan teleponnya, Anna bisa mendengarkan suara seorang perempuan. Pasti perempuan itu adalah Salma. Siapa lagi perempuan yang bersama suaminya kalo bukan kekasihnya itu.
"Aku tidak bisa mengantarmu, maafkan aku!" seru Farid lagi.
"Aku mengerti mas Farid, aku sudah terlambat. Nanti saja kamu menghubungiku," ucap Anna. Dia segera mematikan sambungan telepon lalu segera menuju lift dan bergegas berangkat ke rumah sakit.
***
"Menghubungi istrimu?"
"Farid, kau tahu kan kalo aku mencintaimu!" gerutu Salma kesal. Farid mengacak rambutnya.
"Iya aku tahu itu, tapi aku sudah menikah dengan Anna, dia menjadi istriku saat ini!" jawab Farid segera. Salma duduk dibibir ranjang sambil mengigit bibir bawahnya. Salma benar-benar kesal.
"Kau mencintainya?" tanya Salma lagi. Farid menggelengkan kepala.
"Ini hanya sebatas pernikahan paksa, kau tahu kan kalo aku tidak bisa melanggar peraturan ayahku," jelas Farid sambil memandangi wajah Salma. Setuhan lembut dari kekasihnya membuat Farid mengusap pipi Salma.
"Aku mencintaimu Farid."
"Banyak hal yang sudah kita lakukan," sambungnya lagi. Bola mata perempuan di depannya mendadak berkabut. Farid menghela napas panjang.
"Lalu, apa yang harus aku lakukan, Salma?"
"Aku sudah punya istri, bisa saja hubungan kita ini bermasalah," ucap Farid kemudian. Salma tiba-tiba terisak menangis. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Salma memandangi Farid lalu memeluk lelaki itu.
"A-aku tidak bisa!" ucap Salma kemudian.
"A-aku tidak pisah darimu, kau tahu aku kan?" seru Salma dengan isak tangisannya. Farid mengusap wajahnya dengan kasar. Dia membiarkan Salma untuk memeluknya.
"A-aku tidak janji," ucap Farid lirih. Dia mengusap kepala Salma dengan lembut.
"A-aku tidak janji kepadamu, Salma!" ulangnya. Salma masih terus menangis di pelukan Farid. Dia tidak ingin kehilangan lelaki itu.
"A-aku bisa menunggumu berpisah dari Anna, aku bisa melakukan hal itu," ucap Anna pelan. Farid menggelengkan kepala.
"Kau tidak mencintainya kan? Bisa saja kalian pisah, aku bisa menunggumu," ucap Salma lagi. Farid menghela napas panjang.
"Kau di sini saja malam ini, Farid. Temani aku!"
"Aku kesepian di sini," ucapnya kemudian.
***
Anna menghela napas panjang. Setelah urusannya di rumah sakit selesai, dia segera pulang ke apartemen. Selama di apartemen, Anna hanya diam membisu sambil memandangi jendela besar yang berada di dalam kamarnya.
Farid belum pulang sampai sekarang. Entah apa yang sedang dilakukan suaminya itu. Apakah dia sedang bersama perempuan lain?
Jika seperti demikian, seharusnya Anna tidak perlu risau. Tapi, perempuan mana yang tidak perlu risau jika suaminya bersama perempuan lain? Pikir Anna lagi. Dia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.
"Ya, seharusnya aku tidak perlu memikirkan Farid!"
"Dia hanya membuat kepalaku sakit," ucapnya sambil membaringkan tubuhnya di atas kasur. Anna melihat langit-langit kamarnya. Dia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.
"A-aku tahu, ini hanya pernikahan mendadak!"
"Namun mengapa perasaanku jadi aneh seperti ini?" batinnya.
Klek~
Pintu terbuka. Anna spontan duduk dan menatap Farid masuk ke dalam kamar mereka. "Kamu sudah tidur?" tanya Farid. Dia tidak menatap Anna. Lelaki itu seperti sibuk mengumpulkan bajunya ke dalam tas.
"Kamu mau ke mana?" tanya Anna lagi. Keningnya berkerut menatap Farid.
"A-aku mau ke tempat teman, kamu tidak perlu tahu," ucap Farid. Anna terdiam membisu. Dia membiarkan Farid mengumpulkan bajunya lalu bergegas keluar dari dalam kamar.
"Ada urusan penting, kamu tetap di sini!"
"Jangan menungguku!" jelas Farid lagi. Anna menarik napas lalu menghembuskan dengan pelan.
"Mau ke mana?"
"Bukankah kita malam ini mau makan malam bersama? Mengapa kamu mendadak seperti ini?"
"Mau ke mana mas Farid?" tanya Anna kemudian. Farid tidak menjawab. Dia fokus mengumpulkan bajunya lalu memasukannya ke salam tas.
"Mau ke mana mas?" ulang Anna lagi. Farid menatap istrinya kemudian.
"Aku harus keluar, soalnya temanku sedang sakit. Kau tahu kan kalo aku memiliki banyak teman," ucap Farid sambil menatap Anna. Perempuan itu menganggukan kepala mengerti.
"Tapi, kau harus paham banyak hal Anna. Kita bukan sepasang kekasih yang harus terus saling berdekatan. Kita menikah secara mendadak jadi aku perlu banyak waktu untuk memahamimu," jelas Farid.
"Aku belum bisa dengan mudah meninggalkan teman-teman aku," sambungnya lagi.
Anna menghela napas panjang.
"Malam ini, jangan menungguku!"
"Aku akan bermalam di luar," gerutu Farid kemudian. Pintu di tutup, Anna tidak melihat Farid lagi. Lelaki itu sudah bergegas pergi dan entah kemana suaminya sekarang.
"Atau dia menginap di rumah kekasihnya?"
"Farid bersama perempuan itu?"
"Mengapa perasaanku sangat aneh?" batin Anna dalam hati. Dia mencoba menenangkan sesak di dadanya saat ini.
Bersambung …