Pagi-pagi buta, Anna sudah lebih dahulu pergi ke kampus. Kak Afdan akan menemuinya setelah pulang dari kampus. Lelaki tampan itu membuat Anna senyum-senyum tidak karuan selama ini. Tentu saja karena Afdan sangat baik kepada Anna.
"Oi!" ucap Amira. Dia memukul pundak sahabatnya yang duduk di taman kampus sambil menghayal. Anna menghela napas panjang memandangi Amira.
"Apa sih? Kok kamu itu kelihatan semangat banget?" Bola mata perempuan cantik itu menyipit memandangi Amira. Seakan menyelidiki wajah Anna yang tiba-tiba berubah.
Anna menggelengkan kepala. "Tidak ada yang spesial sih, kecuali kak Afdan mau bertemu denganku!" ucapnya. Bola mata Amira terbelalak. Dia menggelengkan kepala tidak percaya. Afdan, lelaki tampan yang baik hati itu akan menemui Anna. Rasanya sangat mustahil, pikirnya.
"Serius?" tanyanya. Anna menganggukan kepala sambil tersenyum.
"Iya, dia meneleponku," sambung Anna lagi. Amira semakin tidak percaya. Lelaki pendiam dan sangat dingin itu menghubungi Anna? Oh, rasanya Anna sedang menghayal saat ini.
"Aku menunggunya setelah pulang dari kampus, kau mau ikut?"
"Ah, kamu ngak usah ikut!" cetus Anna kemudian. Dia menatap Amira sambil mencubit pipi sahabatnya itu. Amira masih menatap Anna dengan ekspresi tidak percaya. Dia benar-benar tidak yakin dengan ucapan Anna.
"Aku pergi dulu, ada beberapa hal yang harus aku kerjakan!" ucap Anna. Dia bergegas masuk ke dalam fakultas dan meninggalkan Amira dengan kening berkerut.
"Sepertinya kamu sedang sakit deh, ngak mungkin banget kak Afdan menghubunginya," gumamnya.
Setelah pulang dari kampus, jantung Anna berdetak lebih cepat. Dia benar-benar gugup saat ini. Apalagi dia akan bertemu dengan kak Afdan. Lelaki idamannya.
Anna lalu berjalan menuju taman kampus yang terletak tidak jauh. Afdan mengatakan akan menemuinya di tempat itu. Anna melirik benda persegi yang melingkar di pergelangan tangannya saat ini.
"Kok kak Afdan belum datang?" tanyanya kemudian. Anna melirik ke kiri dan ke kanan. Mencari sosok lelaki tampan yang katanya akan menemuinya.
Anna menghela napas panjang. Dia mengusap wajahnya. Anna benar-benar takut jika Afdan membohonginya. Namun lelaki itu sepertinya bukan lelaki yang menipu.
"Hmm."
Anna menunduk ke bawah. Menunggu Afdan membuatnya benar-benar gugup dan cemas. Ini kali pertama Anna akan bertemu dengan lelaki yang dia sukai.
"Sudah lama menunggu?"
"Maafkan aku, aku terlambat!" suara itu mengagetkan Anna sekilas. Dia spontan membalik ke belakang dan melirik sosok lelaki yang berdiri di belakangnya.
"Kak Afdan?" spontan Anna berdiri. Dia menunduk malu menatap wajah Afdan yang sedang tersenyum menatapnya.
"Sudah lama?" sahut lelaki itu. Anna menganggukan kepala. Afdan kemudian duduk di samping Anna. Dia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.
Afdan melirik ke arah Anna. "Maafkan aku, Anna. Tadi beberapa urusan harus aku selesaikan," ucapnya. Anna menatap Afdan. "Tidak masalah kak," jawabnya.
Anna menunggu lelaki itu bercerita lebih dahulu. Anna menatap jemarinya. Tanpa sadar, tangannya benar-benar dingin saat ini. Anna menjadi gugup dan bingung harus berucap apa.
"Kamu dari mana saja? Lama tidak melihatmu," ucap Afdan. Dia menatap Anna yang tersenyum malu.
"A-aku pulang ke Indonesia kak," ucapnya singkat. Afdan menganggukan kepala.
"Kak Afdan, kebetulan sekali mau bertemu aku, ada apa?" tanya Anna. Dia menatap wajah Afdan. Pandangan mereka bertemu beberapa detik. Anna bingung harus berucap apa kepada lelaki itu.
"Oh, aku hanya ingin mengenalmu lebih jauh," gumam Afdan kemudian. Pipi Anna seakan memanas seketika. Mengenal lebih jauh? Pikirnya.
"Aku selalu melihatmu di sekitar sini, jadi tidak salah jika aku ingin mengenalmu lebih jauh, Khanna!" seru Afdan. Anna menghela napas panjang. Dia benar-benar gugup dan jantungnya berdetak lebih cepat. Seakan ingin melompat dari peraduannya saat ini.
"Boleh kan?" tanyanya. Anna spontan menganggukan kepala. Dia menatap Afdan. Senyum lelaki itu benar-benar manis dan membuat Anna gugup. Bahkan saat ini, dia merasa sedang dalam mimpi.
"Terima kasih Anna," ucap Afdan.
Setelah pertemuan singkat itu, Anna tidak henti-hentinya tersenyum. Dia bahkan selalu memukul pipinya dan menyadarkan dirinya bahwa ini bukan mimpi. Pertemuannya dengan Afdan benar-benar nyata.
Anna duduk di sofa apartemen sambil terus memeluk bantal. Dia tersenyum dan menatap ke depan.
"Oi!" teriak suara itu. Anna spontan terperanjak dari tempat duduknya. Dia terjatuh dari lantai. Lagi-lagi suara monster itu menganggu perasaan Anna. Farid mengerutkan keningnya melihat istrinya yang sedang senyum sendiri tidak jelas.
"Kamu kenapa?" tanya Farid sambil mengangkat salah satu alisnya.
"Kelihatan aneh!" gumamnya lagi. Anna cemberut. Lelaki menyebalkan itu benar-benar selalu menganggunya. Anna kembali duduk di tempatnya tanpa peduli pertanyaan Farid. Dia tidak berselera menjawabnya.
Melihat Anna yang tidak mengubrisnya, Farid semakin kesal. Dia benar-benar tidak suka dengan sikap pendiam Anna.
"Ada apa sih? Kok kamu aneh gitu?" gumam
"Bukan urusanmu!" hardik Anna kesal.
"Tapi aku suamimu, bisa jadi kan kamu senyum karena hal lain!" ucap Farid lagi. Anna menggelengkan kepala.
"Aku mau masuk kamar!" seru Anna lalu bergegas menuju kamar. Alis Farid menukik tajam melihat reaksi aneh dari istrinya itu. Tiada hujan tiada petir, Anna tiba-tiba berubah dan terlihat cemberut.
"Dasar perempuan jadi-jadian!" gumam Farid.
Di dalam kamar, Anna membaringkan tubuhnya. Dia menatap langit-langit kamarnya sambil menyentuh kedua pipinya yang merah. Kehadiran Afdan hari ini benar-benar membuatnya bahagia. Berbeda dengan Farid.
Dring!
Ponsel Anna bergetar. Dia lalu mengangkat benda persegi itu dan meletakkan di samping telingannya. Amira sedang menghubunginya saat ini.
"Assalamualaikum," seru Anna kemudian.
"Waalaikum salam, gimana tadi?" ucap Amira kemudian.
"Kamu benar-benar bertemu kak Afdan, dia ngomong apa aja?" sambung Amira penasaran. Dia tidak ingin kelewatan informasi dari Anna. Apalagi Afdan adalah lelaki dingin, keren yang sangat digilai oleh wanita di kampus.
"Katanya, dia ingin mengenalku lebih jauh!" ucap Anna.
"Mengenal lebih jauh? Wow sekali!" ucap Amira takjub. Anna tersenyum.
"Lalu, kalian cerita apa aja?" sambungnya. Anna menghela napas panjang.
"Ngak ada sih, palingan seperti pertanyaan dasar, aku tinggal di mana dan kegiatannya apa aja," jelas Anna.
"Kok itu seperti interview kerja sih, kok dia tidak romantis," cetus Amira bingung. Anna tertawa mendengarkan sahabatnya itu mengoceh.
"Sudah dulu, aku harus tidur!" ucap Anna lalu bergegas mematikan sambungan telepon. Anna meletakkan ponselnya kembali di atas meja. Anna mencoba untuk terlelap tidur saat ini.
Afdan benar-benar mampu menyihirnya dan membuatnya benar-benar jatuh hati. Entah mengapa setelah bertemu dengan Afdan, Anna merasa lebih bahagia saat ini. Namun, dia tidak bisa jujur kepada lelaki itu sekarang.
Anna menghela napas panjang. Dia mencoba terlelap dan berharap mimpi indah di malam ini.
Bersambung ...