Ekor mata Farid menatap Anna yang sibuk berdiri di depan cermin. Perempuan itu merapikan jilbabnya sambil bernyanyi. Tidak seperti biasanya, Anna kebetulan sekali memakai riasan tebal.
"Kamu mau ke mana?" sahut Farid kemudian. Dia sudah memperhatikan istrinya itu selama setengah jam. Anna membalikan badan dan menatap wajah Farid.
"Aku mau jalan!" cetus Anna.
"Jalan?"
Kening Farid berkerut. Anna menganggukan kepala sambil tersenyum.
Farid tahu kebiasann Anna. Perempuan itu selalu berada di dalam kamar dan belajar. Hari libur seperti ini dia akan pergi jalan? Sangat mencurigakan bagi Farid.
"Serius hanya pergi jalan?" tanya Farid sambil memandang Anna dan menyipitkan matanya. Mencurigai ekspresi Anna yang tiba-tiba saja tersenyum.
"Ya, tentu saja aku hanya jalan-jalan. Aku ingin pergi bersama Amira," gumam Anna kemudian.
"Amira?" tanyanya.
"Amira adalah sahabatku, perempuan berkebangsaan Malaysia itu. Kau tidak tahu?" jawab Anna. Farid menggelengkan kepala. Dia belum mengenal teman istrinya secara luas.
"Tapi kenapa sih kau harus banyak tanya?" cerutus Anna kesal. Dia berdiri di depan Farid dan mereka berdua saling berpandangan.
"Ya, karena aku suamimu!"
"Pokoknya aku ngak mau direpotkan kamu jika terjadi sesuatu, makanya aku bertanya seperti ini," balas Farid sambil membuang pandangannya.
"Oh."
Hanya itu yang keluar dari mulut Anna saat ini. Dia lalu bergegas berjalan menuju ruang tamu dan mengambil tasnya lalu membuka pintu apartemen.
"Pokoknya aku pulang tepat waktu deh!"
"Jangan khawatir!" ucap Anna sambil membuka pintu dan melambaikan tangan ke arah Farid. Lelaki itu hanya bisa menghela napas panjang. Dia mengusap wajahnya frustasi.
"Benar-benar perempuan yang susah diatur!"
"Seharusnya di berada di rumah bersamaku, kenapa harus keluar jalan-jalan sama orang lain?" ocehnya kesal. Farid duduk di sofa lalu menonton tv. Dia menyilangkan kedua kakinya dan fokus memandang film yang sedang diputarnya.
"Tapi …," sahut Farid tiba-tiba.
"Kalo dia berbohong dan pergi bersama lelaki lain? Gimana?" gerutunya. Farid spontan menggelengkan kepala. Pikiran jahat itu harus musnah secepatnya dari otaknya saat ini.
"Tapi, Anna bisa saja membohongiku!" sambungnya.
"Bodoh amat, mau dia jalan sama cowok, pokoknya bukan urusanku!" ucapnya kesal. Farid melanjutkan siaran tvnya dengan pikiran berkecamuk.
***
"Kok kamu keluar dari apartemen itu sih?"
"Aneh banget!" gerutu Amira dari balik jendela mobil. Dia menurunkan kaca mata hitamnya sambil memandangi bangunan pencakar langit yang berada di depannya saat ini.
"Ini kan apartemen si Farid juga, kamu di sini juga?" tanya Amira. Anna mengigit bibir bawahnya. Kenapa dia bodoh sekali menyuruh Amira menjemputnya di depan apartemen. Bagaimana dia harus menjelaskan bahwa lelaki itu sudah menjadi suaminya?
Amira mungkin akan senam jantung mendengarkan bahwa playboy kampus sekelas Farid adalah suami sahnya dan mereka sudah menikah.
"Dunia rasanya benar-benar sempit," ucap Anna dalam hati.
"Anna, kok diam sih?" tanya Amira lagi. Anna baru saja ingin membuka pintu namun pergerakannya terhenti saat pertanyaan itu membuatnya bingung.
"Kamu tinggal di sini juga?" ulang Amira. Anna menganggukan kepala. Secepat mungkin dia harus mencari alasan.
"I-ini apartemen salah satu teman ibuku, jadi dia udah ngak tinggal di sini."
"Makanya aku disuruh jaga," seru Anna kemudian. Dia menghela napas lega.
"Oh," balas Amira disertai anggukan kepala. Anna kemudian membuka pintu dan duduk di samping Amira. Anna menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan. Hampir saja dia ketahuan kalo Farid adalah suaminya. Apa reaksi Amira kalo gadis itu benar-benar mengetahui kejadian sebenarnya.
Amira fokus menyetir mobil. Dia sesekali menatap Anna yang diam membisu di sampingnya.
"Kok diam sih, Anna?"
"Biasanya kamu paling cerewet!" gumam Amira sambil mencolek tangan sahabatnya itu. Anna memijit pelipisnya yang terasa panas.
"Aku mau mampir di apartemenmu nanti, bisa ngak?"
"Palingan cuma main aja, bisa?" tanya Amira sambil menatap Anna. Gadis itu spontan menggelengkan kepala.
"A-aku tidak tinggal di situ malam ini, mau ke asrama!" gerutu Anna kemudian.
"Kok ke asrama sih?" jawab Amira. Ekspresi kecewa jelas terlihat di wajah cantiknya saat ini.
"Iya, aku ada perlu, Amira!"
"Lain kali aja yah!" balas Anna kemudian. Amira menghela napas panjang. Dia berdecak kesal karena tidak jadi bermain di apartemen mewah itu.
Sesampai di sebuah café mewah, Amira menatap kak Afdan yang sedang melambaikan tangan.
"Itu kak Afdan!" sahutnya sambil menunjuk ke arah seorang lelaki. Anna tersenyum. Dia dan Amira melangkah menghampiri meja Afdan.
"Sudah lama kak Afdan?" tanya Amira berbasa-basi. Lelaki itu menggelengkan kepala.
"Ngak kok, aku baru saja sampai!" ucapnya. Amira dan Anna duduk berdampingan. Afdan terus memandangi Anna dan membuat perempuan itu menundukan kepala karena merasa malu.
"Di sini? Hanya kalian berdua?" tanya Afdan. Anna dan Amira menganggukan kepala secara bersamaan. Anna menerima undangan makan siang dari Afdan di hari libur. Namun karena Anna tidak bisa bertemu berdua dengan lelaki itu, dia akhirnya mengajak Amira menemaninya.
***
Dari kejauhan, Farid menyipitkan matanya memandangi lelaki yang bersama Anna. Baru saja dia mengatakan masa bodoh dengan perempuan itu, namun langkah Farid membawahnya ke cafe ini dan berdiri di balik pintu.
"Benar-benar aku sangat bodoh!" gerutunya kesal.
"Seharusnya aku membiarkan saja perempuan itu bersama teman-temannya," gumam Farid kemudian. Dia menghela napas panjang sambil mengusap wajahnya.
Namun rasa penasaran menghantui Farid di apartemen. Dia tidak tenang saat Anna keluar dan tidak jelas arah tujuannya. Bagi Farid, itu sangat mencurigakan.
Farid terus mengawasi gerak-gerik Anna. Apalagi saat lelaki di depannya terus memandanginya. Farid berdecak kesal.
"Kayaknya lelaki itu genit deh!" gerutu Farid.
"Apalagi kalo bukan genit? Masa pandangin bini aku kayak gitu sih?" omelnya dalam hati. Farid terus menatap Anna dan mereka bertiga saling tersenyum. Entah apa yang sedang dibicarakannya saat ini.
"Lagian, aku sendiri yang meminta Anna untuk menutupi identitas pernikahan kami."
"Kok aku jadi orang bodoh seperti ini?" batinnya.
"Aku ngak harus ngikuti dia, seharusnya biarkan saja dia bersama lelaki lain biar aku bisa bebas!" ucapnya dalam hati.
Farid membalikan badan. Dia hendak menuju mobilnya dan lebih baik dia pulang atau bertemu dengan kekasihnya Salma. Buang-buang waktu menemani Anna dan menunggu perempuan itu.
"Bisa-bisanya aku cemburu!" ucap Farid sambil memukul jidatnya.
"Aku ngak mungkin cemburu juga karena si Anna sama lelaki lain. Aku akan memiliki kekasig juga!"
"Atau jangan-jangan perempuan itu mau buat aku cemburu?" batin Farid kemudian. Dia membuka pintu dan duduk di kursi pengemudi. Farid mengusap wajahnya sambil memandangi Anna yang masih terlihat dibalik jendela cafe.
"Awas saja kalo dia macam-macam, ngak aku kasih ampun!" ucap Farid sambil tersenyum penuh misteri.
Bersambung …