Anna menatap langit-langit kamarnya malam ini. Farid sedang berada di kamar mandi. Lelaki itu akan keluar beberapa menit lagi dan mereka akan tidur berdua. Membuat jantung Anna berdetak lebih cepat. Anna menatap ke arah kamar mandi. Menunggu lelaki itu keluar dari sana.
"Anna, kau bilang takut tidur sendiri. Memangnya kau selalu melihat hantu?" sahut Farid dari kamar mandi.
Ya, Anna mengatakan bahwa dia takut untuk tidur di kamar sebelah. Seharusnya Anna tidur di kamar sebelah dan tidak menganggu Farid. Namun, karena dia sudah menonton film horror, Anna menjadi takut untuk ke kamar sebelah.
"Aku takut, Farid!" sahut Anna kemudian.
Klek~
Pintu terbuka. Anna menatap wajah Farid yang memandanginya dengan ekspresi terheran. Lelaki itu kemudian melangkah menuju tempat tidur dan duduk di bibir ranjang. Farid menghela napas panjang.
"Kok kamu bisa takut sih? Bukannya kau pemberani yah?" gumam Farid kemudian. Anna menggelengkan kepala. Dia menarik selimutnya dan menutup tubuhnya segera.
"Aku mengantuk!" ucap Anna kemudian.
"Nanti, kamu jangan pernah menyentuhku. Jika kau lakukan itu! Kau akan mendapatkan akibatnya!" gumam Farid kemudian. Anna memandangi lelaki di depannya sambil menganggukan kepala.
"Oke!" jawab Anna mengiyakan.
Farid tidur di samping perempuan itu. Posisinya membelakangi Anna. Dia sama sekali tidak memandangi wajah istrinya.
"Besok, apakah aku harus mengantarmu ke kampus?" tanya Farid kemudian.
"Tidak perlu, aku bisa pergi sendiri!"
"Bagus!" sergap Farid kemudian.
"Ingat tentang kesepakatan kita, tidak boleh ada yang mengetahui mengenai pernikahan kita. Aku tidak mau!" jelas Farid lagi.
"Jika satu kampus mengetahui, maka kau yang menjadi dalangnya," sambung Farid lagi. Dia spontan membalikan badannya lalu menghunuskan pandangan tajam ke arah Anna yang tidur di sampingnya.
"Kau mengerti?" serunya kemudian.
"Ya, aku mengerti!"
"Aku paham!" ucap Anna kesal.
***
Setelah sarapan di pagi hari, Anna bergegas mengambil beberapa buku lalu berjalan keluar dari dalam apartemen. Farid masih sibuk dengan tabung gambarnya dan beberapa keperluan kampus. Anna bahkan sangat pusing melihat tugas suaminya pagi ini.
Tanpa berpikir panjang, Anna kemudian keluar dari apartemen dan bergegas menuju kampus untuk menyelesaikan tahap final dari tugas dan laporan sebelum wisuda. Anna masih memiliki beberapa kewajiban di kampus.
Dengan langkah kaki yang begitu cepat, Anna memasuki gedung fakultas. Untung saja dari apartemen Farid, dia hanya menempuh perjalanan kaki selama setengah jam. Cukup lama dan menguras energi juga.
"Hai!" sahut Amira. Dia langsung bergegas menuju Anna dan memeluk tubuh sahabatnya itu.
"Kau dari mana saja?"
"Serius secepat itu pulang dari Indonesia?" tanyanya. Amira memandangi Anna dari ujung kepala sampai ujung kaki. Perempuan cantik itu menyipitkan mata menatap wajah Anna yang tampak berbeda.
"Kok tidak ada di asrama sih? Katanya kamu pindah yah?" sahut Amira lagi. Anna menganggukan kepala. Dia lupa menjelaskan bahwa di asrama, dia tidak tinggal di tempat itu lagi.
"Kok langsung di apartemen, ada apa?" sahut Amira masih penasaran. Anna kemudian menarik tangan sahabatnya itu untuk masuk ke dalam gedung. Anna sangat bingung harus menjelaskan kepada Amira dari mana mengenai pernikahannya dengan Farid. Semua mendadak tiba-tiba dan tidak bisa Anna atasi.
"A-aku memiliki sedikit uang, jadi bisa menyewa apartemen," jawab Anna beralasan. Mereka masuk ke sebuah gedung bertuliskan medicine.
Kening Amira berkerut dan dia tidak percaya dengan ucapan Anna. Sahabatnya itu sangat anti membuang uang. Apalagi menyewa apartemen mewah di sekitar kampus.
"Kau yakin?" tanya Amira sambil mengangkat salah satu alisnya. Dia menatap Anna dengan ekspresi menyelidiki. Anna menganggukan kepala sambil tersenyum.
"Aku serius, aku benar-benar serius!" ucap Anna kemudian.
"Okelah!" jawab Amira mengalah. Mereka kemudian masuk ke gedung fakultas.
Dring!
Ponsel Anna bergetar. Dia melirik benda persegi yang bergetar saat ini. Dengan cepat, Anna kemudian mengangkat telepon dari Farid saat ini.
"Kau di mana?" sahut suara itu.
"Aku di kampus, di mana lagi?" gumam Anna kesal.
"Kau melihat pakaian dalamku?" tanya Farid asal. Alis Anna menukik tajam. Dia memijit kepalanya yang terasa berat. Bagaimana bisa suaminya bertanya mengenai pakaian dalamnya. Apakah Farid tidak sadar bahwa sejak pagi, Anna sudah menyusun pakaian dalam itu ke lemari.
"Anna!"
"Kau menyimpan pakaian dalamku yah?" sahut Farid lagi.
"Ada di lemari!"
"Seharusnya hal-hal seperti itu kau bisa atasi!" hardik Anna kesal.
"Ya, aku biasa meletakkan di koper namun tiba-tiba menghilang. Siapa lagi yang menyimpannya selain kamu?" omel Farid. Anna menghela napas panjang mendengarkannya. Percuma berdebat dengan Farid. Lelaki itu sangat tidak mau kalah.
"Sudah dulu yah, Farid. Aku sangat sibuk!" ucap Anna lalu seketika mematikan sambungan telepon. Amira yang berada tidak jauh dari Anna mengerutkan kening.
"Farid? Kau menelepon Farid?" gumamnya tidak percaya.
***
"Nah, dia bahkan melipat pakaian dalamku, apakah dia tidak jijik?" gumam Farid sambil mengambil pakaian itu lalu memakainya. Farid tersenyum membayangkan ekspresi Anna yang begitu berani mengambil pakaiannya dan menyusunya dengan rapi di dalam lemari.
"Ya, dia memang rajin!"
"Tapi, sangat cerewet," ucap Farid kemudian.
Lelaki bertubuh tinggi itu merapikan kerah bajunya melalui pantulan cermin. Farid tidak lupa menyisir rambutnya dan memakai beberapa wewangian. Untung saja kamarnya tersusun dengan rapi sejak pagi.
Farid tersenyum bahagia. Jadi, seperti ini memiliki istri. Semuanya tersedia dan bahkan dia sangat beruntung masih bisa sarapan di pagi hari. Biasanya Farid memilih sarapan di kampus dengan menu yang hampir sama tiap pagi.
Dring!
Farid memilih menghubungi Anna lagi. Dia berniat untuk menjemput istrinya itu saat pulang nanti. Tentu saja sebagai ucapan terima kasih karena Anna sudah membuatkannya sarapan enak pagi ini.
"Apa lagi sih Farid?"
"Pakaian dalam lagi?"
"Atau ada apa lagi?" omel Anna kemudian. Dia benar-benar kesal dengan perlakuan suaminya itu saat ini.
"Aku hanya mau tanya, kamu nanti mau aku jemput atau gimana?" gumam Farid kemudian. Anna menghela napas panjang. Deru napas jelas terdengar dari sambungan telepon.
"Kamu sendiri yang mengatakan tidak mau dekat denganku, aku juga tidak mau buat masalah denganmu."
"Aku bisa pulang sendiri!" tegas Anna.
"Ada lagi?" ucap Anna kemudian. Dia benar-benar sibuk pagi ini di kampus dan suaminya it uterus menelepon. Seakan tidak ingin jauh darinya.
"Oke, aku tidak akan menjemputmu. Mau aku pesankan makan siang?" ucap Farid lagi.
"Tidak usah, terima kasih!" ucap Anna ketus. Dia lalu mematikan sambungan telepon tanpa harus menunggu jawaban Farid.
"Cerewet sekali!" gerutu Farid kesal. Dia menggelengkan kepala sambil memasukan benda persegi itu ke dalam tasnya lalu bergegas menuju kampus. Di setiap langkahnya, Farid tersenyum bahagia. Entah perasaan seperti apa yang menyentuh hatinya pagi ini.
Bersambung …