Brak!
Sebuah pukulan keras mendarat sempurna di pipi Farid saat ini. Lelaki itu mengelus pipinya dengan lembut. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa pagi-pagi buta, sebuah pukulan yang panas menyentuh pipinya.
"Kau kesurupan?"
"Mengapa menendangku, ah?" sahut Farid benar-benar kesal. Perempuan di sampingnya hanya terdiam dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.
"Aku suamimu sekarang!" hardik Farid lagi. Pipinya terasa sangat panas dan memerah. Anna benar-benar keras meninjunya pagi ini.
"Maaf, aku mengira kau lelaki asing!"
"Maka dari itu, aku memukul pipimu. Aku rasa sedang bermimpi," jelas Anna kemudian. Farid menghela napas panjang. Dia mengibaskan selimut lalu bergegas menuju kamar mandi.
"Kau marah?" tanya Anna. Dia mencoba membuka celah selimut dan menatap Farid yang terdiam membisu sedang menuju kamar mandi.
"Kau perempuan sinting!" gerutunya kesal.
"Hai, aku tidak tahu kalo kita sudah halal, makanya tidak sengaja aku memukul wajahmu. Jangan marah seperti itu dong!" gerutu Anna kesal. Dia membuka selimut yang menutupi tubuhnya lalu bergegas berjalan menuju kamar mandi.
Anna mengetuk pintu kamar mandi. Berharap Farid membukanya saat ini. "Aku minta maaf, Farid!" sahut Anna kemudian.
"Buka pintumu, aku benar-benar ingin minta maaf kepadamu!" serunya lagi. Farid tidak bersuara. Hanya terdengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi.
Tok … Tok …
"Farid?"
"Aku benar-benar minta maaf, aku serius tidak akan mengulangi kebodohanku lagi!" ucap Anna kemudian.
Klek!
Pintu terbuka, Anna membulatkan mata saat Farid keluar dengan handuk yang terlilit di pingangnya saat ini. Anna menelan salivanya memandangi Farid. Percikan air masih terlihat jelas di tubuh kekarnya lelaki itu.
"Astagfirullah!"
Anna segera menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia tidak ingin melihat Farid seperti ini.
"Kau kenapa? Seperti sedang lihat hantu saja," gumam Farid lirih. Dia bergegas berjalan meninggalkan Anna. Farid membuka koper dan mengambil satu baju kemeja yang sudah disediakannya.
"Kita kapan ke Turkey?" tanya Farid kemudian. Dia menonggakan wajahnya menatap Anna yang masih terdiam membisu di depan pintu kamar mandi.
"Hai, aku berbicara denganmu!" teriak Farid kemudian.
"A-aku tidak tahu, kapan kau bisa ke Turkey?" sahut Anna kemudian.
"Aku tinggal wisudah di sana, sedangkan kau harus mengulang satu semester, jadi aku harus menemanimu lagi," jelas Anna cemberut. Farid mengangkat salah satu alisnya. Dia kemudian memakai kemeja dan menyisir rambutnya di depan pantulan cermin.
"Besok!"
"Aku ingin ke Turkey besok!" ucap Farid sambil memandangi Anna dari pantulan cermin. Wajah perempuan itu menegang. Bola mata Anna terbelalak mendengarkan ucapan Farid.
"Besok? Apakah kau gila?" serunya kemudian.
***
"Kok cepat banget sih pulang, Farid?" sahut Tuan Baskoro. Dia duduk di depan Farid dan Anna. Kedua anak manusia itu menundukan kepala saat Tuan Baskoro memandangi mereka saling bergantian.
"Farid masih ada kelas," seru Farid beralasan. Anna hanya bisa terdiam saat mertuanya itu berbicara. Anna bingung harus menjelaskan seperti apa kondisi Farid di Turkey kepada Tuan Baskoro.
"Oke, yang penting kalian sudah memiliki apartemen di sana."
"Cepat selesaikan kuliahmu dan segera ke Indonesia bersama Anna. Ayah sudah membuat satu klinik untuk hadiah pernikahan kalian."
Bola mata Anna terbelalak mendengarkan hal itu. Dia memandangi Tuan Baskoro dengan ekspresi takjub.
"Klinik?" sahut Anna tidak percaya. Tuan Baskoro menganggukan kepala.
"Tentu saja, Anna. Ayah sudah buatkan kamu satu klinik untuk praktek. Farid akan mengurus perusahaan dan kamu hanya fokus di klinik saja," jelas Tuan Baskoro. Anna menghela napas panjang.
"Terserah ayah saja, besok aku mau pulang ke Turkey!" gumam Farid tegas.
***
Anna menghela napas panjang saat masuk ke dalam kamar Farid. Kamar lelaki itu sangat luas dan penuh dengan beberapa buku. Anna tidak menyangka bahwa Farid menyukai dunia baca juga.
"Kamu mengoleksi semua buku ini?" tanya Anna sambil berjalan mengelilingi rak milik Farid.
"Tentu saja, kau pikir aku lelaki yang malas belajar ?" gumam Farid kesal. Dia memandangi beberapa baju di lemarinya lalu perlahan mengambil baju yang disukainya untuk masuk ke dalam koper.
"Bukan begitu, kau terlihat tidak menyukai dunia membaca. Maka aku heran melihat bukumu," jelas Anna. Farid tidak menanggapi ucapan istrinya. Dia fokus menghitung baju yang akan dibawahnya ke Turkey.
Melihat Farid yang sedang repot dengan bajunya. Anna bergegas berlari dan membantu lelaki itu.
"Sebenarnya, tugas seperti ini adalah pekerjaanku sebagai istri," ucap Anna. Mengambil alih koper Farid dan merapikan pakaian yang akan dibawah lelaki itu.
"Aku ngak mau repotin kamu," ucap Farid. Mengeser kopernya lagi.
"Ya, itu tugasku sebagai istrimu, kamu tetap di sini saja!"
"Biar aku yang rapikan!" ucap Anna. Farid mengalah. Dia berdiri lalu berjalan menuju samping tempat tidur. Farid melihat Anna yang telaten memasukan beberapa barangnya ke dalam koper.
Setelah seluruh pakaian Farid masuk, Anna lalu mengeser koper itu di dekat pintu. Anna lanjut berpetualang di kamar Farid saat ini.
"Kau kenapa sih tidak menolak pernikahan kita?" tanya Farid terheran. Anna yang mendengarkan ucapan Farid spontan membalikan badan dan menatap lelaki itu. Anna tersenyum.
"Karena harta?" sahut Farid kemudian. Anna menggelengkan kepala.
"Buat apa aku menikahimu karena harta? Aku bisa dapat lelaki jauh darimu!" jawab Anna segera.
"Lalu?" tanya Farid bingung.
"Aku sama sekali tidak bisa menolak kemauan ibuku, aku tidak bisa mengatakan tidak jika dia ingin menikahi aku denganmu."
"Anggap saja sebagai bakti seorang anak kepada ibunya," jelas Anna panjang lebar. Perempuan itu memerhatikan setiap sisi buku yang dipajang Farid di rak buku.
"Lalu kamu?"
"Mengapa mau menikahiku?" balas Anna kemudian. Dia memandangi Farid yang masih duduk di pinggir tempat tidur saat ini.
"Ya, karena aku ngak punya pilihan lain."
"Papa akan memberikan perusahaan kepada kakak tiriku, aku tentu saja ngak mau!"
"Makanya aku mau menikah denganmu," jelas Farid. Dia menatap Anna yang tersenyum di depannya saat ini.
"Oh."
"Itu saja?" tanya Anna kemudian. Beberapa detik pandangan mereka bertemu di udara.
"Tentu saja," jawab Farid kemudian.
***
Malam menderu, Anna menatap wajah Farid yang sudah terlelap tidur. Lelaki itu selalu tidur cepat. Anna sangat bingung mengapa Farid tidak merasa risih dengan kehadirannya saat ini.
"Memiliki kakak tiri?" gumam Anna sambil memandangi pungung Farid. Dia tidak pernah tahu mengenai kakak tiri dari Farid. Anna malah menyangka bahwa lelaki itu adalah anak tunggal dari Tuan Baskoro.
Anna bergegas turun dari ranjang. Dia berjalan menuju jendela besar. Menikmati angin yang menyibakkan rambutnya di balkom kamar.
"Belum tidur?" sahut suara itu. Anna bergegas membalikan badan dan menatap Farid yang tiba-tiba saja berdiri di belakangnya saat ini.
"Kau memiliki suadara tiri?" tanya Anna segera.
"Ya, aku memiliki satu kakak. Kami berbeda ibu tetapi satu bapak. Maka dari itu aku ngak mau perusahaan jatuh di tangannya," ucap Farid. Kini dia berdiri di samping Anna saat ini. Farid menatap ke luar jendela. Menikmati pemandangan yang begitu indah karena lampu jalan yang bersinar.
"Kenapa?" tanya Anna sekali lagi.
"Ya, karena perusahaan Clound adalah milik ibuku. Tentu saja aku ngak mau orang lain yang ambil!" ucap Farid kemudian.
Bersambung …