-Inilah caraku mencintaimu, tanpa berharap lebih dengan hubungan kita-
***
Raisa menunggu jemputan abangnya yang sudah dihubungi puluhan kali tapi tidak ada jawaban. Halte sekolah sudah sepi, Kinta dan Arifah sudah pulang lima menit lalu karena dia sendiri yang tidak ingin ditemani, takut merepotkan. Belum lagi masalah Bela yang tak kunjung usai sebab Bela tidak hadir ke sekolah hari ini.
"Gue udah bilang kan tungguin gue." Raisa menoleh ke sumber suara yang berjalan santai ke arahnya setelah melepaskan helm. Suara motor Ninja sampai tidak terdengar olehnya karena sibuk mencoba menghubungi Fairuz.
"Mau pulang kan, ayok!" ajak Yuda namun Raisa sama sekali tidak mengindahkannya melainkan terus menekan angka pada layar ponsel untuk tersambung dengan Fairuz.
"Lo mau sampai kapan menunggu sih? Elah, ayo deh pulang!" Sedikit kasar Yuda menarik tangan Raisa yang tak siap sehingga membuat ponselnya terjatuh.
"Aduh," Raisa memungut ponselnya yang menjadi kepingan, menyatukan kembali Apple lantas menatap Yuda kesal. Seharian ini lelaki asing itu selalu menganggunya, tidak hanya di kelas saat pelajaran dilangsungkan juga di kantin yang mengundang kehebohan. Saat pulang tadi pun Raisa harus menghindar dari Yuda yang menyuruhnya menunggu Yuda di parkir.
"Gue minta maaf, gue ganti," ujar Yuda enteng tanpa merasa bersalah, seolah uang bisa menggantikan apa saja yang sudah retak.
"Gue kan pacar lo, udah pantesnya dong gue beli HP buat lo," lanjut Yuda membuat decakan pelan dari Raisa. Bukannya meminta maaf tapi malah menyombongkan diri, tipikal yang tidak disukai Raisa.
"Kenapa lo diam?" Yuda mendekat ke tubuhnya Raisa yang tak siap untuk mundur, "lo maunya gue yang lembut atau pemaksa?"
Raisa membalas tatapan sengit itu, tidak ada ketakutan yang dipancarkan. Memang seharian ini dia telah sedikit mengenal kepribadian Yuda yang berubah dalam hitungan detik. Yuda bisa jadi lelaki lembut dengan segala perhatian juga si pemarah dengan sifat pemaksanya.
"Gue bisa jadi apa saja buat lo," gumam Yuda menatapnya lekat.
Tit. Telolet Dek.
Setengah mendorong Yuda, Raisa membalikkan tubuhnya dari Yuda ketika mendengar bunyi sinyal khusus dari pengemudi mobil hitam yang berhenti dekatnya. Fairuz menurunkan kaca mobil masih menekan klakson sambil menyeru Telolet Dek, sudah menjadi password mereka belakangan ini semenjak maraknya Om Telolet Om.
"Gue pulang duluan, hati-hati!" ucap Raisa pelan segera masuk mobilnya namun masih sempat didengar oleh Yuda.
"Itu siapa?" tanya Fairuz yang menyembulkan kepala ke luar jendela melihat Yuda dari ujung kepala hingga kaki.
"Bukan preman, kan?"
Raisa terkekeh mencubit lengan abangnya pelan. Memang penampilan Yuda terlihat seperti preman dengan rambut acaknya juga seragam yang tidak dimasukkan ke dalam. Siapa pun yang melihat pasti akan mengira dia anak punk atau sejenisnya tapi tidak dengan para siswi Antariosa yang malah terpesona dengan gaya Yuda yang terkenal bad boy.
"Udah ah, kita pulang, bang." Raisa menutup jendela mobilnya yang kembali diturunkan oleh Fairuz.
"Lo teman adik gue?" tanya Fairuz setengah berteriak pada Yuda yang masih berdiri di tempatnya menunggu mobil hitam itu melaju.
Yuda mendekat ke sisi kiri di mana menampilkan wajah Raisa yang kesal dengan sikap Fairuz mengajak berbicara padanya.
"Bukan, bang," jawab Yuda sopan sambil melirik Raisa yang membuang wajahnya ke lain arah, "tapi pacarnya, bang," imbuhnya sontak membuat Raisa menoleh padanya ingin membantah.
"Ah, adik abang sudah punya pacar," goda Fairuz mengacak rambut Raisa.
"Ih, abang, dia bukan pacar Raisa. Udah ah, cepet bawa mobilnya, aku mau pulang, capek. Abang ..." rengek Raisa mencoba menutup jendela mobil.
"Yaudah, kami pulang dulu, ya. Lain kali kita ngobrol," pungkas Fairuz pada Yuda yang dibalas dengan anggukan tak lupa mengedipkan matanya ke arah Raisa.
"Ih, abang apaan sih."
"Malu-malu tapi mau, tuh pipinya bersemu," ejek Fairuz menunjuk wajah Raisa yang kemerahan.
"Ih, engga deh, ini tuh nama ...."
"Hahah," Fairuz mengacak rambut Raisa gemas, "udah enggak kecil lagi sekarang, jadi mulai besok abang enggak perlu antar jemput kamu lagi. Kan udah ada pacar."
"Ih, dia bukan pacar aku, bang."
"Hihi, iya-iya, udah jangan digelitik lagi ini lagi nyetir nanti bisa bahaya, hihi," rancau Fairuz menghindar dari gelitikan Raisa di titik lemahnya.
-Jangan pernah melukai dirimu jika kamu benar-benar mencintaiku-
***
Malam Minggu merupakan malam kebahagiaan bagi Raisa, di mana dia bisa pergi ke bioskop untuk menonton film yang susah didapatinya, baik dari internet maupun VCD. Tepatnya karena film itu belum bisa diunduh dan belum ada dalam bentuk visual.
Dua jam lalu dia telah menonton laga action lanjutan Flash dan sekarang tengah menunggu abangnya di parkiran. Jika anak gadis lain sebaya dengannya tengah menikmati malam minggu bersama gebetan mereka, lain dengan Raisa dia tidak pernah malu bepergian dengan kakak lelakinya yang juga tidak apa-apa setiap diajak. Karena tunangannya lagi berada di luar negeri, tidak masalah menemani adik satu-satunya, apalagi dia juga menyukai laga action.
"Mau makan dulu?"
Raisa mengangguk cepat karena memang sudah sangat lapar. Mereka pun segera meninggalkan gedung bioskop mencari tempat untuk mengganjal perut. Jam menunjukkan waktu setengah sepuluh, itu artinya masih punya tiga puluh menit lagi dari batas waktu.
"Abang, bawa motornya enggak usah ngebut lah, udah malem mana dingin lagi. Pelan-pelan saja," ucap Raisa yang sesekali menyubit perut Fairuz dalam pelukan di pinggang lelaki yang tersenyum geli melihat Raisa di balik spion.
"Iya-iya, makanya besok-besok ajak pacar kamu, biar bisa pelan-pelan terus nikmati tuh jalan," goda Fairuz, "cowok lo okey juga, siapa namanya?" Fairuz berbelok ke arah jalanan sempit karena katanya akan lebih cepat sampai ke restoran baru yang buka seminggu lalu.
"Kok kamu diam? Siapa namanya?" Fairuz memelankan lajunya.
"Siapa sih?" tanya Raisa balik pura-pura tidak tahu orang yang dimaksud.
"Itu yang tadi di halte."
"Iss, abang apaan sih. Dia bukan cowok aku," jawab Raisa memukul bahunya Fairuz, "eh, bang, awas!" teriak Raisa ketika tubuh seseorang terpanting ke depan yang tidak bisa dihindar oleh Fairuz. Bisa diperkirakan, bagian depan motor itu mengenai orang yang tersungkul di tanah.
Fairuz segera menghentikan motornya lantas Raisa turun dari motor dengan was-was melihat ke sekeliking karena mereka tengah berada di gang sempit, yang katanya Fairuz akan sampai di belakang restoran baru itu. Bisa menghemat waktu sepuluh menit jika melewati jalan protokol. Tapi kini Raisa menyesali pilihan jalur ini karena belum sempat mereka melihat orang yang tersungkur di jalan, tiga sampai empat orang muncul dari belokan gang yang berada di samping kanan tempat mereka berdiri.
"Berdiri lo!" teriak lelaki tinggi yang masih belum menyadari keberadaan mereka.
"Mati lo! Berdiri!" Lelaki lain dari belakang langsung menarik tubuh lemah itu untuk berdiri.
Fairuz menahan Raisa untuk melihat pergulutan kelima lelaki itu. Di balik punggung Fairuz, Raisa mengintip dan terkejut mengenali wajah memar yang tengah menyeka cairan merah di ujung mulutnya.
"Yu-da."
"Hei, lepaskan dia!" teriak Fairuz mendengar gumaman Raisa, dia berpikir adiknya mengenal lelaki tersebut, semakin yakin ketika wajah lelaki yang dipegangi dua orang itu menoleh ke arah mereka.
"Cowok kamu kan, dek?" Fairuz masih saja sempat bertanya hal begitu dengan lirikan kecil.
"Siapa lo? Ngapain ikut campur?" bentak lelaki yang memegang alat tumpul di tangan kanannya, menyeringai.