Chereads / My Boy (Rasa Untuk Raisa) / Chapter 6 - BAB 6

Chapter 6 - BAB 6

"Masa empat lawan satu. Enggak seimbang dong," balas Fairuz mengabaikan pertanyaan lawannya yang sudah bersiap dengan posisi menyerang.

"Lo ngapain ke sini? Bang, kalian pergi saja," titah Yuda yang menonjok lelaki di samping kanannya untuk melepaskan diri namun dua lelaki di depannya segera kembali memukul perutnya yang membuat dia meringis.

"Oh, jadi kalian saling mengenal?"

Fairuz menatap lelaki itu sengit, Raisa yang sudah gemetar di belakangnya menarik tangan Fairuz pelan. Dia tahu abangnya jago karate tapi dia tetap mencoba menahan agar tidak ada perkelahian di depan mata.

"Kamu ke sana dulu, ya?!" kata Fairuz lembut memegang tangan Raisa, menuntunnya menepi karena dia tahu adiknya memiliki traumatic dengan perkelahian.

"Kamu enggak usah takut. Abang bantu cowokmu dulu."

Raisa mengangguk, "jangan sampai terluka." Fairuz mengiyakan dan berbalik menghadap lawan tandingnya yang tak seberapa.

"Bang udah jangan diladeni mereka, mendingan abang pergi dari sini bawa Raisa," ujar Yuda dalam sanderaan, mencoba tidak menarik Fairuz dalam kesalahannya.

"Gue enggak bisa biarin kejahatan di depan mata."

Perkelahian pun terjadi dari lelaki yang memegang pisau mengarahkan benda tajam itu ke arah Fairuz yang berhasil dilumpuhkan dengan menarik tangan lelaki tersebut ke belakang.

"Shit!" Teman lelaki itu segera mengeluarkan jurus, tiga lawan satu. Melihat itu Yuda tidak tinggal diam, dia menginjak kaki lelaki yang memeganginya.

"Oww," rintihan lelaki itu keluar dari mulutnya ketika Yuda menonjok muka lantas membantu Fairuz melawan ketiga lelaki yang mengerubungi Fairuz.

"Abang, awas!" Teriakan Raisa berhasil ditangkap oleh Yuda yang menahan tangan lelaki tengah melayangkan balok di belakang kepalanya Fairuz.

Tanpa perlu waktu lama, Fairuz dan Yuda menghajar habis-habisan keempat lelaki yang tak dikenali Raisa itu hingga mereka berlari dari gang kecil tanpa lupa memberi ancaman pada Yuda.

"Abang enggak kenapa-napa, kan?" tanya Yuda memastikan Fairuz yang berjongkok di jalan.

Raisa sudah luruh ke jalan karena kakinya yang gemetar hebat. Meski dia penyuka laga action namun Raisa memiliki traumatic yang akan memicu syndrom ketakutan ketika melihat perkelahian dengan matanya. Fairuz segera bangkit menuju adiknya ketika menyadari keberadaan Raisa. Yuda pun berjalan ke arah Raisa yang menatapnya dengan mata berair.

"Kamu enggak kenapa-napa?" Raisa mengangguk bersamaan menenggelamkan tubuhnya dalam bidang Fairuz.

"Udah, aku enggak kenapa-napa kok. Ayo kita pulang!" Fairuz menuntut Raisa berdiri.

"Mulai sekarang jauhi adik gue!" kata Fairuz tegas berhenti di depan Yuda. "Lo nggak cocok jadi pacar dia. Ya gue suka orang yang jago berkelahi tapi bukan si penyuka perkelahian karena dia enggak suka cowok begitu," lanjutnya berjalan ke arah motor.

"Thanks!" ucap Yuda tanpa melepaskan pandangannya pada Raisa.

"Masih laper?"

Raisa memukul lengan abangnya pelan, menunjuk pada luka di wajahnya Fairuz.

"Mending pulang, abang perlu diobati."

Fairuz mengacak rambut adiknya pelan, "hitung-hitung ngepraktekin jurus Flash tadi, hahah." Fairuz men-start motor.

"Cowok lo bisa pulang sendiri," kata Fairuz ketika menyadari tatapan khawatir Raisa melalui spion.

Raisa hanya diam terus melihat spion yang menampilkan Yuda dengan posisinya sama seperti tadi. Fairuz menyuruhnya melingkarkan tangan di pinggang.Raisa sempat menoleh ke belakang bersamaan tatapan Yuda yang mengatakan terima kasih dengan isyaratnya.

"Yuda! Lo enggak kenapa-napa, kan?" Suara napas terputus-putus mengalihkan perhatian Yuda ke arah belakangnya. Rio berlari diikuti Alif yang turun dari mobil bersamaan Rijal.

"Muka lo memar, ada yang patah?" tanya Rijal mengecek kondisi Yuda.

"Enggak, gue nggak kenapa-napa."

"Maaf ya gue tadi enggak tau lo di keroyok sama mereka. Ini gara-gara lo Lif yang maksa kita godain cewek itu," ucap Rio, mendapat sanggahan dari Alif yang membela dirinya.

"Gue enggak tau dia udah taken, lagian mereka kenapa cuma mukul Yuda sih. Lo kenapa juga ikut mereka keluar cafe tadi?"

"Udah ah, kalian jangan saling menyalahkan, mending kita pulang, nggak liat wajah Yuda memar semua?" Rijal menarik Yuda menuju mobil, pusing dengan kelakuan Rio dan Alif yang tidak bisa bersikap lebih bijak di situasi genting.

"Lo pada nggak tau apa bego, kan sudah hal lumrah kalau Yuda itu sukanya individual nggak ngajak kita kalau berantem, biar kelihatan jagonya. Iya kan, Yud?" kata Rijal sarkastik membuka pintu mobil belakang.

"Udah ah, lo pada ribet amat sih. Udah biasa juga gue gini."

"Yey, kepala lo untung nggak bocor sama wajah lo tetap ganteng, gimana besok lo bisa ngajak Raisa jalan kalau keadaan lo begini," celetuk Rio di kursi kemudi.

"Eh, lo ngajak dia ke mana?" timpal Alif dengan ceria, "gue boleh minta bantuan lo buat minta nomor temannya Raisa nggak, yang manis-manis itu. Arifah."

Rijak menjitak kepala Alif yang masih saja mementingkan diri sendiri.

"Gimana udah ada kemajuan ya lo?" tanya Rijal mengingat bagaimana Yuda tadi menceritakan gagalnya dia mengantar Raisa pulang.

"Kenapa lo malah senyum sendiri sih?" Ketiganya memandang heran pada Yuda yang bersandar di jok sambil melihat ponselnya.

"Apa lo dapat SMS undian mobil?"

"Matre lo, Lif."

"Yey lo mah sama aja kali Jal. Eh, SMS dari Raisa ternyata, ciee." Alif tidak bisa menahan godaannya ketika berhasil melihat nama pengirim pesan yang sukses bikin Yuda tersenyum lepas tanpa direkayasa.

Rio mengintip Yuda yang tengah membungkam mulut bio-nya Alif dari balik spion.

"Dho, gue harap rencana lo berhasil!"

-Mungkin cinta memang gombalanmu tapi tidak denganku. Cinta bagiku adalah kamu-

***

Raisa menuruni tangga cekatan menuju dapur. Melihat memo depan kulkas dari Bundanya yang menemani Ayah meeting ke luar negeri. Meski hari libur tapi mereka susah sekali berkumpul bersama.

"Abang, di mana sih?!" teriak Raisa mencari ke seluruh penjuru rumah. Biasanya kalau bukan di kamar pasti di halaman belakang rumah, di lapangan kecil tempat Fairuz berlatih karatenya. Raisa membuka pintu belakang, berjalan sempoyongan membawa banyak makanan.

Raisa selalu mengisengi Fairuz ketika melihatnya berlatih. Dia akan melempar biji kacang dari atas rumah pohon dan sekarang dia tengah berusaha melewati pagar kecil yang sengaja dibuat oleh Fairuz untuk tidak sembarangan orang bisa masuk.

"Aduh!" Dengusan panjang suara bazz terdengar di telinga Raisa saat sudah berhasil menginjak tanah lapangan. Suara meringis kembali terdengar dengan pelan Raisa melewati pohon mangga untuk melihat pemilik suara itu, yang sudah tentu bukan berasal dari Fairuz karena dia sangat mengenali suara serak abangnya.

"Iya-iya, bang, udah ah!"

Raisa terganga melihat Fairuz tengah memelintir tangan Yuda ke belakang. Belum sempat dia berpikir atas dasar apa Yuda datang ke rumahnya, mengingat kemarin malam Fairuz sudah melarangnya berhubungan dengan Raisa dan sekarang .

"Lho, udah bangun toh." Fairuz melepaskan Yuda ketika melihat Raisa yang berdiri bingung dengan cemilan dalam pelukan.

"Thanks, tau aja abangmu haus," kata Fairuz mengambil botol minuman lantas mengelap keringatnya.

"Hai!" Yuda menyapa Raisa yang masih terdiam dengan wajah penuh pertanyaan.

"Disapa pacar tuh, kok diam aja. Yaudah, abang ke dalam dulu. Hati-hati jangan macam-macam!" kata Fairuz pada Yuda yang dibalas anggukan.

Raisa baru tersadar ketika Fairuz sudah menghilang dari mereka. Dia berbalik menghadap Yuda yang memegang wajahnya akibat memar tadi malam.

"Buat gue?" Yuda menunjuk minuman di tangan Raisa yang semakin mengeratkan botol mineral tersebut seakan takut kepunyaannya diambil orang.

"Pelit lo ya," tawa Yuda menepuk batu besar untuk duduk, "ayo duduk sini!"

Raisa mengabaikannya, berjalan hendak berbalik arah masuk ke dalam rumah.

"Tunggu!" Yuda mencegat tangannya dan menarik pelan untuk duduk di dekat Yuda.

"Apaan sih lo?" Raisa melepaskan pegangan Yuda dengan menyentak, "ngapain ke sini?" tanyanya judes, tawa kecil kembali lolos dari mulut Yuda.

"Aneh lo ya, memang benar kata abang lo kalau lo itu pemalu tapi galak," Yuda mengambil paksa lantas meneguknya karena sangat haus.

"Sorry, abang lo nggak ngasih gue minum. Thanks ya," Yuda menyerahkan kembali botol yang tersisa setengah. "Lo bisa liat kan gue nggak kenapa-napa sekarang. Thanks ya udah nanyain keadaan gue."