-Memikirkanmu terluka aku merasa bersalah, bagaimana dengan perasaan didasari kebohongan ini?-
***
Bela tampak khawatir terus mencoba menghubungi nomor Raisa yang di luar jangkauan. Pesanannya dibiarkan menganggur. Sedangkan Arifah dan Kinta berusaha untuk berpikir yang baik sambil menghabisi semangkok mie bakso.
Sudah kelima belas kali Bela menelpon Raisa namun hasilnya tetap sama. Dia melirik jam lengan, tidak biasanya Raisa tidak nampak sama sekali. Meski Raisa pergi ke perpus saat istirahat namun lima menit terakhir bel berganti, Raisa pasti akan ke kantin untuk membeli minum dan sekarang tinggal dua menit lagi bel masuk akan berbunyi. Raisa tetap belum kelihatan. Bela memicingkan matanya menangkap sosok Yuda yang masuk ke kantin bersama Rio dan Ridho. Tanpa pikir panjang kerenggangan hubungannya dengan Ridho, Bela bangkit berjalan ke arah Yuda.
Yuda masih belum menyadari kalau Bela memanggilnya karena terlalu sibuk memikirkan pesoal tadi. Yuda keluar dari sekolah untuk menemui Arkan setelah mendapat pesan singkat yang menyuruhnya datang ke kafe dekat sekolah. Untung Ridho punya akses keluar-masuk dengan mudah tanpa harus diketahui guru dan mereka bisa terhindar dari hukuman. Namun sampai di sana Yuda bukannya bertemu dengan Arkan malah hanya melihat dua temannya Arkan yang menantang mereka balapan nanti malam. Merasa buang-buang waktu akhirnya Yuda memilih untuk kembali saja ke sekolah.
Rio menyolek bahu Yuda, memberi sinyal kalau Bela ingin berbicara dengannya.
"Kenapa, Bel?" tanya Yuda sambil membuka sedikit baju bagian atasnya, dia merasa gerah. Rio berjalan ke arah lemari es untuk mengambil minuman sedangkan Ridho memilih duduk tanpa melepaskan pandangannya pada Bela yang terlihat jelas sengaja menghindari mata dengannya.
"I-tu lo liat Raisa, nggak?" tanya Bela dengan raut wajah khawatir yang tidak bisa disembunyikan lagi. "G-ue punya firasat buruk tapi mudah-mudahan enggak ada apa-apa." Bela melirik ke arah pintu masuk berharap Raisa menghampiri mereka.
Bukannya Bela tidak ingin mencari dulu di mana keberadaan Raisa, misalnya dengan mendatangi perpus namun tadi Arifah sudah mengeceknya di sana. Begitu juga Kinta yang tengah memesan makanan dan bertemu dengan kawannya yang habis pulang dari perpus, menanyakan Raisa. Dan hasilnya Raisa tidak ada di sana.
"Udah lo hubungin?" Bela mengangguk, Yuda segera merogoh ponselnya mencoba menghubungi Raisa namun suara operator terdengar berulang kali.
Rio menghampiri mereka dengan tergesa, tidak ada botol minuman di tangannya padahal tadi dia sudah membelinya. Ridho melihat perubahan wajah Rio, dia berdiri ketika Rio sudah berdiri dekat meja mereka.
"Yu, Arkan menculik Raisa," ucap Rio pelan namun karena kantin mulai renggang Yuda dan Bela menangkap dengan jelas perkataan Rio yang sukses bikin mereka khawatir. Kinta dan Arifah entah sejak kapan sudah berdiri di antara mereka dengan menangkup mulut mereka mendengar pernyataan Rio.
Rio mendekat ke arah Yuda, membuka layar iphonenya. Yuda melihat video tersebut dengan wajah memerah, Bela yang penasaran menarik ponsel silver milik Rio dan tercegang melihat Raisa dengan posisi diikat.
"Lo ma-u ke mana, Yu?" teriak Ridho ketika Yuda tiba-tiba berlari keluar kantin.
Yuda berhenti sejenak, berbalik badan kepada mereka.
"Jangan ikuti gue, gue tau tempat Arkan menyekap Raisa dan dia enggak ingin kalian ikut campur. Gue pergi!" ucapnya lantas segera berlari ke parkir.
Bela tak kuasa menahan airmatanya karena takut terjadi apa-apa. Tanpa sadar dia memohon pada Ridho agar ikut membantu Yuda menyelamatkan Raisa. Melihat Bela menangis Ridho ingin sekali memeluk untuk menenangkan Bela namun dia teringat kalau hubungan mereka masih belum seperti semula. Meski kemarin mereka sudah menghabiskan setengah hari bersama tapi kecanggungan masih menyelimuti keduanya.
Rio menyahut untuk tetap tenang karena dia tidak akan membiarkan Yuda sendirian ke sana. Rio berkata pada Ridho agar mereka segera cabut dan dia akan menghubungi Alif beserta temannya di sekolah lama. Ridho juga mengajak beberapa temannya yang jago berkelahi. Bela, Arifah dan Kinta berusaha tenang dengan masuk ke kelas dan mencoba merahasiakan pada yang lain atas perintah Ridho untuk tidak mengundang kehebohan.
Bela berpapasan dengan Atha yang memanggilnya untuk berhenti.
"Sorry, ini pulpen Raisa tadi jatuh di perpus. Gue belum liat dia, gue titip sama lo, ya." Atha menyerahkan boilpoont pilot pada Bela.
"Kalian kenapa?" tanya Atha menyadari raut ketiganya tidak seperti biasa. Arifah hendak menyahut, berpikir mungkin saja Atha dapat membantu menyelamatkan Raisa karena Atha punya tanggungjawab khusus sebagai ketos namun Kinta segera memeringatinya karena mengingat titah Ridho.
"Enggak ada apa-apa, kami balik ke kelas dulu, udah bel," pamit Bela sopan menarik tangan kedua temannya.
Mereka terus memanjatkan doa untuk Raisa. Selama pelajaran berlangsung, ketiganya tidak bisa bersikap tidak terjadi apa pun. Bela mengangkat tangannya meminta izin untuk keluar bersama Kinta dan Arifah. Sebagian teman kelas mengetahui soal tidak masuknya Raisa karena penculikan namun karena Bela memberitahu pada Bu Ratna kalau Raisa izin karena sakit makanya mereka memilih diam saja. Bu Ratna tampak berpikir aneh dengan gelagat ketiganya namun akhirnya memberi izin juga.
Kinta mencoba menghubungi Rio, menanyakan kondisi terkini. Namun, nomor Rio dinyatakan sibuk tidak dapat dihubungi.
"Kita tunggu lima menit lagi, Bel kalau belum ada kabar, kita bolos aja."
Bela menuruti perkataan Arifah. Ketikanya hanya bisa melihat jarum jam yang terus berdetak, berdoa dalam dia semoga Raisa tidak terluka.
"Bel! Siapa?" tanya Arifah ketika ponsel Bela berbunyi. Bela mengangkat ragu karena pemanggil di seberang adalah abangnga Raisa.
"Kontak batin mungkin?" Bela menghirup napas sebelum menyapa Fairuz.
"Iya, Bang, ada apa?" Bela mengatur suaranya namun dia tidak bisa menyembunyikan kegemetarannya.
"Nomor Raisa enggak bisa dihubungi, apa kalian lagi belajar? Ah, tapi kamu bisa angkat telpon. Raisa di sana? Bisa aku bicara dengannya?"
Bela menoleh pada Arifah dan Kinta, meminta saran mereka untuk mencari alasan.
"Maaf, Bang, Raisa enggak ada di sekolah." Bela memutuskan panggilan setelah akhirnya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Mereka memilih jujur saja.
"Bel, Rio telpon," ucap Kinta memegangi ponselnya. Sangking gugup dia sulit membuka password. Bela langsung menariknya, membuka kata kunci yang terdiri dari tanggal lahir Kinta sendiri.
"Halo Rio, gimana kalian sudah berhasil menyelamatkan Raisa?"
"Bel, ni gue sama Ridho lagi ke sana. Macet parah, sial! Kalian tenang aja Yuda pasti bisa selamatin Raisa.
Kalian jangan gegabah ya, tunggu aja di sana." Bela mematikan handphone dan mengembalikannya pada Kinta. Dia terduduk kembali dengan lemas. Mereka saling berpegangan tangan.
"Raisa, please jangan trauma dan pingsan. Lo pasti kuat, Raisa." Gumam Bela yang mengetahui rahasia kelamnya Raisa.
"Buktikan kalau lo maniak action, Raisa. Lo jangan takut sama Arkan, ya. Yuda pasti bisa nemuin dan nyelamatin, lo. Day & Knight lo akhirnya jadi kenyataan, Raisa," imbuhnya menatap langit mendung.