Chereads / Pernikahan Pahit / Chapter 22 - Curiga

Chapter 22 - Curiga

Chintia dan Hyunsik menatap mobil Aldi yang baru tiba di kafe. Dan tidak lama pemilik mobil dan Laura keluar dari mobil dan masuk ke dalam kafe. Chintia langsung menghampiri mereka dan memberondongi mereka dengan pertanyaan demi pertanyaan yang keluar dari mulutnya.

"Ke mana saja kalian? Kenapa lama sekali?" tanya Chintia dengan tatapan mengintimidasi.

"Kita cuma berkeliling dan berhenti sebentar di SD harapan bangsa. Saat kembali jalanan sudah macet," jawab Aldi.

"Benar pasti karena hujan lebat, dari tadi juga baru satu dua orang yang masuk ke kafe ini," gumam Chintia, lalu dia pergi menuju kamar mandi.

"Karena belum ada yang bisa aku bantu, aku mau istirahat sebentar. Panggil saja jika membutuhkan bantuanku," ucap Aldi. Dia memilih pergi untuk menghindari kecurigaan Hyunsik pada dirinya dan Laura.

"Bagaimana jalan-jalannya? Noona bersenang-senang?" tanya Hyunsik tanpa memandang ke arah Laura.

"Itu harusnya kalian ikut. Pasti akan lebih menyenangkan," jawab Laura gugup.

"Bukankah lebih menyenangkan jika noona hanya berdua saja dengan penyanyi itu?"

"Siapa yang berduaan?" tanya Astrid yang sudah berada di depan Laura dan Hyunsik.

Laura dan Hyunsik terkejut melihat keberadaan Astrid yang tiba-tiba berada di sana tanpa mereka ketahui.

"Maaf anda siapa ya?" tanya Hyunsik yang belum pernah bertemu Astrid sebelumnya. Sedangkan Laura sudah beberapa kali bertemu dengan Astrid tapi belum pernah banyak bicara dengannya.

"Aku Astrid teman baik sekaligus rekan kerja pak Christian suami dari Laura," ucap Astrid memperkenalkan dirinya pada Hyunsik.

"Pasti kamu ada urusan denganku. Kita bicara di sana saja," kata Laura berusaha mengalihkan pembicaraan pada Astrid yang mungkin saja curiga setelah mendengar perkataan Hyunsik tadi.

"Kalau begitu aku akan siapkan minum," ucap Hyunsik lalu pergi untuk menyiapkan minuman untuk Astrid.

"Ada apa ya?" tanya Laura setelah dirinya dan Astrid duduk di salah satu tempat duduk di kafe.

"Jadi begini, besok kan hari ulang tahun Christian. Aku ingin meminta izin padamu untuk memberikan Christian surprise di kantor. Aku mengatakan ini karena kamu adalah istrinya. Aku tidak mau kamu salah paham padaku. Dan kalau kamu ingin ikut, kamu bisa datang besok pagi ke kantor," jelas Astrid panjang lebar.

"Besok ulang tahun Christian??" tanya Laura yang terkejut setelah mendengarnya.

"Kenapa kamu terkejut? Jangan bilang jika kamu tidak tahu? Atau kamu memang benar-benar tidak peduli padanya sampai-sampai tidak tahu jika besok adalah ulang tahunnya?" tanya Astrid penuh selidik.

"Benar, aku terlalu tidak peduli pada suamiku sehingga aku tidak tahu jika besok adalah hari ulang tahunnya," batin Laura.

Astrid memperhatikan Laura yang terdiam. Pandangannya lalu beralih ke sisi kanan mejanya. Di sana ada Aldi yang sedang duduk dan memandang ke arah Laura.

"Kenapa lelaki itu terus menatap seperti itu pada Laura? Sepertinya ada sesuatu yang tidak aku ketahui," batin Astrid.

Aldi lalu meraih ponselnya yang berada di atas meja dan mengirimkan pesan pada Laura.

Aldi : Kamu tidak apa-apa?

Astrid masih memandangi gerak gerik Aldi tanpa sepengetahuan orangnya. Pandangannya teralih saat ponsel Laura berbunyi dan menampilkan sebuah pesan dari seseorang bernama Aldi yang menanyakan keadaannya.

Astrid dapat membaca dengan jelas pesan tersebut, tapi dia hanya memilih untuk diam. Untuk saat ini dia benar-benar curiga terhadap istri Christian dan karyawannya. Jika saja wanita itu memang benar menghianati Christian, Astrid tidak akan tinggal diam. Dia harus mendapatkan bukti agar Christian terbuka hatinya untuk dirinya

"Kamu belum menjawab pertanyaanku?" tanya Astrid membuyarkan lamunan Laura.

"Oh itu.. aku akhir-akhir ini banyak yang aku pikirkan. Aku akan datang besok pagi," kata Laura. Ia berusaha mengakhiri percakapannya dengan Astrid agar tidak menyebabkan kecurigaan yang lebih dalam pada dirinya.

Tepat saat itu telepon Laura berbunyi, melihat ayahnya menelepon Laura segera mengangkatnya dan meminta izin untuk pergi untuk menerima telepon.

"Kalau sudah selesai, aku mau pergi ke ruanganku. Permisi.." kata Laura.

"Oh iya silakan," jawab Astrid mengizinkan.

Setelah Laura pergi, Astrid bersiap untuk pergi dari kafe itu. Namun ada hal yang terus mengganjalnya tentang Laura dengan lelaki bernama Aldi itu. Entah kenapa meyakini jika mereka memiliki hubungan. Untuk menjawab rasa penasarannya, Astrid perlahan menghampiri Aldi yang duduk sendiri di ujung.

"Ehmm, maaf boleh aku bertanya sesuatu?" tanya Astrid sopan.

"Boleh, mau tanya apa?" jawab Aldi tanpa curiga sedikitpun.

"Apa kamu seorang penyanyi di sini?"

"Iya benar," Aldi langsung menjawab pertanyaan dengan jujur karena tidak tahu jika Astrid sedang menyelidikinya.

"Nama kamu Aldi ya?"

"Iya. Dari mana kamu tahu?"

"Tentu saja aku tahu, kamu kan penyanyi di sini. Aku dengar suaramu sangat bagus," jawab Astrid beralasan.

"Ohh,,"

Astrid lalu keluar dari kafe dengan mengantongi sebuah info penting. Dia akan memberitahukan hal ini pada Christian jika mungkin saja istrinya benar-benar ada main dengan penyanyi itu.

"Halo yah, ada apa?" tanya Laura melalui ujung telepon.

"Besok hari ulang tahun suamimu, apa kamu tahu?" tanya ayah Laura.

"Te tentu saja aku tahu yah," jawab Laura gugup. Dia tidak mungkin mengatakan jika dirinya tidak tahu dengan hari ulang tahun suaminya sendiri.

"Kalau ada waktu luang hari ini, kamu mampirlah ke rumah Ayah malam ini. Ayah ada sesuatu untuk kamu,"

"Yang ulang tahun Christian, kenapa Laura yang di kasih hadiah yah??"

"Tidak apa-apa ini untuk kalian berdua. Ini menyangkut penerus keluarga kita,"

"Maksud ayah?"

"Kamu jangan pura-pura tidak tahu! Kalian sudah cukup lama menikah, kenapa belum ada kabar kehamilanmu?"

DEG!

Jantung Laura rasanya seperti berhenti berdetak. Dia jadi teringat dengan perbuatan terlarangnya dengan Aldi tadi pagi. Tiba-tiba dia berpikir bagaimana jika dia hamil anak Aldi?

Laura segera menepis pikiran negatifnya, tidak mungkin terjadi kan? Mereka hanya melakukannya sekali. Dan untuk Laura itu sudah cukup, dia tidak ingin berbuat lebih jauh lagi.

"Ra?? Kamu dengar ayah bicara kan?"

"Eh iya yah, Laura dengar yah. Iya nanti Laura bicarakan dengan Christian," Laura berusaha mengakhiri percakapan dengan ayahnya.

"Ya sudah kalau begitu. Jangan lupa mampir ke sini malam ini," pesan ayah Laura sebelum ia menutup teleponnya.

Perasaan cemas dan rasa bersalah kini menggelayuti diri Laura. Bagaimana dia akan menghadapi Christian dengan tubuhnya yang sudah tidak suci lagi bahkan sebelum Chritian sempat menyentuhnya.

Tapi dia sendiri juga tidak bisa membendung hasrat dirinya untuk Aldi. Dia mencintai lelaki itu, tapi Laura juga tidak bisa melepaskan Christian begitu saja.

Serakah? Mungkin itu kata yang patut di cap pada diri Laura. Dia sendiri tidak paham kenapa ia terjerat dalam hubungan yang rumit seperti ini.