Astrid memerika sekali lagi kue ulang tahun yang sudah ia siapkan beberapa saat lalu. Semua persiapan sudah siap, mulai dari dekor, kue dan kado spesial untuk Christian.
Dirinya memang tidak pernah absen memberikan kejutan ulang tahun untuk Christian. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya ia selalu menyiapkan acara khusus di luar. Kini dia menyiapkannya di kantor, karena Christian sudah pasti menolak ajakannya dengan alasan istrinya.
Jam menunjukkan pukul 08.25 WIB, tapi Christian belum juga menunjukkan diri di kantor. Beberapa kali, ia berusaha menghubungi lelaki itu tapi tidak juga diangkatnya. Entah apa yang dilakukan Christian tapi, baru kali ini dia terlambat pergi ke kantor.
Karena bosan menunggu, akhirnya Astrid memutuskan untuk menemui Christian di rumahnya. Dia tidak ingin usahanya sia-sia karena ia sudah susah payah menyiapkan semua ini.
Baru sampai lobby kantor, langkah kaki Astrid terhenti saat Christian terlihat keluar dari mobilnya.
"Christ..." panggilan Astrid terhenti saat ia melihat Laura juga berada di dalam mobil lelaki itu. Mereka berdua lalu berjalan mendekat memasuki kantor.
"Kamu mau ke mana Trid?" tanya Christian saat ia dan Astrid berpapasan.
"Ehm.. aku ada urusan sebentar. Kenapa kamu baru sampai kantor? Tumben sekali?"
"Aku semalam menginap di rumah mertuaku. Sekarang aku mau mengambil berkas-berkas yang belum selesai aku tanda tangani kemarin, karena hari ini aku mau cuti."
"Hah? Cuti? Tiba-tiba?" Astrid terkejut mendengar keputusan Christian yang tiba-tiba.
"Iya, aku akan menghabiskan waktu dengan istriku hari ini," ungkap Christian sambil menoleh ke arah Laura yang tersenyum canggung. Karena Laura tahu rencana Astrid yang ingin memberikan kejutan ulang tahun untuk Christian tapi gagal karena dirinya.
"Biar aku saja yang ambilkan, kalian tunggu di sini saja," sahut Astrid. Dia harus mencegah Christian dan Laura masuk ke dalam ruang kerja Christian karena semua kejutan yang sudah ia siapkan sepertinya akan percuma dan itu hanya akan membuat dirinya terlihat memprihatinkan.
"Boleh, kalau kamu nggak keberatan," ucap Christian.
Akhirnya Astrid masuk kembali ke dalam kantor, dan menuju ruangan Christian. Ia mencari berkas yang di maksud Christian, setelah menemukannya ia tidak langsung keluar melainkan membuang segala macam dekor yang sudah ia siapkan untuk ulang tahun Christian, semua dia masukkan ke dalam kantong plastik sampah kecuali kado yang sudah ia siapkan.
Saat kembali, Astrid memberikan berkas yang diinginkan Christian sekaligus memberikan kadonya untuk lelaki itu.
"Ini berkasnya. Dan ini kado untukmu. Selamat ulang tahun Christian, maaf aku cuma bisa kasih ini. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu," kata Astrid.
"Oh iya terima kasih."
"Kalau begitu aku mau pergi sebentar, karena udah telat." Alasan Astrid untuk menghindari Christian.
Setelah kembali ke dalam mobil, Laura memandang Christian dengan tatapan yang tidak enak. Sebagai seorang istri dia tidak menyiapkan apa-apa di hari ulang tahun suaminya.
"Maaf, aku belum kasih kamu apa-apa di hari bahagiamu ini," ungkap Laura sedih. Dia merasa menjadi istri yang buruk bagi lelaki itu.
"Ngomong apa sih? Kado semacam ini nggak penting. Kamu itu kado paling indah buatku," kata Christian.
Ia sedikit terkejut dengan kalimat yang ia ucapkan, karena ini kali pertamanya mengungkapkan perasaannya terhadap istrinya.
Begitupun Laura, ia menepuk-nepuk pipinya untuk memastikan bahwa ini bukanlah mimpi.
"Kamu pasti terkejut mendengar aku berkata seperti ini, sebenarnya aku juga sedikit terkejut. Mungkin sejak semalam, aku merasa bisa menjadi lebih terbuka padamu. Maaf sudah membuatmu menunggu terlalu lama."
"Sudah, jangan meminta maaf lagi. Aku juga mau minta maaf karena aku belum bisa menjadi istri yang baik untukmu."
"Kita mulai dari awal ya," ucap Christian sambil tersenyum kepada Laura. Senyum pertama yang Laura lihat begitu tulus dari suaminya.
"Kamu sangat tampan saat tersenyum seperti itu," puji Laura tanpa sadar.
"Kalau begitu aku akan lebih sering tersenyum."
"Tersenyum padaku, jangan pada wanita lain," sahut Laura. Tiba-tiba dia menjadi tidak rela jika ada wania lain yang jatuh cinta dengan senyum manis Christian.
"Baiklah," kekeh Christian.
Mereka berencana akan pergi berjalan-jalan ke Bandung untuk refreshing sekaligus melaksanakan bulan madu yang tertunda begitu lama. Sebelumnya mereka kembali ke rumah untuk mengambil barang-barang keperluan mereka.
Mobil Christian memasuki halaman rumahnya, dari kejauhan Aldi masih terpaku melihat kedatangan Laura bersama Christian.
"Jadi mereka nggak pulang semalaman," gumam Aldi. Dia tidak rela jika Laura sudah semakin dekat dengan suaminya. Itu berarti posisinya akan terancam, dan Aldi tidak ingin hal itu terjadi.
"Kamu tunggu sebentar ya, aku mau ninjau pekerjaan karyawanku sebentar," ucap Christian lalu pergi ke ruang kerjanya untuk menyelesaikan pekerjaannya.
"Ah iya. Aku tunggu," jawab Laura. Dia lalu duduk di ruang tamu sambil menyalakan ponselnya yang ia matikan dari semalam. Ada beberapa panggilan tak terjawab dari nomor tidak dikenal.
"Pasti Aldi khawatir," batin Laura.
Ia berniat mengirim pesan pada lelaki tersebut tapi diurungkannya karena tiba-tiba melihat sosok yang baru ia pikirkan berjalan dari kejauhan menuju rumahnya.
Saat langkah Aldi hanya tinggal beberapa jengkal ke arah pintu rumah Christian, Laura bergegas keluar agar Christian tidak tahu.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Laura pelan.
"Aku sangat merindukanmu, kenapa kamu nggak menghubungiku? Apa yang kamu lakukan dengan suamimu?" tanya Aldi yang sudah dibakar api cemburu.
"Aku rasa kamu nggak berhak menanyakan hal seperti itu."
"Kenapa? Apa sekarang kamu mau membuangku?"
"Aku tidak bermaksud seperti itu—" Laura memotong kalimatnya dan melirik ke dalam rumah. Waspada jika Christian tiba-tiba keluar dan memergoki dirinya sedang bersama Aldi.
"Lalu apa?"
"Nanti kita bicarakan lagi, aku nggak mau sampai Christian tahu kamu ada di sini, cepat pergilah."
"Aku nggak mau pergi, aku masih ingin melihatmu."
"Tolong Al, mengerti posisiku. Percayalah ini nggak mudah berada di posisiku."
"Apa menurutmu mudah berada di posisiku?"
"Bukan begitu maksudku, untuk sekarang tolong pergilah. Kita akan bicarakan besok setelah aku pulang dari Bandung."
"Apa? Kamu mau ke Bandung?"
"Iya, Christian mengajakku ke Bandung hari ini, aku akan kembali besok. Aku janji setelah itu kita akan bertemu."
"Baiklah, tapi aku ingin memelukmu sebentar saja."
"Apa kamu sudah gila? Di sini banyak tetangga yang mengenal aku dan Christian."
"Baiklah,, baiklah,, aku akan pergi. Jika kamu ada kesempatan tolong hubungi aku." Aldi akhirnya mengalah dan menuruti kemauan Laura untuk segera pergi dari rumah Christian.
Laura memandangi kepergian Aldi hingga lelaki itu masuk ke dalam rumahnya. Dia tidak menyangka jika Aldi akan bertindak senekat ini. Untuk sekarang Laura hanya ingin menghabiskan waktu bersama Christian.
"Semoga Aldi mau mengerti dan nggak bertindak nekat seperti tadi," gumam Laura.
"Siapa yang bertindak nekat?"
Christian tiba-tiba muncul mengagetkan Laura yang masih berdiri di ambang pintu.