Keenan mulai keringat dingin. Baru kali ini pak Jenay tampak serius dan menatapnya dengan tajam.
''Nak, tidak enak dengan tetangga! Walau kalian tidak berduaan di rumah ini. Status kalian tetap bukan suami istri, walau kamu berhak atas anak yang di kandung Sera."
Ucapan pak Jenay membuat Keenan menahan nafas, yang ia takutkan terjemak menjadi nyata. Orang tua gadis itu memang mengkhawatirkan anaknya.
"Saya ingin sekali yang terbaik untuk anak bapak, saya akan membiayai semua kebutuhannya. Atau aku akan merawat anak-anak itu setelah mereka lahir." jawab Keenan.
Pak Jenay menatap wajah Keenan yang ia rasa tak menangkap pembicaraan mereka. "Merawat bayi-bayi itu?" tanya pak Jenay
"Saya akan membawa bayi-bayi itu dan membesarkan nya!"
"Lalu bagaimana dengan Sera?"
Keenan berhenti bicara. Sera ternyata berdiri di balik pintu. Ia mendengarkan semua ucapan Keenan dengan Ayahnya.
"Aku akan bertanggungjawab dan membiayai semua kebutuhannya sampai melahirkan."
Tangan Sera mulai menyentuh perutnya, melindungi bayi-bayi itu.
"Apakah kamu tidak berpikir untuk menikahinya, dan akan mengambil anak yang di kandung nya?"
"Itu adalah kesalahan kami, maka sebagai seorang lelaki say akan tetap bertanggung jawab, yang salah kami bukan bayi-bayi itu."
"Apa menurutmu cukup dengan seperti itu, apa menurutmu dosa mu selesai dengan mengurus mereka?" Pak Jenay tampak emosi sekarang.
" Apa maksud bapak?" Keenan tak mengerti.
"Apa menurutmu mengambil anak itu dari ibunya bukanlah perbuatan jahat? kamu tidak tau apa yang sudah di lewati Sera sampai sekarang."
Baru saja ucapan pak Jenay selesai. Sera keluar dari kamarnya. "Keenan, pergi sekarang. Aku mohon!" Sera menunjuk pintu keluar, dengan tatapan menahan air mata.
Keenan bangkit dari duduknya. "Ser," pria itu tampak kaget melihat Sera yang tampak marah.
"Keluar sekarang juga!" Sera kini berteriak.
Teriakannya membuat David dan Marwah saling menatap. Mereka akhirnya berjalan masuk ke dalam rumah. "Ada apa Dek?" Marwah menyentuh pergelangan tangan Sera yang tampak menggigil.
"Dia disini hanya ingin mengambil anakku Kak, apakah menutut Kakak ini benar? ini anak-anak ku, aku yang mengandung mereka."
Kini air mata Sera tumpah membasahi pipinya. "Hei, apa maksudnya?" Marwah tampak panik dan kebingungan.
"Dia ingin mengambil anak-anak ku!" Sera bersuara lagi di sela tangisnya.
"Sera, aku mohon ini kesalahan! Jika kamu ingin anak ini maka kita bisa mengurus salah satu dari mereka."
"Apa menurutmu aku akan membiarkan anak ini terpisah, mereka kembar! Aku mengandung mereka bersamaan." Sera berteriak.
"Aku pebisnis serat, aku tidak ingin image ku buruk."
"Maka lakukan bisnismu, aku tidak perlu dirimu dalam menjaga anak-anak ini, sebelum kamu hadir aku melewati segalanya sendirian, apa karena kamu membelikan semua barang mewah ini, kamu berpikir bisa mengambil salah satu anakku?"
"Aku akan membuat kehidupan mereka lebih baik Sera."
"Bukan kehidupan anak ini, kamu hanya melindungi kehidupan bisnis mu."
"Mengertilah, aku ada di titik ini dengan susah payah. Aku akan membiarkan mu meminta apapun."
"Keenan, apa uang segalanya?"
"Tentu saja."
"Baik, maka kamu tak berhak menjadi Ayah dari anak-anak ku. Pergi sekarang."
"Aku mohon berpikirlah dengan dewasa."
"Pergi sekarang!" Teriakan Sera semakin menjadi.
David menarik tangan Keenan, mereka pergi dari rumah Sera. Kini Marwah memeluk tubuh adiknya yang merosot di lantai.
Pak Jenay hanya mampu menatap putrinya. Itu adalah keputusan Keenan, namun melihat putrinya mempertahankan calon cucunya itu, membuat ia tak bisa berkata-kata.
"Marwah, tidur dengan Sera di dalam. Bawa dia ke kamarnya." Titah pak Jenay.
Marwah membawa Adik nya masuk. Kemudian menyuruhnya istirahat.
Di mobil David melihat dari kaca, Keenan tamak mengurut keningnya. "Keen, aku ingin mengatakan sesuatu sebagai teman."
"Katakan!" jawab Keenan.
"Apa kamu berpikir akan mengambil anak-anak itu ketika mereka lahir?"
"Tentu saja, aku akan membuatnya menjadi anak-anak ku saja."
"Apa kamu tidak memikirkan Sera?"
"Mengapa? itu hanya kesalahan kami, aku tak pernah berniat menikahi nya."
"Apa tanggung jawab yang kamu maksud adalah membawa anak-anak itu?"
Keenan berdehem menandakan iya. "Bagaimana menurutmu?"
"Itu sedikit kejam, bagi seorang ibu baru."
"Bagaimana jika dia merusak image perusahaan?"
"Kamu hanya tidak melupakan gadis itu, karena itu kamu hanya memikirkan anak-anak yang Sera kandung, tanpa memikirkan dari sisi Sera."
Keenan tampak berhenti berbicara dan menatap wajah David yang fokus ke depan. "Kenapa kamu membahas wanita itu?"
"Bukankah dia meninggalkan mu!"
"Ya, aku Takan pernah memaafkannya. Luka di hatiku sudah cukup untuk mengutuk nya seumur hidup."
"Tapi kamu akan melakukannya pada serat, padahal kamu tau bagaimana sakitnya. Bukankah itu ceroboh."
Keenan menatap David yang serius, ia tidak pernah melihat teman dekatnya itu berbicara seperti itu sebelumnya.
"Apa kamu tidak berpihak padaku?"
"Aku berpikir dari kedua belah pihak. Itu kesalahan mu, tapi jika kamu melakukan niatmu itu. Kamu akan melakukan dua kesalahan lagi."
"Dua kesalahan?" tanya Keenan bingung.
"Ya, melukai hati Sera, juga akan membuat luka di hati anak-anak mu nanti."
Ucapan David membuat Keenan tambah pusing. Ia tidak berbicara lagi.
Mereka sampai di depan Hotel, Keenan langsung berlari memasuki hotelnya itu dan bergegas ke kamarnya. Ia mengunci pintu dari dalam, dan merebahkan tubuhnya di kasur.
Sera tampak memejamkan matanya. Marwah segera menyelimuti adiknya itu. Ia kira serat menemukan kebahagiaannya, tapi itu malah melukai nya lebih dalam.
Marwah pergi keluar dan duduk di ruang tamu, ia menatap semua barang yang dibelikan Keenan. Sangat lengkap dan mewah, tapi menurutnya mengambil anak-anak yang di kandung Sera adalah kesalahan.
Marwah mengecek nomor kontak di ponselnya. Kemudian melihat nama David, ia berusaha menelpon lelaki yang terus berkelahi dengannya itu.
Dengan harga diri yang ia tanggalkan, demi bertanya sesuatu. "Hallo?" jawaban dari balik telpon ketika tersambung.
"Hallo, aku Marwah!" ucap Marwah.
"Ah, kamu memiliki nomor ku. Aku baru saja akan mencari nomor ponselmu dan menelpon."
"Kenapa kamu mau menelpon?" tanya Marwah.
"Aku ingin bertanya bagaimana keadaan Sera. Aku akan berbicara baik-baik pada Keenan tentang ini."
"Ah, ternyata kamu juga satu pemikiran denganku. Aku merasa ini tidak terlalu adil untuk adikku."
"Benar, sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan denganmu. Tapi sepertinya harus bicara langsung. Bisakah kita bertemu besok?"
"Aku juga sebenernya. Ya besok di hotel saja."
"Hah, hotel?" David tampak kaget.
"Di tempat kerja kita maksudku." Marwah menjawab dengan sedikit kesal.
"Astaga. Okay okay."
Mereka pun menutup telepon nya masing-masing.
Di sela tidur Sera merasa perutnya sedikit melilit. Namun gadis itu hanya menahannya karena merasa sembelit. Ia pergi ke kamar mandi namun tidak ada yang dilakukannya, perutnya saja yang sakit.