Keenan merenungkan nama untuk putranya beberapa saat, hingga dia bolak balik duduk di kursi kemudian membuka ponselnya.
Dan ia kembali menghampiri Sera yang baru selesai memberi ASI pada putranya itu.
"Apa kamu mau gendong?" tanya Sera pada Keenan.
"Bolehkah?"
"Tentu saja," Sera tampak lebih ramah, karena ucapan sang Ayah yang mengatakan bahwa Keenan juga menangis terus menerus akan kepergian putra mereka.
Sembari menggendong bayi kecil itu, Keenan mengecup pipinya. "Ayah, memberikanmu nama. Serkan Jean,"lirih Keenan.
"Serkan?" tanya Sera.
"Ya, itu nama yang cocok untuk bayi kita agar menjadi pemimpin yang bijak."
"Ah, bagus sekali." lirih Sera.
"Kamu setuju?"
Sera mengangguk, sembari begitu senang melihat Keenan tertawa lagi ketika menimang anak mereka itu.
Mereka menghabiskan waktu bersama untuk begadang menjaga sang buah hati.
Namun kedatangan Ayah Keenan ke Indonesia membuat gempar berita di sana, dan siapa sangka lelaki paruh baya dari negara yang sama dengan Keenan langsung datang ke rumah Sera.
Tanpa basa basi mereka membawa banyak pengawal untuk menggeret Keenan pulang ke hotel. Hal itu membuat pak Jenay dan juga Sera kaget, tangisan bayi nya membuat Sera amat ketakutan. Dan ucapan yang di lontarkan Ayah Keenan menyakiti perasaannya.
Keenan berusaha melawan namun banyak sekali orang yang harus ia lawan.
Sera melihat kepergian ayah dari anaknya itu.
Ketakutan Sera menjadi jadi, pak Jenay yang ketakutan menyuruh Sera untuk pergi ke rumah anak seorang temannya. Pak jenay merasa di sana aman.
6 bulan berlalu. Mereka hilang kontak tanpa kabar, sementara Marwah pindah kerja ke kota lain. Dan pak Jenay pergi ke rumah saudara nya.
Sera pulang dijemput Haikal juga Serkan yang ia gendong di pangkuannya.
Lelaki berumur 30 tahun itu amat perhatian pada Sera yang di titip kan pak Jenay padany.
Haikal selalu menyunggingkan senyumnya setiap kali gadis itu didepannya.
Perjalanan mereka pulang diselingi canda tawa, Haikal selalu membawa suasana menjadi riang, Sera ikut tersenyum setiap kali ia melontarkan candaannya.
Sedangkan Keenan mengendarai kendaraannya dan langsung pulang ke hotel ucapan Ayahnya membuat mood nya sangat rusak. Terus seperti itu selama 6 bulan dia memisahkannya dengan Sera dan anaknya.
Hari terus berganti semua aktivitas berjalan seperti biasa, dan hari libur pun tiba. Sera membantu Mbok membereskan seisi rumah, Haikal ia mendapati Sera yang kesana kemari membantu si Mbok. "Ser, istirahat tidak usah bebenah!" Ucap Haikal.
"Tidak apa-apa aku juga sudah biasa kok di rumah, kalau hari libur Akau akan berbenah,"
Haikal membiarkan gadis itu mengerjakan sesuka hatinya, toh hati sang pemilik rumah juga ikut riang gembira.
Setelah semua pekerjaan selesai, Sera mengambil ponselnya yang sedari tadi bergetar menerima pesan masuk, pesan dari nomor tidak di kenal. Sera langsung menelpon nya kembali, karena ia merasa bersalah begitu melihat puluhan panggilan tidak terjawab itu.
"Hallo," Sera membuka percakapan.
"Kenapa lama sekali!" Keenan langsung menyerobot dari balik telpon itu.
"Siapa ini?" tanya Sera.
"Keenan, kamu dimana! Aku kabur dari Ayahku."
Setelah 6 bulan ini kali pertama Sera mendengar suara Keenan dan membuatnya gugup.
"Maaf aku selesai berbenah!" Jawab Sera.
"Kamu dimana, maafkan aku! Sungguh maafkan aku." Terdengar tangis dari balik telepon itu.
Sera gugup dan senang, dia menyebutkan alamat rumah Haikal.
Dua jam berlalu.
"Aku dari tadi muter-muter di komplek yang kamu sebutkan, kamu tinggal dimana? aku mau mampir!" Keenan menelpon lagi.
"Di rumah!"
Perasaan Sera tidak enak karena pasti Keenan akan berpikir macam-macam.Jika dia tahu dimana ia tinggal.
"Kenapa memang, tidak boleh, aku merindukanmu juga Serkan?" tanya Keenan lagi.
Sera juga merindukan nya.
Tidak ingin Keenan kembali marah, Sera pun menyebutkan alamat rumah Haikal Tidak lama kemudian suara klakson terdengar dari depan gerbang, sekurity yang berjaga sudah lebih dulu keluar dan menanya.
Sera sudah berjalan keluar dan melihat mobil Keenan terparkir.
Sebelum menemui Keenan, Sera sudah bicara pada Haikal bahwa akan ada yang mampir hari ini ke kediamannya, Haikal pun mengiyakan. "Hei!" Kata Sera.
Keenan turun dari mobilnya dan menghampiri perempuan itu, gadis itu mengajak Keenan masuk dan duduk di ruang tamu. "Kamu tinggal disini? apakah tidak mahal?" tanya Keenan melihat pasilitas yang sangat mempuni.
"Pemiliknya teman SMA ku dulu, dan dia baik. Ayahku yang menyuruh!"
Tidak lama kemudian Haikal turun dari lantai dua, matanya langsung tertuju pada Keenan yang sedang bercengkrama dengan Sera. "Keenan?"
Keenan menengok ke arah sumber suara, "Kamu!" Raut wajah Haikal berubah.
Raut wajah keduanya berubah.
"Sedang apa kamu disini?" tanya Keenan kembali.
Keenan menatap Sera dan Haikal bergantian! "Apa dia pemilik rumah ini Sera?" Keenan langsung to the point.
"Iya, maaf sebelumnya aku tidak bilang kalau temanku laki-laki, tapi aku juga bersama Serkan, dia tahu aku sudah punya anak , ayah juga percaya padanya." Sera berpikir bahwa Keenan meninggikan suaranya karena kaget pemilik rumahnya laki-laki.
"Berhenti hadir di hadapanku lagi, sudah ku bilang aku membencimu!" Keenankini menunjuk wajah Haikal.
Sera melirik kedua laki-laki didepannya bergantian.
"Kak, aku tidak bermaksud seperti itu!" Jawab Haikal.
Sera kini mengerti dan hampir saja matanya melonjak dari tempatnya, Sera sadar Haikal adalah adik Keenan yang pernah diceritakan.
"Sera, keluar sekarang dari sini, aku ingin kamu tinggal di rumahku!" Ajak Keenan dengan nada emosi.
"Tidak, kamu tahu bagaimana situasi kita kan!"
"Tapi kamu dan anakku harus tinggal denganku aku akan mengurus nya!"
Sera terdiam.
"Ser, apakah kamu menolak tinggal denganku karena dia?dia orang lain dan tetap laki-laki!" Sera semakin kuat dalam penekanan kata-kata nya.
"Kamu begini karena emosi, aku yakin kamu akan baik-baik saja nanti." jawab Sera.
Keenan geram melihat Sera ia menatap wajahnya lekat-lekat. "Aku sudah bilang, aku benci semua orang berurusan dengan dia, kamu tahu kan!" Keenan menatap mata Sera, begitupun gadis itu.
Tidak ada replek balasan dari Sera.
Dia kecewa dan membalikan tubuhnya keluar dari rumah itu, emosinya membuatnya kalap.
Laki-laki yang biasanya berwibawa itu, kini pergi dengan uring-uringan dan menginjak pedal gas mobil yang dikendarai nya dengan kuat.
Sera hanya tertegun tidak menyangka kenyataan didepannya, ia benar-benar tidak bisa membela salah satu dari mereka tentang masalah yang mungkin susah diterima dua laki-laki itu.
"Ser?" Haikal menegur Sera yang melamun diatas kursi.
"Apa kamu sudah tahu, dia adalah ayah serkan?" tanya Sera membuka mulutnya perlahan.
Haikal ikut duduk di depan Sera, ia berusaha mengatakan sesuatu. "Maafkan aku Kan, seharusnya aku memberi tahu mu," jawab Haikal.
Sera tertegun, tidak bisa menyalahkan Haikal karena mungkin alasan pribadinya.
"Apa kamu memang menyukai Keenan?" Haikal kembali bertanya.
Sera melirik wajah yang menatapnya, dan mengangguk pelan-pelan.
Haikal langsung menyandarkan tubuhnya di kursi, ia menggigit bibir bawahnya, perasaannya seperti menabuh sesuatu, seperti luka yang tiba-tiba tersiram air garam, perih namun laki-laki itu hanya menahannya.
Sera memikirkan Haikal sedari tadi ia memanggil ponsel lelaki yang baru di temuinya itu namun tidak tersambung.
Keenan sudah pasti marah karenanya tidak mengambil keputusan yang diinginkannya.
Wajah Haikal terus terngiang di ingatannya, wajah yang sama dimana Ayah nya dulu membawa anak itu, dan membuat ibunya jatuh sakit dan meninggal.
Keenan benar-benar mengemudi dengan kencang, ia tidak memperlihatkan rambu lalu lintas dari kejauhan. Dari sisi kanan ada beberapa orang yang akan menyebrang, ia menyadarinya ketika sudah sangat dekat, matanya membelalak ia kaget dan membanting setirnya lalu menginjak rem nya dengan kuat, sehingga mobilnya terbanting dan berguling berkali-kali.
Mata nya berkunang-kunang dan samar, tampak selintas sepasang sepatu mendekat padanya, berlari dan semakin dekat lalu pingsan.
senyuman ibunya terlintas di suasana mimpi yang serba putih.
"Mama!" Panggil Keenan lirih.
"Sayang, anak Mama!" Seorang wanita paruh baya yang cantik, tubuhnya dikelilingi cahaya terang.
"Jangan tinggalin Keena, Mama kenapa pergi lebih dulu,"
Namun wanita paruh baya itu hanya tersenyum, tak mengucapkan sepatah katapun.
Keesokan harinya, ia gelisah karena tidak mendapat jawaban dari ponsel Keenan.
Untuk setelah lama Sera pergi ke hotel milik Keenan.
Baru saja kakinya melangkah beberapa langkah di area lobby, semua orang sedang berkumpul dan menatap nya. Sera merasa mereka sedang membicarakan nya.
Gadis itu kemudian melirik jam tangannya, itu sudah waktunya Keenan datang, ia memelankan langkahnya berharap ia akan segera tiba agar semua orang diam seperti biasa. Dia juga bingung karena meninggalkan Serkan dengan pembantu Haikal.
Sampai akhirnya sebuah suara membuatnya berbalik cepat, namun bukan Keennyang memanggilnya. "Sera!" David menyapa setelah sekian lama.
"David, bagaimana kabar mu?"
"Aku baik bagaimana kabarmu dan kakakmu?"
David bertanya setelah ia sudah tidak berhubungan lagi dengan Marwah.
"Kakak di Jogja, aku baik."
"Kamu mau ketemu siapa?"
"Keenan, kemarin dia datang menemui ku."
"Dia di rumah sakit sekarang Ser!"
"Rumah Sakit? kenapa begitu Dav?" jawab Sera bingung.
"Dia di Rumah Sakit, kritis! ?" David menjelaskan dengan sedikit kebingungan.
Sera membelalakkan matanya, "Keenan? Rumah Sakit? kapan ?" Sera langsung replek dengan suara keras. Kata-katanya campur aduk.
"Kemarin, kecelakaan di perempatan mall yang baru jadi itu," David menjawab terbata-bata.
Sera melepaskan cengkraman nya di lengan David ia melangkahkan kakinya tergopoh-gopoh berusaha menahan dirinya yang hampir lemas dan ambruk.