Chereads / FOREIGN MAN / Chapter 13 - SERA CRYING

Chapter 13 - SERA CRYING

"Apa kah kita pernah bertemu?" Pertanyaan itu membuat Sera bahkan tidak berkedip, sembari memegangi perutnya yang mulai membesar itu.

"Tentu, kamu Ayah dari bayi yang aku kandung!" Batin Sera, ia bahkan kini tak kuat menatap mata Keenan yang berada tidak jauh dari wajahnya.

"Hei?" suara Keenan membangunkan lamunan Sera.

Tidak lama sebuah mobil sport berhenti di depan rumah sakit. Sera diminta masuk oleh Keenan ia tetap memaksanya untuk di antarkan pulang.

Diperjalanan Sera melihat gantungan di kaca mobil Keenan. Tampak tidak asing walau di lilit beberapa kali. Ya, itu adalah liontin yang dia cari selama ini. Mengapa ada di mobil Keenan. "Apa ini?" tanya Sera.

"Liontin seseorang yang aku cari!" jawab Keenan.

"Mengapa kamu menyimpan nya disini?"

"Barangkali aku bertemu dengannya di jalan,"

"Apa kamu akan mengenalinya?"

"Mungkin iya atau tidak! Aku juga sudah lupa wajahnya. Foto didalamnya tidak terlalu jelas."

"Ah begitu." lirih Sera kemudian. Ia merasa deg-degan. Ingin rasanya mengambil liontin itu karena pemberian almarhum ibunya.

Mereka tiba di depan rumah Sera. Suara mesin mobil yang halus membuat beberapa orang melirik ke arah rumah pak Jenay.

Sera keluar dari sana, di bantu Keenan mengeluarkan barang belanjaan nya. "Tidak apa-apa aku bisa sendiri!" ucap Sera.

"Neng Sera? kamu sedang hamil?" tanya ibu-ibu yang sedang lewat di depan rumahnya dan melihat Sera.

Tubuh Sera langsung mematung, keringat dingin bercucuran dari keningnya.

Keenan mengernyitkan dahinya.

"Kapan nikahnya ko ibu enggak tau, suaminya yang mana?" timpal ibu lainnya.

Sera menutupi perutnya dengan paper bag yang dibawanya. Pak Jenay keluar dari rumah begitu mendengar suara berisik, diikuti Marwah.

"Ada apa ini?" ucap pak Jenay.

"Pak Jenay kenapa gak kabar-kabar kalau anak bungsunya sudah menikah, sudah hamil pula!"

Pak Jenay langsung terdiam begitu melihat Sera hampir menangis. Ia tidak bisa menjawab apapun. Melihat itu, para tetangganya langsung berasumsi jelek dan pergi.

"Ayah maafkan Sera!" ucap Sera begitu ibu-ibu itu pergi.

"Sudahlah, lagi pula mereka akan tau begitu anak ini lahir!" Jawab pak Jenay.

Keenan mengerti yang terjadi, ia merasa bersalah berada di posisi ini.

"Pak Keenan?" tanya Marwah.

"Kamu, anak Apoteker di Lobby kan?"

"Betul Pak, ada perlu apa bapak kesini?"

"Saya mengantarkan Sera, tadi dia pingsan."

"Pingsan? kamu enggak apa-apa Dek?" Marwah panik dan langsung bertanya pada adiknya itu.

"Keenan sebaiknya kamu pergi sekarang! Aku mohon." ucap Sera dengan nada tinggi. Keenan hampir bingung di buat gadis itu.

Namun Keenan berpikir mungkin Sera malu karenanya, jadi ia memilih pulang saja setelah berpamitan dengan pak Jenay dan Marwah. Sementara Sera langsung masuk ke kamarnya di ikuti Marwah.

"Dek, kamu kenapa begitu? dia bos Kakak, dia kan yang udah nolongin kamu." Ucap Marwah.

"Kakak, aku mengecewakan Ayah! Kini dia akan malu setiap pergi keluar rumah."

"Lalu apa yang kamu lakukan pada pak Keenan? dia tidak tau apa-apa."

"Jika bukan karena dia, aku tidak akan mempermalukan Ayah." Sera kini berteriak.

Wajah Marwah menatap bingung. "Dek? apa dia lelaki itu?" tanya nya.

Sera mengangguk pasti diikuti linangan air mata.

Marwah mengatupkan bibirnya. "Minta pertanggungjawaban dia sekarang, dia berhak melakukan itu!" Marwah kini memegang kedua lengan Adiknya.

"Kak, dia orang kaya aku bahkan tidak tau bahwa dia adalah pemilik hotel Menches di Turki. Aku mengira dia juga traveler seperti diriku."

"Lalu apa hubungannya? apa kamu tetap ingin anak ini lahir tanpa Ayahnya?"

Sera mengeluarkan liontin dari saku jaketnya. "Liontin ini aku ambil dari mobil Keenan tadi, dia bahkan tidak mengenaliku Kak. Aku rasa dia memang sering bergonta-ganti pasangan."

Marwah mengernyitkan keningnya. Ia hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya.

Keesokan harinya Keenan baru menyadari bahwa liontin yang ia gantungkan di dalam mobilnya hilang. Ia berteriak pada David karena hanya pria itu yang boleh menyentuh mobilnya. "David cepat kemari!" Teriak Keenan, bahkan membuat para staff yang sedang membersihkan hotel menengok ke arahnya.

"Kenapa?"

"Liontin ku, kemana?"

David bingung dan segera membungkuk untuk melihat ke dalam mobil. "Aku rasa kemarin pagi masih ada."

"Aku juga ingat memang masih ada, bahkan ketika aku mengantarkan perempuan itu, setelah itu aku tidak ingat."

David pun kebingungan.

"Aku tidak mau tau, kamu harus mencarinya!" Keenan marah dan membanting pintu mobil.

Lagi-lagi David dibuat kesal oleh kelakuan teman sekaligus bosnya itu.

Marwah baru saja datang dan dan melirik David yang sedang prustasi di depan Lobby.

Tatapan David begitu tajam pada Marwah. Bahkan arah matanya mengikuti langkah Marwah, membuat gadis itu bergidik.

David langsung berlari ke arahnya, ia memegang tangan Marwah yang membuat gadis itu hampir terjatuh karena memakai sepatu ber hak tinggi. "Aw, apa yang kamu lakukan!" teriak Marwah.

"Kalung itu, itu milik pak Keenan!" David menunjuk kalung yang dipakai Marwah.

Marwah tertawa mengejek. "Apa maksudmu? ini kalungku."

"Cepat lepaskan, kamu mengambilnya bukan, dari mobil Pak Keenan?" kini David memfitnah Marwah yang langsung membuat rekan-rekan nya melihat gadis itu.

Keenan yang mendengar keributan langsung keluar dari ruangannya. "Ada apa ini?" tanya nya.

"Lihat bukankah itu kalungnya!" ucap David menunjuk leher Marwah.

Keenan mengikuti arah telunjuk David. Liontin yang sama seperti di carinya melingkar di leher Marwah. "Maaf, bolehkah aku melihat nya sebentar?" ucap Keenan lembut.

Marwah tidak menjawab, namun ia membuka kalung itu dari lehernya, dan memberikannya pada Keenan.

Bentuknya memang sama, tapi Keenan bisa tau itu bukan liontin yang di carinya. Karena terdapat hirup M di pengaitnya. Sedangkan liontin miliknya terdapat hirup S. "Ah, ini bukan liontin ku, terimakasih Marwah!"

Marwah mengambil kembali kalungnya, dan langsung menatap David dengan tajam. Ia meninggalkan mereka dengan kaki yang terjulur karena di tarik oleh David.

"Benarkah itu bukan kalungnya?" tanya David.

"Benar, aku sudah hapal kalung itu, obati kakinya terluka karena mu kan?" lirih Keenan di telinga temannya itu.

David merasa bersalah begitu melihat Marwah berjalan dengan pelan karena kakinya sakit.

Jam istirahat David menghampiri Marwah. Ia membawakan makanan untuk gadis itu. "Ini untukmu makan siang, maaf karena kejadian tadi!" ucapnya tanpa melihat ke arah Marwah.

"Tidak apa-apa, kamu memang ceroboh di segala kesempatan!" Jawab Marwah, membuat ingatan David terbang kembali ke saat ia menumpahkan kopi di baju Marwah.

"Ah, benar juga. Aku minta maaf atas semuanya, selama ini aku belum minta maaf dengan baik."

"Aku maafkan!" jawab Marwah.

David mengangkat wajahnya, ia melihat Marwah yang sedang menulis di buku jurnalnya. Ia bertanya-tanya mengapa gadis itu mudah sekali memaafkan.

"Tapi aku benar-benar tidak bisa membedakan liontin yang kamu pakai dengan liontin milik pak Keenan!" Ucap David lagi.

Marwah menghentikan menulisnya, karena perasaannya tidak karuan ketika David mengatakan itu.