Perjalanan Turki ke Indonesia menghabiskan waktu 12 jam. Kabin first class yang di naiki Keenan cukup membuatnya tidur nyaman.
Mereka tiba hampir pagi di Indonesia dan segera menaiki taksi sampai di hotel. David yang tidak bisa tidur ketika di pesawat, bahkan terlihat terkantuk-kantuk ketika berjalan memasuki lobby hotel. "Cepat masuk kamarmu, aku tau kau tidak tidur ketika naik pesawat!" ucap Keenan.
"Ah, benar aku sangat lemah bos!'' jawab David dengan mata yang sudah sayu.
Keenan menggelengkan kepalanya. Ia tahu betul bahwa David tidak pernah tidur ketika di pesawat walau mereka bisa saja terbang lebih dari 12 jam, hal itu karena ia merasa takut saat pesawat bergoyang ketika menabrak awan.
Di Rumah Sakit pak Jenay menghampiri Sera yang sudah siuman. "Ayah, maafkan Sera," lirih Sera yang langsung berderai air mata.
"Apa yang kamu lakukan, kamu tahu ini dosa besar!" ucap pak Jenay.
"Aku takut akan memberikan malu lebih besar pada Ayah!"
"Ayah jelas kecewa, bagaimana tidak! Namun bunuh diri bukanlah jalan pintas, itu hanya jalan keluar untuk masalah yang sementara, kamu bahkan belum bertobat untuk itu."
"Apa yang harus Sera lakukan Ayah?" tangis gadis itu kembali dengan suara lebih keras.
Marwah menahan suara tangisan nya karena tidak tega akan apa yang terjadi dengan Adiknya.
Tiba-tiba ponsel Marwah berdering. Ia kemudian mengangkat nya, sembari berjalan keluar. Tidak lama ia segera kembali kedalam.
"Ayah, Marwah di telpon untuk mengikuti pelatihan khusus apoteker di hotel The Jean, bolehkah aku pergi? tapi jika ayah tidak mengizinkan aku akan tinggal disini dan meminta izin!" tanya Marwah pada Ayahnya.
"Pergilah Nak, jangan sampai tidak ikut ini kesempatan bagus untukmu!" jawab pak Jenay.
Marwah mengangguk dan memegang tangan Sera sebelum ia pergi, dan berjanji segera pulang jika acaranya sudah selesai.
Tepat pukul 10 Marwah tiba di hotel Jean, hotel dengan interior yang mengusung gaya modern itu dibangun di tengah kota. Kabarnya satu malam di hotel itu merogoh kocek hampir seperti UMR Jakarta. Memang sepadan dengan pasilitas yang akan diterimanya, wajar saja! Hanya orang yang lahir dengan sendok perak lah yang biasa menyewa tempat itu.
Marwah langsung menuju aula hotel dimana acara itu berlangsung. Meja atas namanya dan team nya sudah di siapkan.
Tidak lama seorang lelaki dengan jas mewah berwarna biru gelap dengan jaitan super indah melenggangkan kakinya menaiki podium, ditemani seseorang yang juga mengenakan pakaian sama namun berwarna hitam.
"Kita sambut CEO Jean group, Keenan Jean!' ucap pembawa acara yang langsung diberi tepuk tangan oleh semua yang hadir.
"Wah, tampan sekali! Sepertinya bukan orang kita," ucap teman Marwah yang berdiri di sampingnya, sesama Apoteker.
"Kenapa kamu bilang begitu, apakah orang kita tidak ada yang tampan?" tanya Marwah dengan suara kecil.
"Bukan begitu, maksudku wajahnya seperti bule, matanya juga berwarna sangat coklat!"
Marwah hanya menggeleng, karena ia tahu temannya itu begitu mudah menyukai lelaki tampan siapapun itu walau yang baru dikenalnya.
"Selamat siang semuanya!" sapa Keenan. Dijawab dengan riang oleh semua orang, tak percaya dia menyapa dengan bahasa Indonesia.
"Aku belajar cukup keras bahasa kalian, dan aku senang negara kita sama-sama mayoritas ramah," lanjut Keenan, dan membuat semua orang tersenyum.
"Saya ingin menyampaikan tujuan saya di Indonesia, ini kali pertama saya datang kesini dan ingin mengembangkan Jean hotel yang baru dibangun ini!" ucap Keenan.
Semua orang mengira CEO Jean group adalah lelaki paruh baya, namun begitu melihat Keenan, semua orang tertampar dengan visualnya.
"Biasanya saya akan mengadakan pesta dengan menyuguhkan minuman, alkohol atau semacamnya jika membuka hotel di daerah Eropa! Karena saya membuka hotel baru di daerah Asia dengan mayoritas penduduk yang ramah ini, saya ingin mencoba gaya baru! Dan mengusulkan pembukaan dengan mengadakan konsultasi kesehatan, maka dari itu saya mengundang Dokter dan para Apoteker untuk membantu menyukseskan acara ini, target pasar saya bukan hanya kalangan pebisnis, tetapi para lansia atau paruh baya yang menginginkan liburan aman, nyaman serta tetap sehat ketika berada di hotel kami! Maka dari itu, saya meminta bantuan dari kalian semua. Terimakasih!" tutup Keenan di akhir pidatonya.
Semua tamu yang hadir mengangguk pertanda menyetujui ide cemerlang Keenan. David yang melihat bos nya itu tampak sangat bangga, ia bahkan tidak tau kapan Keenan menyiapkan presentasi itu.
Rupanya seseorang dibalik podium sedang memperhatikan gerak-gerik Keenan, dan melaporkan nya pada pak Furkan, dan dengan bangga Ayahnya itu tertawa terbahak-bahak mendengar ide dari putranya yang cerdas. "Keenan, kamu memang sering membuat Ayah kaget atas gebrakan-gebrakan mu!" ucap pak Furkan, setelah menerima telepon dari orang yang ia tugaskan untuk memata-matai Keenan.
"Jadi apakah kita akan membuat apotek di hotel besar ini?" tanya teman Marwah.
"Entahlah, aku juga belum mendengar nya. Ini baru kali pertama aku mendengar hotel dengan pasilitas Dokter dan Apotek!" jawab Marwah.
Acara itu di jamu dengan makanan khas Indonesia dan Turki, tidak lupa kebab yang langsung di masak oleh chef Turki nya langsung.
Marwah melihat jam yang sudah menunjukan pukul 1 siang, ia pamit duluan pada rekan kerjanya jika memang sudah tidak ada acara. Baru saja ia akan keluar dari Aula itu, ia tertabrak oleh seorang pria yang sedang membawa es kopi dengan cup merk terkenal. Baju gadis itu basah dan mengalir membasahi bagian tubuhnya.
"AW!" Marwah bereaksi begitu merasakan dingin di kulitnya.
"Astaga, im sorry, maafkan aku!" ucapnya belepotan.
Lelaki dengan wajah bule itu menatap Marwah dengan rasa bersalah.
"Ah, tidak apa-apa saya juga mau pulang!" jawab Marwah dengan wajah datar.
"Hei, aku akan mengganti bajumu! Apa kita akan membeli ke mall depan?" tawarnya.
"Tidak usah, saya buru-buru." jawab Marwah lagi.
"Okay, jika kamu berubah pikiran kamu harus menghubungi saya, saya tidak ingin memiliki hutang apapun,"
"Aku harus pergi, anggap saja tidak terjadi apa-apa!" Marwah kini terlihat kesal.
Tiba-tiba lelaki itu mengambil buku yang dibawa Marwah dan merogoh kantong celana nya mengeluarkan pulpen. "Ini nomorku, namaku David! Kamu boleh menghubungi ku jika ingin ku ganti bajumu." David berbicara dengan nada yang tegas, kini bahkan wajahnya tidak ramah.
Marwah yang malah kesal melihat itu, padahal ia sudah mengatakan semuanya baik-baik saja. Ia mengambil buku dari tangan David. "Siapa namamu?" tanya Marwah.
"David!"
"Dari mana asal mu?"
"Turki, İstanbul!"
Mendengar itu tiba-tiba wajah Marwah bereaksi, "Turki? Istanbul?" Marwah menirukan ucapan David, yang di angguki lelaki itu.
"Yes!" jawabnya.
"Lupakan, aku tidak akan pernah menghubungi mu! Aku sudah mengatakan semua baik-baik saja, jadi kamu bisa memegang kata-kata ku!" kini suara Marwah berubah menjadi tegas seperti marah, membuat David menatapnya.
Marwah kemudian mendelikan matanya dan pergi meninggalkan David. Mendengar nama asal lelaki itu membuatnya teringat Sera. Lagi-lagi air matanya berderai karena merasa sakit akan apa yang menimpa Adiknya.