Marwah datang dari sepulang bekerja, ia sangat kaget melihat Ayahnya tergeletak di bawah kursi. "Ayah, ayah kenapa?" Marwah langsung menghampiri sang Ayah.
Pak Jenay tampak menggelengkan kepalanya, air mata terlihat mengalir di ujung kelopak mata. Marwah berusaha membantu Ayahnya untuk duduk di kursi dan memberinya minum.
"Kenapa Marwah? mengapa Sera bisa hamil?" lirihnya.
Ucapan pak Jenay sontak membuat Marwah juga menitikan air mata. Pak Jenay melirik anak sulungnya itu. "Apa kamu mengetahuinya?" tanya pak Jenay.
Marwah malah menangis sesenggukan, niatnya menguatkan sang Ayah malah membuatnya lebih terpuruk.
"Kapan Ayah tau?'' tanya Marwah.
Pak Jenay menjelaskan dengan detail awal kecurigaan nya setelah mendengar ucapan si tukang urut. Diyakinkan oleh seorang bidan dari desa tetangga.
Melihat Marwah yang malah menangis, membuat pak Jenay yakin bahwa putrinya benar-benar hamil. "Marwah, apa kamu tahu Nak? bahwa Sera hamil?" lirih pak Jenay.
"Maafkan aku Ayah! Aku juga baru tau kemarin." jawab Marwah pada Ayahnya.
"Astagfirulloh! Apa salah Ayah mendidik putri Ayah, bagaimana bisa Sera seperti itu!"
Pak Jenay tiba-tiba berjalan walau dengan air mata mengalir! Ia masuk ke kamar Sera yang membuat gadis itu kaget karena gebrakannya. Melihat sang Ayah menangis, ia juga kaget. "Ayah kenapa?" gadis bungsunya itu panik.
"Sera, anak siapa yang kamu kandung itu?" suara pak Jenay terdengar menggelegar di telinga Sera. Ia tak menyangka Ayahnya tau secepat itu.
"Ayah apa maksud Ayah?" Sera berniat menyangkal.
"Tukang urut, dan bidan sudah mengatakan kamu hamil! Jangan tambah dosa mu dengan berbohong lagi kepadaku!"
Sera turun dari ranjangnya, ia bersimpuh di depan kaki Ayahnya. Memohon maaf dengan derai air mata, ucapannya tampak takut terbata-bata.
"Maafkan Sera Ayah! Sera tidak tau," jawab Sera kemudian.
"Bagaimana bisa kamu tidak tahu Sera, jangan mempermainkan Ayah lagi! Kamu seperti memberi penghinaan pada Ayah karena gagal mendidik mu."
Jawaban pak Jenay sontak menampar relung hati Sera.
"Ayah Sera mohon, maafkan Sera! Tapi aku benar-benar tidak tahu."
Pak Jenay yang tampak sudah bingung dan emosi menguasainya. Akhirnya ia tumbang dan terduduk di ujung ranjang Sera, ia meremas ujung kasur putri bungsu nya itu. Sera masih bersimpuh di depan lututnya.
"Apakah dia anak pacarmu yang di luar negeri itu?" tanya pak Jenay setelah beberapa saat, suaranya lebih sedikit lemah.
"Tidak Ayah bukan!" jawab Sera, kini ia menyentuh lutut Ayahnya sembari menangis.
"Kenapa? apa karena dia sudah berkeluarga jadi kamu tidak mau mengakuinya?"
"Tidak Ayah! Aku bahkan belum pernah bersentuhan dengannya. Itu terjadi begitu saja, Sera juga tidak ingat betul. Dia laki-laki yang tidak Sera kenal baik. Kami hanya bertemu di hotel ketika Sera tinggal disana!" Sera mengucapkan alasan sebenarnya, wajahnya langsung ia tundukan.
Pak hebat yang kepalang kecewa langsung berdiri. Plak suara tamparan melesat di pipi bungsunya, gadis yang bahkan tidak pernah kena marah itu! Kini benar-benar di tampar karena kelakuannya.
"Kamu memberikan kehormatan mu, pada laki-laki yang tidak kamu kenal. Apa salah Ayah membesarkan mu? apa karena kamu selalu menuntut seorang ibu pada Ayah?" ucap pak Jenay, membuat Sera yang memegang pipinya itu kini menatap sang Ayah.
"Tidak Ayah! Sera bahagia dibesarkan oleh Ayah, maafkan Sera!" gadis itu menggosok-gosok tangannya bersimpuh didepan Ayahnya yang kini berdiri.
"Aku yang tidak bahagia, mengetahui gagal membesarkan putriku," menampar Sera membuatnya merasa bersalah, akhirnya pak Jenay berjalan keluar dari sana.
Pak Jenay menangis dan memasuki kamarnya, kini ada lubang kesakitan di dadanya. Marwah tampak melihat sang Ayah yang pergi melewatinya.
Sera menangis dengan suara yang kencang, gadis itu seperti kehilangan akal sehatnya.
Keenan berkeliling di wilayah hotelnya, ia sangat antusias dalam menaikan review terbaik di hotel kelas atas yang kini di warisinya itu.
Keenan selalu mencuri-curi kesempatan untuk bersenang-senang bersama wanita-wanita cantik yang memiliki tubuh aduhai. Sorot mata dan baju yang ia pakai bisa memikat siapapun wanita yang melihatnya. Sehingga dia menjadi tamu paling VVIP di tempat gemerlap itu. Ia tak segan menghabiskan banyak uang hanya untuk menyewa sebuah ruangan yang dipenuhi gadis yang akan menemaninya.
"Tuan, apa tidak sayang uangnya? Tuan hanya minum dan duduk saja bersama wanita-wanita itu?" David yang selalu mengikuti Bos nya itu, berbisik di telinganya.
"Jika tidak begini, para pesaing bisnisku akan mengira aku sangat bersih dan tidak mampu bersaing! Agar mereka selalu mengira aku memiliki kelemahan, dan itu potensi ku menaikan sumber daya hotel dengan servis terbaik!" jawab Keenan.
David menggelengkan kepalanya, ia tak menyangka otak bos nya bisa se pintar ini.
Seorang wanita mendekati David, ia menyentuh paha laki-laki itu. David berdiri sembari memegang anggur hijau sembari berteriak kaget, namun bukan hanya dia! Wanita di depannya pun lebih kaget, sampai ia memegang area bagian dadanya yang terbuka.
"Walaupun kamu seksi, dan memiliki sesuatu yang buka indah! Aku tetap menyukai anggur-anggur hijau ini," sorot mata David menoleh ke arah dada wanita itu, ketika menyamakan nya dengan anggur yang dia pegang.
David hanya tersenyum simpul melihat karyawan nya seperti itu. Ia malah senang dengan wanita-wanita yang tak malu menyentuh bagian-bagian dadanya, walau masih tertutup kemeja putih.
Para perempuan penghibur itu benar-benar berlomba-lomba ingin mendapatkan Keenan, sang pebisnis muda kaya raya. Namun tidak ada satupun dari mereka yang berhasil menghabiskan malam dengannya.
Sehingga itulah yang ia jadikan senjata, para pesaing bisnisnya bahkan tidak menemukan kelemahan Keenan.
Keesokan harinya Keenan pergi ke ruangan Ayahnya, setelah mendapat info dari David bahwa ia dipanggil.
Keenan melangkahkan kakinya, begitu ia membuka pintu. Ayah nya sudah duduk di meja kerja, dengan nama lengkapnya di atas meja itu CEO Furkan Jean. Nama nya yang terlihat seperti gabungan Turki dan Inggris ini memanglah nama keluarga yang juga dimiliki Keenan. Nenek nya berasal dari Turki dan kakek nya yang berasal dari Amerika menjadikan wajah Keenan sebagai pemuda tampan karena keturunan itu.
"Kenapa Ayah memanggilku?" tanya Keenan! Hanya sedikit sopan santun saja ia langsung duduk didepan meja Ayahnya.
"Ayah baru memberikan hotel ini padamu! Jika ayah sudah percaya baru akan Ayah serahkan semua properti untuk kamu tanggung jawabi."
"Apa ayah tidak percaya padaku? aku selalu mengikuti trik dan kemauan Ayah! Aku bekerja bagai kuda bahkan aku pergi ke Amerika saat aku tidak mau," jawab Keenan tak terima, Ayahnya masih tak mempercayai dia."
"Bukankah disana kamu hanya bersenang-senang dengan wanita?"
"Bukankah itu Ayah turunkan padaku, sebagai seorang pebisnis yang menyukai banyak perempuan penghibur?" balas Keenan dengan menaikan alisnya.
"Cukup, tidak akan habis percakapan kita disini! Pergilah ke Indonesia dan jalankan cabang baru hotel kita, jika kamu berhasil menjalankan hotel itu! Maka ayah akan berikan semua bisnis ayah padamu!''
Keenan mendekatkan wajahnya pada sang Ayah. Membuat pak Furkan ngeri melihat tingkah putranya. "Kenapa? apa kamu tidak mau?" tanya pak Furkan.
Keenan menyeringai. "Tentu saja aku ambil, aku akan dengan cepat memiliki semua bisnismu bukan!" Keenan menyeringai seperti wajah mafia yang siap menerkam musuhnya.
Ia merasa itu akan mudah, marketing dan ilmu perhotelan yang ia kuasai memang mampu di acungi jempol.
Keenan berdiri sembari berjingkrak-jingkrak ria keluar dari ruangan Ayahnya.
"Anak itu sudah besar sekali!" lirih pak Furkan melihat putranya itu keluar.
Marwah memasuki kamar Sera. "Aku tidak tega melihat Ayah sangat terluka. Kamu tahu betul See, kamulah yang sangat di sayangi olehnya semenjak kepergian Mama!" lirih Marwah.
Sera semakin menjadi dengan tangisannya. Kemudian merengkuh lututnya dan membenamkan wajahnya disana.
Suasana rumah pak Jenay tampak sunyi, bahkan tidak ada suara dari mulut siapapun penghuni rumah itu. Sampai akhirnya Marwah memanggil Sera untuk makan, namun adiknya tidak menyahut sama sekali.
Kemudian ia mencarinya ke kamar, tidak ada Sera juga disana. Ia pergi ke kamar mandi, di dorongnya handle pintu kamar mandi. Seketika teriakan langsung memenuhi rumah itu. "Seraaaaaa!" teriak Marwah panjang.