Senja mulai bertanya tanya mengapa Langit terus saja membantai siapapun yg mendekatinya. Apakah Langit menyukainya? Senja mulai senyum senyum sendiri membayangkan hal tersebut. Tentu saja ia mau jika Langit memintanya untuk menjadi kekasihnya, apalagi Langit jago Balapan persis seperti apa yg Senja harapkan. Apa tadi? Balapan? Hampir saja Senja melupakannya.
Kring kring Bel masuk pun berbunyi membuat seluruh siswa meninggalkan kantin. Senja yg berkutat dengan fikirannya disadarkan oleh Deyana yang entah dari mana sejak tadi
"Senjaaaaaa."
"Eh apa?"
"Gue denger Langit mukulin Rio?"
Senja tak menjawab pertanyaan Deyana. Ia masih memikirkan tentang geng Langit dan balapan yg mereka lakukan semalam.
"Senja bego" Deyana menoyor kepala Senja
"Apa apaansi lo Dey" Senja memegangi Kepalanya yang sedikit sakit akibat ulah Deyana.
"Lo belum jawab pertanyaan gue egeb"
"Oh iya. Apa tadi?"
"Lah aneh banget lu. Padalan telinga lu masih disini tapi lu bisa ga denger" Deyana memegangi telinga Senja
"Apaan dah? Udah bel ni yuk masuk"
"Ayok dah"
Mereka berdua berjalan menyusuri koridor. Kali ini mereka berdua sama sama diam. Deyana yg melihat keanehan dalam diri Senja Dan Senja yg sibuk akan pikirannya tentang balapan malam itu.
"Senja. Kenapa si lo gilak bengong" lagi lagi Deyana membuyarkan lamunan Senja.
"Nanti gue ceritain deh Dey. Kita buru masuk dulu sebelum bu Dian masuk kelas."
"Eh iya deh astaga entar nilai kita ga dikeluarin lagi"
****
Kring kring Bel pulang berbunyi. Lagi lagi seluruh murid bersorak. Sama seperti yg lain Deyana ikut bersorak gembira
"Apaansi lo Dey. kayak bocil tau gak" Senja tertawa melihat kelakuan sahabatnya yg sedang menari nari itu
Deyana menghentikan tariannya tiba tiba ia teringat sesuatu
"Eh gue kerumah lu ya. Sekalian liat Tante Adisty udah lama banget gue ga ketemu dia"
Deg. Lagi lagi hati Senja terguncang matanya memanas meningkat kejadian yg menimpa sang mama. Senja tak menjawab ia segera berlari meninggal kan Deyana.
"Lah gue salah ngomong ya?" Ucap Deyana pada dirinya sendiri "Ada yg ga beres ni gue harus kesana"
Senja Berlari tanpa menghiraukan semua mata yg menatapnya heran tiba tiba seseorang menabrak tubuhnya.
Brukk Senja terjatuh Pria tersebut menjulurkan tangannya.
"Bangun. Jangan jadi orang lemah "
Senja segera menerima uluran tangan pria itu dan bangkit.
"Ada apa?" tanya pria tersebut
Senja masih diam dan masih saja meneteskan air matanya yg tak bisa berhenti. Pria itu menggenggam tangan Senja dan membawanya ke suatu tempat
Disini la Langit dan Senja. Ia pria itu adalah Langit Aryana Dezz. Ia membawa Senja ke rooftop sekolah
"Gue kalo lagi sedih biasanya kesini sampai magrib" Ucap Langit.
Senja yg sudah berhasil menghentikan air matanya heran mendengar ucapan Langit
"Emang lo pernah sedih?" Tanyanya
"Sedih itu manusiawi. Dan kalo lo lupa, Gue juga manusia" Jawab Langit
Senja mulai tersenyum dengan pernyataan Langit tersebut.
"Gue tau apa yg lo rasain. Gue tau banget, Kehilangan orang yg paling disayang" Langit tersenyum miring
Senja mulai mendekati Langit memeluk pria itu dengan erat. Menyalurkan apa yg ia rasakan, Langit membalas pelukan Senja. Mereka berdua tenggelam dalam Pikiran masing masing. Menikmati angin yg menerbangkan rambut mereka. Sepertinya Alam sedang mengizinkan Langit dan Senja, cuaca tak begitu panas hari ini
"Mau gue ceritain sesuatu?" Tanya Langit seraya melepaskan pelukan mereka
"Maaaau" jawab Senja antusias
"Sini duduk" Langit mengarahkan Senja duduk kesebuah bangku yg telah ia siapkan dengan teman temannya sedari kelas 10.
"Dulu gue pernah ngerasain kehilangan nyokap kayak lo. Bedanya nyokap gue kembali tapi, lo enggak"
"Ha maksudnya?" Tanya Senja heran
"Sebelum nikah sama nyokap gue. Bokap gue udah pernah nikah, Bokap gue diselingkuhi istri pertamanya. Dia ninggalin bokap gue bersama kedua kakak kembar gue Namira Aryana Dezz dan Sesil Aryana Dezz. mereka beda 1 tahun dari gue Bokap gue berusaha merawat mereka berdua tanpa pernah ingin menikah lagi. Suatu hari Bokap gue dipertemukan dengan nyokap gue. Dipertemukan secara paksa oleh kedua orang tua mereka atau lebih tepatnya dijodoh kan. Bokap gue dipaksa orang tuanya untuk tidak memberi tahu bahwa sudah menikah dan mempunyai anak"
Senja semakin antusias mendengarkan Langit. Langit menarik nafasnya panjang dan melanjutkan ceritanya
"Nyokap dan bokap gue mulai mendekatkan diri satu sama lain. Nyokap gue sadar dia mulai mencintai bokap gue dan mengiyakan perjodohan mereka. Bokap gue gabisa berbuat apa apa dan akhirnya menerima perjodohan itu. Tanpa memberi tahu kebenaran tentang masa lalunya. mereka berdua menikah hingga akhirnya gue lahir. Hingga suatu ketika bokap gue uda gak tahan atas hubungan yg dilandasi kebohongan ini. Diapun memilih jujur. Saat itu nyokap gue sedang mengandung adek gue. Karena kejujuran yg pahit itu nyokap gue depresi. Ia sempat dirawat dirumah sakit jiwa."
Mata langit mulai memanas Senja mengelus pundak belakang Langit ia turut merasakan kepedihan yg dirasakan Langit "Gue waktu itu umur 12 tahun. Sudah mengerti apa yg mereka ributkan, Gue down gue terpukul harus menerima kondisi itu. Nyokap gue yg harusnya menemani masa perkembangan gue harus berada dirumah sakit jiwa. Papa pun membawa gue ketemu kedua kakak gue. Untungnya mereka menerima gue dengan baik merawat gue tanpa peduli gue ini anak siapa. Kita semakin dekat membuat gue menyayangi kedua kakak gue. Tapi, Namira ninggalin kita karena mengidap kanker. Lagi lagi psikis gue terganggu. Saat itu gue mulai takut kehilangan apapun. Gue mulai menjaga orang orang gue sayang. Gak ada yg boleh nyakiti mereka, gue bakal hajar habis habisan." Langit menteskan air matanya.
"Namun, gue sadar gue gak berdaya. Gue minta papa masukin gue ke club karate. Dan papa menyetujui belum merasa puas. Gue kerja buat beli motor karena gak mau menyusahkan papa yg saat itu perusahaan papa sedang diambang kehancuran. Sepulang sekolah gue ngebengkel, karena gue rajin akhirnya gaji gue dilebihin dan gue beli motor. Gue mulai balapan. Gue pengen ditakuti biar siapapun gak bisa nyakiti orang orang yg gue sayang karena takut sama gue. Gue berhasil gue gembira banget dan berani nemuin Bunda. Yang gue sesali gue gak tau kalo nyokap gue lagi mengandung saat itu. Dan adik gue udah mulai besar umur 2 tahun. Gue marah sama diri sendiri karena gak bisa merawat adik gue. Papa dan Bunda resmi bercerai dan Papa sudah tidak peduli akan Bunda" Lagi lagi air mata langit menetes. Senja mengelus pundak Langit sesekali menghapus air matanya, menggunakan tangan sendiri
Langit kembali melanjutkan cerita (Sabar ya gais besok lagi😄)