Alexa menghampiri Melvin yang menunggunya di depan lift. Dia berjalan terburu-buru dengan mengerutkan keningnya, dan segera meraih ponselnya ketika sudah di dekat pacarnya itu.
"Dilarang melihat privasi orang!" ucapnya tegas kemudian menatap layar ponselnya yang menunjukkan foto dirinya bersama keluarganya di Jogja. Di foto itu menunjukkan dia sedang berada di pantai bersama ayah, ibu dan adik laki-lakinya yang sudah agak bujangan terlihat berusia sekitar 18 tahun.
"Apa itu keluargamu?" tanya Melvin.
"Iya," singkat Alexa masih menatapi ponselnya. Dia menyunggingkan senyum di bibirnya saat melihat nomor kontak Melvin yang awalnya hanya diberi nama "Melvin" kini berubah menjadi nama "My Prince".
"Kenapa kamu tersenyum begitu?" tanya Melvin.
"Kamu terlalu percaya diri mengganti nama kontak mu dengan begitu istimewa," jawab Alexa kemudian memasukkan ponselnya ke dalam tasnya.
"Karena kenyataannya aku seperti prince untukmu. Seperti yang kamu katakan saat kamu mabuk," ucap Melvin kemudian meraih tangan Alexa, mengajaknya berjalan menuju lift khusus yang sudah terbuka untuknya. Dia mengajak kekasihnya itu masuk dan langsung mencium pipinya. "Karena aku pacarmu, maka jangan memberi nama seperti nama biasa pada nomor kontak ku," ucapnya.
Seketika Alexa menunduk gugup dan canggung karena tiba-tiba dicium. "Kamu selalu nyosor!" Alexa mengusap-usap pipinya.
"Mencium pacar sendiri itu bukan larangan untuk seorang pria, Kan? Yang melarang adalah jika melebihi dari ciuman." Melvin malah kembali mencium pipi Alexa, kemudian mencubitnya dengan gemas. Mereka saling berhadapan, namun dia harus menunduk saat menatap dan mencium kekasihnya itu.
Alexa hanya diam, mengusap-usap pipinya dengan menundukkan kepalanya. Dia tersenyum malu-malu namun juga merasa canggung, masih tidak menyangka bahwa pria tampan di hadapannya adalah pacarnya, yang tidak malu mengakui dirinya sebagai pacar di depan bosnya, bahkan menciumi pipinya berkali-kali karena gemas. ugh, dia seakan merasa kupu-kupu berterbangan di kepalanya,mewakili hatinya yang sedang bahagia merasakan indahnya cinta pertama.
Melvin menghela napas, menunduk menatap Alexa. "Tidak heran kenapa Gea ingin kamu memakai high heels ... kamu memang sangat pendek," ucapnya.
"Aku juga tidak tau kenapa aku sangat pendek," sahut Alexa dengan mengerucutkan bibirnya.
Melvin terkekeh dengan suara rendahnya kemudian menyentuh dagu Alexa hingga mendongakkan kepalanya. Dia menatap wajah cantik kekasihnya itu, kemudian mengusap bibirnya, menundukkan kepalanya hendak menciumnya namun malah ...
Ting
Pintu lift terbuka. Seketika Melvin memundurkan wajahnya dan beralih menatap ke arah pintu yang terbuka sementara Alexa malah terkekeh geli mentertawakan dirinya yang gagal nyosor lagi. Mereka pun segera keluar dari lift itu.
"Hahaha ...!" Alexa tertawa lepas melihat wajah Melvin yang seperti orang kalah lotre.
Melvin mengejar Alexa mencengkeram tangannya, bahkan kini malah merangkulnya dari samping sambil berjalan menyusuri koridor hingga tiba di jajaran ruang karyawan biasa yang langsung memperhatikan kebersamaannya dengan kekasihnya itu.
"Jangan mentertawakan aku. Aku akan membuatmu kewalahan di mobil," bisik Melvin sembari menundukkan kepalanya ke arah telinga Alexa.
Alexa tersenyum malu-malu karena menjadi pusat perhatian beberapa karyawan yang sedang makan siang di ruangan mereka. Dia segera menjauhkan kepalanya dari Melvin. "Jangan macam-macam. Sekarang lepaskan aku."
"Itu akibatnya jika mentertawakan aku." Melvin melepas genggaman tangannya pada Alexa karena ponselnya mendadak berdering. Dia berhenti sebentar dan segera mengambil ponselnya dari saku celananya sementara Alexa menunggu di sampingnya.
Alexa terdiam, menatap Melvin yang sedang serius berbincang dengan seseorang di telepon hingga berdiri dengan posisi memunggunginya berjarak sekitar tiga meter dari tempatnya berdiri.
"Alexa," sapa Lisa yang baru datang dari arah pintu keluar dengan membawa paper bag berwarna merah bergambar makanan cepat saji khas Amerika serikat.
"Lisa," sahut Alexa dengan tersenyum ramah.
"Kenapa kamu di sini? Apa kamu akan ke kantin?" tanya Lisa dengan menaikkan alisnya.
"Aku ... aku menunggunya," jawab Alexa sambil menoleh menatap Melvin yang sedang fokus pada telepon.
"Bukankah dia klien Bu Siska?" Lisa menatapi Melvin yang terlihat mempesona, mulai memikat hatinya dan membuatnya tersenyum membayangkan jika pria itu adalah kekasihnya. Ugh pasti tidak akan bosan jika terus menatapnya.
Alexa mengangguk, menatapi Lisa yang sedang memandangi Melvin. "Iya dia klien Bu Siska."
"Dia sangat tampan. Dan ada urusan apa kamu bersamanya saat jam makan siang begini?" tanya Lisa.
"Eh ...". Alexa agak gugup dan tidak memiliki keberanian untuk mengakui Melvin sebagai pacarnya jika bukan Melvin sendiri yang mengaku.
Melvin sudah selesai menelepon dan segera menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celananya. Dia berbalik menatap Alexa yang sedang berbincang dengan Lisa. "Sayang ... Ayo kita pergi sekarang. Waktuku tidak terlalu banyak," ucapnya kemudian menggandeng tangan Alexa.
"Lisa, aku pergi dulu," ucap Alexa kemudian buru-buru berjalan mengikuti Melvin yang menariknya.
Lisa terdiam menatap Alexa yang perlahan berlalu pergi melewati pintu kaca yang dibukakan oleh karyawan khusus, lalu ditutup lagi. "Dipanggil 'Sayang', makan siang bersama, bergandengan tangan ... mungkinkah mereka memiliki hubungan!"
____
Di tempat lain, Gea sedang makan siang bersama Bastian di apartemen tepatnya di ruang makan minimalis. Dia makan beberapa menu makanan yang dipesan melalui go-food oleh kekasihnya itu. Ada menu sate, French fries, pisang cokelat, risoles mayonaise dan minuman teh botol yang dingin.
"Ternyata lebih seru berduaan di siang hari daripada malam," ucap Gea sambil makan sate kambing yang dilumuri dengan bumbu kacang yang lumayan pedas. "Bisa lebih lama, makan bersama, dan ... dan tidak hanya sekedar bercinta."
"Tapi jika terlalu sering, mungkin Siska akan curiga," sahut Bastian yang juga makan sate dengan nasi putih.
Gea menghela napas meletakkan tusuk sate yang sudah kosong ke atas piring. "Kelihatannya ... kamu sangat takut jika dia mengetahui tentang hubungan kita. Lalu, bagaimana kita akan melangkah ke jenjang yang lebih serius?"
"Sabar sebentar, Sayang. Ada saatnya aku akan mengakui kepada semua orang bahwa aku hanya milikmu," seru Bastian dengan sendu. "Yang terpenting adalah, aku selalu mengutamakan kamu ... selalu ada untuk kamu dan menuruti apapun yang kamu inginkan ..."
"Ya ... Terimakasih untuk semuanya. Karena kamu, hidupku jadi lebih baik dari segi materi," sahut Gea dengan tersenyum hangat namun dalam hatinya merasa gelisah dan tidak nyaman. 'Sepertinya dia memang tidak pernah berniat serius kepadaku ... tapi ada baiknya aku menunggunya, siapa tau dia memang jodohku,' batinnya.
Bastian tersenyum dan menganggukkan kepalanya, kemudian lanjut makan. Begitu pula dengan Gea yang juga lanjut makan namun kali ini makan French fries karena sate miliknya sudah habis. Hem, mungkin dia sangat lapar karena belum sempat sarapan sudah diajak bercinta dan sekarang baru sempat makan.
Drettt ... drettt ....
Ponsel milik Bastian yang terletak di atas meja berdering. Gea melirik ponsel itu dan melihat ada panggilan masuk dari nomor kontak bernama "my wife" kemudian segera memalingkan wajahnya sementara Bastian segera meraihnya.
"Tolong jangan bersuara," seru Bastian sebelum menjawab panggilan dari Istrinya itu.
"Huh .. merusak suasana," sahut Gea dengan memutar bola matanya. Merasa kesal membayangkan wajah Siska yang cantik tapi tidak lebih cantik darinya bahkan dia terlihat sangat lebih tua darinya.