"Berapa lama kamu akan pergi?" tanya Alexa dengan tatapan menyelidik.
"Mungkin sekitar satu minggu," jawab Melvin kemudian melahap sushi miliknya yang hanya tersisa satu potong.
Alexa menganggukkan kepalanya kemudian lanjut makan. Dia selalu menutupi mulutnya dengan tangan atau agak sedikit menunduk ketika makan sushi yang memaksanya harus membuka mulutnya lebar-lebar, dan itu membuatnya agak malu karena Melvin selalu tersenyum menatapnya. Ugh, sepertinya besok dia tidak akan bersedia dipesankan sushi lagi karena akan sangat repot dan grogi saat makan.
"Jangan melihatku seperti itu!" ucapnya protes.
"Kenapa? Di hadapan ku adalah kamu, maka wajar jika aku melihatmu!" Melvin malah makin terkekeh melihat pipi Alexa yang menggembung karena mulutnya dipenuhi oleh sushi.
"Setidaknya jangan terlalu serius ketika menatapku!" seru Alexa kemudian segera menghabiskan sushi nya. Dia beralih memakan ramen.
"Menatap pacar bisa menimbulkan rasa sayang. Jadi, aku akan sering menatapmu," sahut Melvin kemudian juga memakan ramen miliknya.
Hening beberapa saat. Mereka fokus makan, sesekali saling tersenyum ketika tidak sengaja saling menatap. Ugh, mungkin saja benih-benih cinta sudah tumbuh di hati mereka terutama Alexa, namun entah bagaimana dengan Melvin.
"Selama aku pergi, aku harap kita masih bisa sering komunikasi," ucap Melvin setelah beberapa saat berdiam diri dan sekarang ramen nya sudah habis.
Alexa mengambil tisu di atas meja dan segera mengusap bibirnya, mengelap tangannya. "Jika aku tidak sibuk, kita bisa teleponan," ucapnya kemudian minum jus jeruk nipis.
"Ya Tuhan ...!" Alexa memejamkan matanya saat setelah minum jus itu. "Asam sekali."
"Kamu belum mengaduknya," ucap Melvin dengan tersenyum gemas pada Alexa. Dia segera mengambil sendok untuk mengaduk jus milik Alexa supaya merata dan tidak terlalu asam.
"Sekarang coba rasakan, mungkin tidak terlalu asam," serunya.
Alexa kembali menyedot jus itu dengan pipet berwarna putih bermotif garis-garis merah."kali ini tidak terlalu asam." Dia tersenyum malu-malu.
"Sepertinya aku akan merindukan mu," gumam Melvin.
"Jangan membual," sahut Alexa dengan tatapan horor.
"Aku tidak membual. Aku suka dengan senyum manis mu dan wajahmu yang imut. Aku baru tau bahwa pacaran rasanya seindah ini," ucap Melvin serius, kemudian mencubit pipi Alexa. "Kamu seperti Joey."
"Joey?"
"Ya ... Dia terkadang bersikap menggemaskan sepertimu. Kalian pasti seumuran tapi ... sayang sekali dia memilih untuk menikah muda sedangkan kamu malah giat bekerja untuk membahagiakan kedua orangtuamu, aku salut padamu," jelas Melvin kembali teringat pada Joey yang mengunci hatinya selama ini. Hmmm ... apa mungkin sikap manisnya pada Alexa masih belum karena cinta?
"Dia begitu karena sudah menemukan cintanya. Jika aku jadi dia .. mungkin aku juga akan menikah muda, seperti di film-film romantis," sahut Alexa santai kemudian lanjut minum jus.
"Kalau begitu, bagaimana jika kita menikah?" tanya Melvin spontan.
Seketika Alexa yang sedang minum pun tersedap hingga batuk berkali-kali.
Uhuhkkk uhukkk ...
Melvin beranjak dari kursi dan segera menghampiri Alexa, menepuk pelan tengkuknya, bermaksud membuatnya berhenti batuk.
"Sebaiknya hati-hati saat minum," serunya.
Alexa menghela napas lega saat sudah berhenti batuk. Dia kembali minum untuk melegakan tenggorokannya. 'Kenapa dia malah menawarkan sebuah pernikahan, padahal baru kemarin kamu bertemu dan langsung pacaran dan sekarang menawarkan pernikahan. Apa dia sedang tidak waras?' batinnya bertanya-tanya.
Melvin kembali duduk dan segera memanggil pelayan dan segera membayar semua makanan yang sudah dipesannya tadi.
"Sebaiknya aku antar kamu kembali ke kantor sekarang," ucapnya setelah selesai membayar.
"Eh, iya .. aku memiliki bayak pekerjaan yang harus ku selesaikan karena kemarin aku tidak bekerja," sahut Alexa sambil memasukan ponselnya ke dalam tas.
Melvin beranjak berdiri dan langsung berjalan menuju keluar cafe dengan menggandeng tangan Alexa. "Aku akan meminta Bu Siska untuk tidak terlalu keras padamu," ucapnya.
"Itu tidak perlu," sahut Alexa sambil mendongak ke samping menatap Melvin yang jauh lebih tinggi darinya.
"Dia akan selalu menuruti aku karena aku penanam saham terbesar di perusahaan itu. Jika dia berani membuatmu tidak nyaman, aku akan mencabut saham ku," ucap Melvin sambil terus berjalan beriringan dengan Alexa hingga melewati pintu kaca dengan bingkai berwarna hitam.
Alexa tersenyum tipis, merasa akan terlindungi dari kesadisan Siska hanya dengan menjadi kekasih Melvin. Lalu, bagaimana jika dinikahi? Mungkin dia tidak perlu bekerja lagi tapi sepertinya itu tidak mungkin karena kekasihnya itu tidak lagi membahas soal pernikahan setelah dia tersedak.
'Aku tidak boleh berharap lebih karena dia belum tentu mencintai aku,' batin Alexa.
___
Di tempat lain tepatnya di ruang kerjanya, Siska merasa sangat kesal karena ternyata Alexa adalah pacar Melvin. Itu membuatnya tidak bisa bersikap semena-mena pada sekertarisnaya itu, karena takut akan diadukan oleh pria yang menjadi penanam saham terbesar di perusahaannya.
Drett ... drett ...
Ponselnya yang terletak di atas meja berdering. Siska meraihnya dan melihat ada panggilan masuk dari Melvin kemudian segera menjawabnya.
"Hallo, Tuan Melvin," sapa Siska dengan ramah.
"Mohon maaf, Bu Siska. Sepertinya Alexa akan kembali ke kantor agak terlambat. Saya harap anda tidak memarahinya," ucap Melvin dari telepon.
Siska memutar bola matanya, merasa kesal dan membayangkan Alexa sedang berduaan dengan Melvin yang tampan dan kaya raya.
"Eh, iya tidak apa-apa," ucapnya kemudian.
"Dia sudah bilang tidak jadwal meeting penting siang ini. Jadi, saya akan mengajaknya jalan sebentar."
"Oh, iya ... saya paham karena sepertinya kalian baru jadian. Dan ini sangat mengejutkan saya." Siska tersenyum sinis,. mengepalkan tangannya, merasa geram.
"Baiklah kalau begitu, saya matikan telponnya."
Sambungan telepon itu pun terputus. Siska segera meletakkan ponselnya ke atas meja dengan sedikit membanting. "SIALAN! Sejak kemarin dia selalu mencari perhatian pada Melvin. Sekarang, dia pasti bersenang-senang dan aku tidak bisa membuatnya kesusahan lagi. Dan yang lebih mengkhawatirkan adalah ..."
Siska mulai merasa cemas, cemas jika Melvin melunasi hutang Alexa sehingga Alexa bisa cepat resign dari perusahaan itu sedangkan selama ini dia sangatlah membawa pengaruh bagus untuk perusahaan itu. Ugh, dia tidak akan bisa menjeratnya dengan hutang lagi.
Ceklek ...
Siska menoleh menatap ke arah pintu dan melihat Bastian datang dengan memasang wajah masam, berjalan menghampirinya.
"Kamu kenapa?" tanya Siska heran.
"Aku butuh dana," jawab Bastian kemudian duduk di sofa. Dia sangat terlihat lesu saat menemui Siska yang merupakan istrinya, berbeda saat bertemu dengan Gea, selalu memasang wajah ceria dan memanjakannya. Itu berarti Siska memang kalah dalam segala hal, seperti yang dikatakan oleh Alexa.
"Dana untuk apa lagi? Bukankah kemarin aku sudah mengirimkan cukup banyak untukmu?" tanya Siska dengan mengerutkan keningnya. Dia beranjak dari kursi dan berjalan menghampiri suaminya yang rebahan di sofa berwarna hitam dilengkapi dengan meja kaca dengan bagian kaki meja berwarna silver.
"Tentu saja untuk memajukan perusahaan ku. Jika aku terus berdiam diri dengan fasilitas yang ada dan produk yang itu-itu saja, aku tidak akan mampu memajukan perusahaan ku. Aku akan selalu berada di bawahmu, dan terlihat rendah di mata keluargamu!" jelas Bastian dengan ketus, seolah menunjukkan sebuah kekesalan. Hmm, sepertinya dia sangat matrealistis pada istrinya itu, atau mungkin saja uang yang didapatnya akan dipakai untuk membahagiakan Gea atau mungkin ada wanita lain?