Melvin tidak sarapan bersama keluarganya. Dia malah langsung berangkat menuju kantor karena tidak ingin berdebat dengan Joey yang mengadu ketidaknyamanan tapi tidak mau menerima nasihat darinya.
Joey kembali ke kamar dan duduk di tepi ranjang. Dia mengambil ponselnya yang berwarna merah muda kemudian mencoba menghubungi Dante. Gadis cantik itu berbaring menatap langit-langit kamar yang merupakan plafon berwarna putih sambil menunggu panggilannya direspon oleh sang kekasih.
"Halo, Sayang," sapa Dante dari telepon.
"Halo. Apa kita bisa bertemu pagi ini?" tanya Joey.
"Jika sebelum jam sembilan aku bisa menemuimu."
"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu mengenai pernikahan kita. Aku menunggumu di kafe langganan kita jam delapan."
"Kenapa tidak katakan di telepon saja? Jangan membuatku penasaran."
Joey menghela napas. Memikirkan yang akan dibicarakannya adalah perihal pernikahan yang terkesan sakral dan penting maka Dia memutuskan untuk tetap mengajak kekasihnya itu untuk mengobrol secara empat mata.
"Aku tidak bisa katakan di telepon. Kita tetap bertemu saja. Sekarang ... aku akan bersiap.
"Baiklah kalau begitu."
"Sampai jumpa nanti, love you ... "
"Love you too."
Joey menghela napas lega. Dia terdiam membayangkan bagaimana dirinya begitu bahagia ketika memenangkan kejuaraan tingkat internasional ice skating bersama salah satu partner nya di Jepang. Hal itu membuatnya ingin mencapai kemenangan itu lagi satu kali saja sebelum dia benar-benar fokus menjalani hidup sebagai seorang istri.
"Semoga Dante akan memberiku kesempatan untuk mengejar keinginan itu tanpa harus membatalkan pernikahan. Karena aku tidak ingin mengecewakannya," gumam Joey dengan penuh harap. Dia sudah memikirkan apa yang akan dikatakannya nanti pada Dante.
Joey pun segera beranjak dari ranjang menuju ruang walk in closet hingga ke kamar mandi untuk membersihkan diri karena sejak tadi memang belum mandi.
___
Setelah mandi dan mengenakan pakaian milik Gea dan memoles wajahnya dengan make up tipis, Alexa bergegas mengambil tas dan memakai high heels nya kemudian berjalan ruang makan di apartemen itu. Gadis itu terlihat agak lebih sexy dan semakin cantik.
"Aku heran. Sebenarnya apa pekerjaan mu hingga kamu memiliki apartemen yang bisa dibilang mewah ini?" tanya Alexa sambil duduk di kursi meja makan berwarna cream susu. Dia segera mengambil sepotong sandwich yang sudah disiapkan oleh Gea, lalu memakannya.
Bukannya menjawab, Gea malah balik bertanya, "apa kamu serius ingin mengetahui pekerjaanku?"
"Iya tentu saja ... siapa tahu aku bisa bekerja sepertimu hingga aku bisa lebih mudah mendapatkan uang, karena menjadi sekretaris sangatlah pusing, apalagi bosku sangat cerewet," jawab Alexa sambil makan namun masih terlihat agak malas karena dia masih pusing.
"Aku bekerja sebagai DJ di sebuah klub khusus para pejabat. Orang-orang tidak akan tahu siapa aku karena aku selalu memakai topeng," ucap Gea akhirnya mengakui profesinya.
"DJ di klub khusus para pejabat?" Alexa membulatkan matanya.
"Iya, lokasinya juga rahasia karena disana ada beberapa orang yang mencari gadis cantik untuk dijadikan selingkuhan. Emm ...banyak pemuda juga ke sana tapi mereka dari kalangan atas." jelas Gea.
"Apa kamu termasuk gadis itu?" tanya Alexa.
"Tentu saja bukan, aku hanya khusus sebagai DJ gajinya sangat besar karena kualitas musik yang aku rancang juga lumayan keren. Mungkin, nanti malam aku akan bekerja. Apa kamu ingin ikut?" tanya Gea.
Alexa langsung menggeleng mengingat dirinya doyan minum tetapi tidak bisa menahan diri untuk tidak mabuk. "Tidak-tidak. Lebih baik aku tetap menjadi sekretaris. Akan sangat memalukan jika aku menjadi seorang DJ, lalu aku minum dan mabuk. Aku juga kurang suka dengan tempat yang berisik seperti itu."
"Ya itu lebih baik. Karena saat kamu mabuk, sepertinya kamu akan menjadi bahan incaran pria-pria berhidung belang. Itu sangat berbahaya karena saat kamu mabuk kamu sangat parah, tidak peduli siapa yang menyentuhmu!" Gea tampak menakut-nakuti.
Alexa mengangguk, kemudian segera menghabiskan sandwich-nya dengan terburu-buru setelah dia melirik jam tangannya yang berwarna putih menunjukkan waktu pukul 07.00. "Aku harus segera kembali ke kontrakan untuk mengambil berkas, setelah itu aku harus ke sebuah restoran karena bos ku menunggu di sana untuk meeting dengan klien jam delapan."
"Meeting sepagi itu?"
"Ya. Padahal seharusnya jam sembilan tapi dimajukan oleh klien itu."
"Andai aku sudah punya mobil. Aku pasti akan mengantarmu," gumam Gea kemudian lanjut makan.
Alexa menghabiskan segelas susu yang disediakan Gea, kemudian beranjak berdiri. "Semoga kamu bisa cepat mendapatkan uang banyak dan membeli mobil. Dan soal hutang semalam, aku pasti akan mencicilnya."
"Ya. Jangan terlalu kamu pikirkan. Yang terpenting pikirkan kesehatan ibumu terlebih dahulu." Gea ikut berdiri. Dia segera mengantar Alexa hingga ke depan pintu. Mereka saling memeluk sebentar sebagai tanda perpisahan.
____
Saat waktu menunjukkan pukul delapan, Melvin duduk di sofa berwarna hitam dengan meja kaca di depannya. Dia berada di sebuah restoran dengan konsep outdoor di mana di depannya terdapat kolam renang. Dia bersama seorang gadis berwajah khas Indonesia dengan kulit kuning langsat dan rambut yang agak bergelombang.
"Mereka lama sekali," gumam Melvin mulai tidak tenang. Dia melirik gadis di sampingnya itu. "Tara, apa kamu tidak mengkonfirmasi bahwa jadwal meeting akan dimajukan?" tanyanya.
"Saya sudah mengkonfirmasi, Pak. Mungkin mereka sedang dalam perjalanan," jawab Tara yang ternyata adalah sekretaris Melvin.
Hingga beberapa menit menunggu, akhirnya Melvin didatangi oleh seorang wanita berusia sekitar 30 tahun, berpakaian formal dan diikuti oleh seorang gadis yang berpakaian agak seksi namun tetap terlihat normal sambil membawa tas masing-masing.
"Selamat pagi, Pak. Maaf terlambat," ucap wanita itu.
"Tidak apa-apa, Bu Siska," sahut Melvin dengan tersenyum tipis. Pandangannya teralihkan pada gadis yang ikut bersama dengan Siska. 'Bukankah dia Alexa, gadis yang aku gendong semalam?' batinnya.
Sisca segera duduk di sofa berhadapan dengan Melvin bersama dengan Alexa. Dia segera meminta Alexa untuk mengeluarkan berkas-berkas yang akan dibahas bersama Marvin. Begitu pula Tara juga mengeluarkan berkas-berkas yang sudah disiapkannya.
Meeting itu berjalan cukup santai dan lancar, namun pandangan Melvin sering terarah pada Alexa yang terlihat mengantuk dan pucat. Alexa tetap tidak mengenali mesin yang telah membawanya ke apartemen Gea.
"Jadi, anda bersedia untuk bergabung dengan perusahaan kami?" Sisca memastikan setelah hampir satu jam berbicara Mengenai sistem operasi perusahaan nya.
"Ya. Saya akan suntikan dana cukup besar ke perusahaan anda," ucap Melvin.
"Saya harap bekerja sama ini bisa berlangsung dengan baik." Sisca menyalami Melvin sebagai tanda Deal.
Alexa sangat pusing dan ingin ke kamar mandi karena merasa perutnya kembali mual setelah ikut minum coffe latte yang dipesan Melvin. "Bu. Siska. Saya permisi untuk ke kamar mandi," ucapnya sambil beranjak berdiri.
"Ya silahkan," sahut Siska dengan tatapan datarnya.
Alexa pun bergegas ke kamar mandi dengan langkahnya yang agak sempoyongan hingga saat melewati pinggiran kolam, langkahnya semakin tidak seimbang ditambah lagi dengan high heels nya yang cukup tinggi. "Ya Tuhan, kepala ku pusing sekali."
Pandangan Alexa semakin kabur hingga akhirnya dia jatuh ke kolam itu.
Byurrr...
Melvin yang sedang lanjut mengobrol dengan Siska, menoleh ke arah kolam dan melihat seorang tercebur dan kesulitan berenang. Dia pun memicingkan matanya dan menyadari bahwa seseorang itu adalah Alexa.
"Astaga, Alexa!" Siska tampak panik dan langsung berdiri.
Karena tidak ada satu orangpun yang berniat menolong Alexa, Melvin segera melepas tuxedo nya dan berlari menuju kolam untuk segera menolong Alexa yang tampak gelagapan seperti tidak bisa berenang.