Chapter 6 - Diantar pulang

Seorang pemuda yang mengenakan t-shirt berwarna putih ketat menonjolkan lengannya yang kekar, dipadu dengan celana jeans berwarna hitam dan rambutnya terlihat masih agak basah menghampiri Alexa yang menatapnya dengan canggung.

"Alexa ... Kenapa kamu di sini? Di mana Bu. Siska?" tanyanya dengan heran.

"Em, dia ... Dia ada urusan penting. Makanya saya memutuskan untuk naik kendaraan lain saja. Kebetulan saya sedang menunggu angkot atau bus yang lewat," jawab Alexa bohong, karena dia tidak ingin nama bosnya tercemar dan akan dibenci oleh Melvin lalu memutuskan hubungan pekerjaan, dan dia akan menjadi imbas kemarahan bosnya itu.

"Apa rumahmu masih jauh dari sini?" tanya Melvin.

"Sangat jauh. Butuh waktu tempuh sekitar 20 menit untuk tiba di sana," jawab Alexa dengan menekuk wajahnya. Dia tidak tahu kenapa rasanya sangat gugup saat Melvin menatapnya begitu intens. Dia jadi salah tingkah dan menggaruk lehernya yang tidak gatal. "Eh, sepertinya saya harus lanjut jalan sambil menunggu bis atau angkot yang lewat."

Alexa langsung berjalan menjauhi Melvin menuju ke arah yang salah karena dia sangat gugup. Hal itu membuat Melvin tersenyum tipis dan memanggilnya. "Alexa, bukankah kamu akan pulang? Lalu kenapa akan kembali ke restoran?"

Seketika Alexa berhenti dan menghembuskan nafas kasar. Gadis itu menepuk jidatnya sendiri. "Astaga, aku ini kenapa? kenapa jadi salah arah?"

Alexa memutar arah hingga harus kembali melewati Melvin yang masih berdiri di jalan yang harus dilewati nya. Dengan sedikit tertunduk, dia berjalan dan teringat bahwa ponsel pria itu masih ada di tuxedo yang dia kenakan. Gadis itu pun kembali berhenti dan menatap sang pria yang masih berdiri samping mobil sambil menatapnya, hingga dia jadi salah tingkah.

"Kenapa?" tanya Melvin.

"Eh, ponsel anda tertinggal di sini," ucap Alexa sambil merogoh saku tuxedo itu untuk mengambil ponsel dan menyerahkannya kepada Melvin.

"Oh iya ... Saya baru ingat bahwa ponsel saya ada di tuxedo ini. Terima kasih." Melvin menerima ponsel itu dan melihat ada beberapa pesan masuk dari Joey. Pria itu mengerutkan keningnya saat melihat isi pesan itu.

___Melvin, aku lega sekali akhirnya kamu mendapatkan seorang pacar. lain kali ... kamu harus memperkenalkan pacarmu kepadaku, atau membawanya ke rumah sekalian memperkenalkannya pada mama dan papa.___

___Masalah pernikahanku dengan Dante, sudah kelar. Aku akan tetap menikah dengannya sesuai tanggal yang sudah ditetapkan, karena dia mengizinkanku untuk tetap berkarir setelah menikah___

___kamu tidak perlu menghawatirkan tentang kebahagiaanku lagi, ...aku sangat ingin bertemu dengan pacarmu. . sampai jumpa nanti di rumah___

Melvin menghela nafas setelah membaca semua pesan itu, kemudian menatap ke arah depan dan menyadari bahwa Alexa sudah pergi. Dia itu pun menoleh kearah lain dan melihat gadis yang sempat ditolongnya tadi sudah berjalan sekitar 50 meter darinya. Pria itu pun kembali ke mobil dan segera mengemudikannya mengejar gadis itu.

"Kenapa Joey bisa mengatakan bahwa aku memiliki pacar? Aneh sekali ..."

Melvin kembali menghentikan mobilnya saat sudah tiba di samping Alexa, kemudian segera keluar untuk menghampirinya. "Saya akan mengantarmu pulang. Cepat masuk!"

"Eh ... Saya jalan saja. Mungkin sebentar lagi bis atau angkot akan lewat." Alexa langsung menolak dengan tatapan tidak nyaman, kemudian memalingkan wajahnya dan lanjut berjalan namun Melvin malah mencengkram tangannya.

"Sejak tadi kamu berkata bahwa bis atau angkot mungkin akan lewat, tapi nyatanya tidak ada yang lewat. Sekarang, kamu harus ikut bersama saya. Saya akan mengantarmu pulang."

"Tapi, Pak ...."

"Astaga, jangan terlalu banyak menolak," seru Melvin dengan mengerutkan keningnya. "Dan jangan panggil saya seperti itu, saya bukan bapakmu!"

"Itu panggilan kehormatan," sahut Alexa melirik Melvin yang terkesan mengatur.

"Ini di luar pekerjaan. Jadi, saya tidak butuh panggilan kehormatan itu," ucap Melvin kemudian menarik Alexa menuju mobilnya sambil berkata, "Sekarang kamu ikut saya daripada kamu berjalan dan akan pusing, lalu pingsan lagi. Siapa yang akan menolongmu? Bagaimana yang jika yang menolongmu adalah orang jahat, lalu kamu dibawa ke rumahnya dan ... mungkin saja terjadi hal buruk padamu."

Alexa hanya terdiam melirik Melvin yang berbicara seolah seperti seorang Ayah yang sedang menasehati anaknya. Dia juga sempat terkagum-kagum pada wajahnya yang tampan dengan paras yang kebulean dan tubuhnya yang gagah, bahkan merasa seperti pernah bertemu. Gadis itu sangat heran hingga dan tidak sadar bahwa sudah dibukakan pintu.

"Hei, kenapa diam saja cepat masuk," seru Melvin.

"Eh .. iya."

Alexa segera masuk hingga pintu itu kembali ditutup oleh Melvin. Dia tercengang melihat bagian dalam mobil yang terkesan mewah dan sangat nyaman. 'berapa harga mobil ini? Sepertinya, Bu siska juga tidak memiliki mobil seperti ini. Dia pasti sangat iri padaku jika mengetahui aku naik mobil seperti ini,' batinnya dengan tersenyum geli.

Melvin duduk di jok kemudi, melirik Alexa yang tersenyum sendiri padahal tadi terlihat tegang dan canggung. Namun dia memilih untuk diam dan menyalakan MP3 pada mobil sport itu, hingga terdengar lagu milik Forest blakk yang berjudul "If you love her" mulai menggema.

Selama dalam perjalanan, mereka hanya diam sesekali saling melirik dan akan memalingkan wajah ketika mata mereka tidak sengaja saling menatap.

"Apa kamu masih pusing?" tanya Melvin setelah sekian abad lelah hanya diam tanpa kata.

"Sudah tidak terlalu," jawab Alexa,. menyadari pusingnya mendadak raib. Entah karena tercebur ke kolam atau karena berdampingan dengan pria tampan itu.

"Kenapa arah rumahmu berbeda dengan yang semalam?" tanya Melvin mengingat bahwa semalam mengantar Alexa ke apartemen, bukan ke perumahan yang didominasi oleh kontrakan-kontrakan yang berjajar rapi dengan gaya bangunan khas Indonesia. .

"Semalam?" Alexa menatap Melvin dengan menaikkan alisnya.

"Iya. Semalam aku mengantarmu dan juga temanmu ke sebuah apartemen di kawasan Permata hijau suite," Melvin memperjelas sambil menghentikan mobilnya di sebuah gang yang tidak terlalu sempit hingga masih bisa dilewati oleh dua mobil.

Seketika Alexa terdiam dan teringat pada Gea yang mengatakan bahwa saat dirinya mabuk, sempat memuji-muji pria yang sudah menolongnya bahkan mencegah pria itu untuk pulang. Dan ternyata, pria itu sekarang ada di dekatnya untuk mengantarnya pulang lagi, bahkan sudah sempat menolongnya saat jatuh ke kolam renang.

"Jadi ... Kita pernah bertemu sebelumnya?" Alexa memastikan.

"Apa kamu lupa tentang semalam?" tanya Melvin.

Alexa hanya mengangguk dan sangat malu pada Melvin. Wajahnya memerah bak kepiting rebus siap saji, membayangkan bagaimana semalam dia sudah begitu terlihat memalukan di hadapan pria itu. Dia seolah tidak memiliki nyali lagi untuk menatap wajahnya yang tampan..

"Itu wajar karena semalam kamu sangat mabuk," ucap Melvin dengan tersenyum tipis mengingat kejadian semalam. Dia melirik Alexa yang sekarang tidak berani menatapnya sama sekali. "Ayo turun. Kita sudah sampai," serunya kemudian segera keluar dari mobil.

Setelah beberapa detik mencari cara untuk membuka pintu mobil sport itu, akhirnya Alexa berhasil membukanya. Dia segera turun dari mobil dan berjalan menuju kontrakannya yang berjajar dengan kontrakan lain.

"Kenapa koperku ada di depan?" Alexa bertanya-tanya dengan mengerutkan keningnya.

"Koper?" Melvin menatap sebuah koper hitam di depan pintu utama sebuah kontrakan dengan cat dinding berwarna putih polos diselingi oleh warna silver di beberapa sisi.

Saat sudah tiba di teras depan pintu kontrakannya, Alexa segera mengambil kunci dari dalam tasnya dan mencoba membuka pintu itu namun ternyata tidak berhasil. "kenapa tidak bisa dibuka. Padahal, ini kunci yang selalu aku pakai, bahkan tadi pagi aku juga masih memakainya untuk membuka dan mengunci pintu ini?"

Alexa tampak panik, sementara Melvin bersendekap tangan memperhatikan suasana sekeliling yang tampak sepi, kemudian melirik koper Alexa yang mendadak berada di depan kontrakan itu.