Dengan sedikit paksaan, Grace berhasil membuka pintu mansion tersebut dan masuk ke dalam. Ia seketika terkesima pada keindahan arsitekturnya. Sebagai penekun seni, Grace bisa menilai bahwa mansion ini sangat teramat indah dan bernilai seni tinggi.
Meski begitu, keadaan mansion ini benar sudah sangat buruk. Banyak atap yang roboh dan lantai kayu yang rusak. Jendelanya banyak yang sudah pecah. Sampah dedaunan, debu, dan sarang laba-laba terlihat di mana-mana. Tapi itu semua tidak mengurangi kecantikan mansion dengan desain abad pertengahan itu.
Mendadak, Grace menjadi ingin menjelajahi mansion ini karena penasaran. Ia berpikir akan mencari ruangan terindah untuk menjadi lokasinya mengakhiri hidup. Kedua mata coklatnya tertuju pada sebuah tangga megah yang terletak di tengah-tengah ruangan.
'Aku akan melihat lantai dua.' Pikirnya.
Lalu ia menaiki tangga kayu tersebut perlahan. Suara kayu berdecit langsung terdengar ketika ia menapakkan kakinya. Namun, Grace tidak menghiraukannya. Ia sangat ingin naik ke atas dan menurutnya, tangga ini seharusnya masih cukup kuat menahan bobot tubuhnya yang tidak seberapa.
Grace terus melangkah hingga ke tengah tangga. Hingga...
Crak! Brugh!
Hal terakhir yang Grace ingat adalah ia jatuh terperosok ke dalam tangga dan segalanya menjadi gelap seketika.
'Mungkin aku sudah mati. Bagus juga... Jadi aku tidak perlu menanggung dosa bunuh diri, 'kan?' Pikir Grace.
Seluruh tubuhnya terasa sakit. 'Sebentar lagi… aku akan pergi. Ya, sebentar lagi…'
Tok! Tok! Tok!
Kening Grace mengkerut. 'Apa itu?'
Tok! Tok! Tok!
Suara ketukan tersebut kembali terdengar dan kini terus berulang-ulang. Suaranya juga semakin kencang dan terburu-buru.
Grace membuka kedua matanya. Samar-samar, ia melihat tumpukan kayu dan cahaya matahari yang menembus celah-celah dinding yang rusak sehingga cukup untuk sedikit menerangi ruangan gelap itu.
Grace mengerang. "A-aduh…" Gumamnya sambil berusaha bangkit dari posisi tengkurapnya. "Sial..."
Ternyata Grace belum mati, bahkan masih sanggup bangkit. Tapi sepertinya kakinya terkilir atau bahkan patah. Ia melihat sekeliling dan mendapati dirinya sedang berada di sebuah ruangan aneh yang terlihat seperti ruang bawah tanah.
Seluruh tubuh Grace menjadi kotor karena di sana sangat becek sehabis hujan semalam. Grace menatap ke atas dan melihat lubang yang menembus atap dan menembus tangga.
'Aku sungguhan jatuh dari sana? Setinggi itu dan masih hidup? Sepertinya Tuhan benar-benar mempermainkanku,' Pikirnya sambil tertegun.
Tok! Tok! Tok!
Ketukan itu kembali terdengar, dan Grace menyadari bahwa itu berasal dari sebuah pintu. Sepertinya orang di balik sana sangat putus asa hingga mengetuk hingga sedepresi itu.
'Mungkin itu warga yang mendengar suaraku jatuh tadi,' Pikir Grace. Tapi ia melihat tembok ruangan yang sepertinya bukan menuju ke luar. Mungkin di balik sana ada ruangan lain.
"Apa jangan-jangan ada orang yang terkurung di dalam? Apa ia disekap?" Gumamnya sendiri.
Ketukannya kembali terdengar dan semakin memburu. Tanpa berpikir panjang lagi, Grace langsung membuka pintu tersebut.
Sesuatu menubruknya dengan keras hingga ia terjatuh duduk. Kepalanya yang tadi sudah terbentur saat jatuh dari atas, langsung kembali pusing hingga pandangannya kabur.
Samar-samar, Grace melihat sosok yang menabraknya. Itu adalah seorang pria tinggi gagah dengan pakaian berwarna krem berhias aksen keemasan. Pria itu sedang menutup kembali pintu tadi dengan terburu-buru.
"Maaf sudah menabrakmu, Nona. Aku dikejar-kejar oleh sekelompok srigala monster. Apa kau tidak apa-apa?" Pria itu menjulurkan tangannya dengan sikap sopan.
Grace terperangah. Begitu pandangannya sudah jelas, ia jadi berpikir apakah ia benar-benar selamat dari kecelakaan tadi atau sebenarnya sudah berada di surga sekarang.
Kedua mata tajam dan dalam, hidung mancung, dan mulut lebar dengan bibir berisi. Semua dibingkai oleh struktur wajah tegas dan rambut coklat tebal berkilau. Kedua iris biru kristalnya berkelip di tengah kegelapan. Apakah ada manusia setampan itu di muka bumi ini? Seharusnya ia adalah malaikat!
"Maaf, Nona. Kita harus segera pergi dari sini. Aku harus mencari cara kembali ke istanaku. Pesta pernikahanku akan dimulai beberapa jam lagi." Jelas pria itu.
"A-apa?" Gumam Grace dengan rahang menjuntai ke bawah.
"Kita harus pergi sekarang, Nona. Melihat kondisi tempat ini yang sudah rapuh, kemungkinan srigala-srigala itu dapat menerobos masuk. Atau setidaknya, kita harus bersembunyi di atas." Pria itu menoleh ke atas untuk mendapati langit-langit yang sudah runtuh. Namun ia yakin lantai atas adalah lokasi yang lebih aman ketimbang ruangan becek ini.
"S-srigala?" Ulang Grace.
'Demi jutaan bintang di langit! Mana ada srigala di tempat seperti ini? Apa dia benar-benar aktor?' Pikir gadis itu.
"Ya, mereka adalah srigala berukuran monster. Ayo kita pergi sekarang." Ia membantu Grace berdiri.
Namun gadis itu langsung meringis kesakitan sambil memegangi kakinya yang terasa jauh lebih sakit akibat ia kembali terjatuh saat tertubruk tadi.
"Ah... Apa kau terluka?" Pria itu terlihat khawatir. Ia menatap kaki Grace yang berdarah. Padahal, sepertinya tadi dia tidak menabrak terlalu keras.
"Se-sepertinya begitu. Aku akan menelepon ambulans, tapi... ponselku hilang. Apa kau bisa membantuku menelepon ambulansnya?" Tanya Grace.
Kening pria itu mengkerut. Ia tidak mengerti apa yang gadis itu bicarakan. Dan lagi, cara bicaranya juga tidak sopan terhadap seorang pangeran yang adalah putra mahkota di kerajaan ini. Kalau dilihat-lihat, cara berpakaiannya juga aneh.
"Eum... Apa kau mendengarkan?" Grace menyadarkan pria itu dari lamunan.
"Maaf, Nona. Tapi aku tidak mengerti apa yang sedang kau bicarakan. Ngomong-ngomong, aku tidak menyangka kondisi di dalam rumahmu ternyata sudah sangat bobrok seperti ini. Saat aku lihat dari luar, rumahmu terlihat masih kuat dan bagus."
"Ini bukan rumahku. Apa yang kau bicarakan? Rumah ini dari luar juga sudah terlihat jelek, 'kan? Jadi maksudmu, pintu itu adalah pintu keluar?" Grace menunjuk pintu di hadapan mereka.
Pria itu mengangguk, "Kau benar. Itu adalah pintu keluar. Tapi ada sekelompok srigala di luar sana. Karena itu, setidaknya kita harus naik ke lantai dua untuk berlindung." Ia menunjuk ke atas, mulai tidak sabar dengan keadaan.
"Tidak mungkin ada srigala di sini. Kita bukannya berada di hutan, Tuan." Sahut Grace bingung.
'Sepertinya dia orang gila. Dari tadi omongannya tidak jelas seperti orang mabuk.' Pikir gadis itu.
"Maaf, Nona. Tapi kau harus menjaga cara bicaramu padaku. Tuan? Apakah kau tidak mengenaliku? Sebagai rakyat, seharusnya kau malu karena telah bersikap kurang ajar pada calon rajamu. Untuk kali, ini aku memaafkanmu. Tapi setelah teguran ini, aku tidak akan bersikap lunak lagi. Mungkin kau akan mendapat sebuah hukuman sesuai pasal kerajaan." Ucap pria itu dengan tegas.
"Hah?" Grace kembali melongo. Sepertinya pria tampan ini benar-benar sudah gila.